Ciuman Pertama Aruna

III-275. Menjadi Rumit



III-275. Menjadi Rumit

0Tom sempat mengurai pandangan matanya, jelas dia tengah berpikir mendalam. "Atas dasar apa anda meminta saya melanjutkan study keluar negeri?"      

"Hilangnya Nana bukan perkara mudah, andai benar Hendra yang melakukannya aku tak masalah, aku bisa mengatasinya. Namun dia punya keterkaitan dengan Tarantula," monolog ketua Wiryo semacam narasi panjang tentang banyak hal yang tak terucap.      

"Andai Nana tidak bisa ditemukan dengan mudah, kuharap kamu bisa ikut terbang ke Milan, jaga Graziella dan Leona, dampingi mereka menghadapi kehilangan anggota keluarganya. Sampai Anna ditemukan. Aku harap kamu bisa kuliah, sekaligus memastikan mereka berdua baik-baik saja,"      

Pada langkahnya yang hampa pria berambut sebahu yang terikat sempurna, berusaha dengan sangat memahami kalimat-kalimat tetua Wiryo.      

_Apa kau lupa Tom? kamu pernah menginginkan keadaan semacam ini beribu-ribu kali, kamu juga pernah memohon kepadanya supaya harapanmu terpenuhi, sekarang dia sudah memenuhinya? Lalu apa yang terjadi?_ Tom bertanya pada dirinya sendiri.      

Ia masih berjalan menyusuri lorong rumah Djoyodiningrat, hingga langkah kaki tersebut terhenti. Tidak jauh dari pintu kamar bekas Nana tinggal. di depan pintu yang tertutup tersebut seorang perempuan membungkukkan badannya, berulang kali. Sepertinya Kihrani lagi-lagi membuat kesalahan.      

Sebuah Hem basah ada di pelukannya. Gadis tersebut mendekap baju itu kuat-kuat. Sambil mengulangi caranya membungkuk kepada perempuan yang ternyata adalah Leona.      

Tom masih berdiri di tempatnya saat Susi berusaha menyelamatkan juniornya. "Tugasnya menjaga anda, bukan menyiapkan ini itu, apalagi harus membersihkan baju anda!" Susi terdengar tegas membela juniornya.      

"Aku hanya memintanya mengambilkan baju! di display di walk-in closet bukanya di taruh di kamar mandi, apa dia tak punya akal meletakkan baju di dekat shower?!" Suara Leona jelas menunjukkan kejengkelan luar biasa.      

"Saya yang salah, dia belum menjalani training, belum ada sehari bertugasnya," Susi terlihat merebut baju di tangan Kihrani, "biar saya yang membereskan," tegas Susi.     

Leo meninggalkan keduanya dia memasuki pintu kamar dengan gaya elegan yang khas. Perempuan tersebut punya wajah jutek dibalut ketomboyan yang mempesona.      

Demikian mata Thomas dulu menilainya. sekarang? entah, Thom bahkan tidak tahu apakah nilai tersebut masih tetap berlaku.      

Tom melanjutkan langkahnya, tidak ada yang sadar kala Tom berjalan di belakang Susi dan Kihrani.      

"Tegak-kan punggungmu!" Susi masih sempat mengingatkan masalah punggung pada gadis yg kini terlihat merah pada seluruh wajahnya hingga telinga, akibat melakukan kesalahan berulang kali.      

"Jangan sampai menangis! Tidak ada ajudan yang menangis!" Gertak senior tersebut sekali lagi.      

Kihrani masih terdiam.      

"Satu lagi," Susi menghentikan langkahnya. Menjadikan Tom yang berada di belakang mereka ikut-ikutan berhenti. "Kamu bukan asisten rumah tangga, tugasmu menjaga, kalau ternyata dimintai tolong secara berlebihan, hanya ada tiga perempuan yang layak mendapatkan perlakuan tersebut,"      

"Yaitu.." kalimat Susi terhenti.      

"Bolehkah saya izin sebentar?" Susi belum mengangguk ketika gadis tersebut akhirnya berlari. Dia keluar dari rumah mewah. Melewati taman yang menampilkan sekelompok asisten rumah induk merapikan meja makan berwarna putih, bekas jamuan.      

Kihrani berhenti pada sebuah tempat di bawah pohon. Dia berdiri sendirian di sana, tidak menyadari tom masih membuntutinya.      

Thomas Sempat berpikir gadis itu akan menangis sejadi-jadinya, atau minimal meneteskan air mata lalu bersedih. Kenyataannya dia mengepalkan kedua tangannya. Seperti Ultraman yang akan mengeluarkan kekuatan, kihrani menegakkan tubuhnya dan gadis tersebut berteriak keras sekali memekikkan telinga.      

"Aaaaaaa.." bebas lepas dan terlihat lucu secara bersamaan.      

 "huuh huuuh.." setelah teriakannya terdengar, nafasnya ngos-ngosan ikut menyertai, gadis tersebut mengumpulkan energinya kembali, "Kau pasti bisa.. pasti bisa..!" Dia berteriak lagi kesal. Mengutuk dirinya sendiri.     

tidak menyadari suara teriakan itu sempat terbang dan menyusup di telinga para asisten rumah induk yang sedang bekerja di taman. Padahal berdirinya kihrani cukup jauh.     

"Iya.. kau pasti bisa kihran.." seseorang membalas lengkingan suara kihran. Gadis itu terkejut melebarkan matanya.      

"Ah' sial!" Sempat mengumpat lalu merapikan dirinya, berbalik badan dan tersentak.      

"Thomas??"      

"Aku melihatmu berlari dan," Tom mengamati jam pada pergelangan tangan, setahuku sudah saatnya aku mengantarkanmu pulang. Tom menunjukkan jarum pendek yang telah melampaui angka lima -jam lima sore- yang artinya Kihrani bisa minta izin kepada Susi terkait berakhirnya jadwal kerja gadis berambut hitam yang terikat rapi, lurus menempel pada punggungnya.      

***     

Gapura berwarna biru menaungi 2 lajur sekaligus. Gapura dengan desain melengkung menawarkan warna biru mencolok berpadu dengan warna oranye di beberapa bagian.     

Pada bagian atas gapura bertuliskan: 'INSTALASI GAWAT DARURAT'     

 'RSJ Prof. SOEROJO MAGELANG'      

Palang pintu memanjang berwarna merah putih dinaikkan oleh petugas pada pos penjagaan tepat di bawah gapura. Sebuah mobil ambulans yang telah menempuh perjalanan panjang memasuki pelataran rumah sakit khusus kejiwaan.      

Ambulans tersebut bertuliskan klinik Dr. Diana Kristianti. Baru tiba di lobby, tanpa reservasi atau memberikan penjelasan berarti, ternyata kedatangan mobil tersebut sudah di tunggu. Buktinya, sederet petugas kesehatan bersiap menyambut perempuan yang tertidur di atas pembaringan. Kumpulan petugas medis dengan sigap memindahkan tubuh Anna pada ranjang besi beroda.      

Salah satu ajudan perempuan Djoyodiningrat turun dari mobil hitam yang sempat ketinggalan, dan ternyata sudah parkir di belakang ambulans.     

Ajudan tersebut mendekati dokter yang seluruh rambutnya hampir memutih, kemudian berkas diserahkan termasuk tas jinjing yang tidak diketahui isinya.      

Tanpa banyak percakapan, kelompok ajudan perempuan kembali memasuki mobil mereka.      

Sirine ambulans yang tadinya dibiarkan menyala sepanjang perjalanan menuju Magelang, kali ini dimatikan total dan yang memimpin perjalanan bukan lagi ambulans klinik Dr Diana melainkan APV hitam.      

Rombongan tersebut melesat dengan kecepatan terbaiknya, menuju pusat ibukota. Tugas para junior Susi telah usai. Salah satu dari mereka memberikan kabar pada atasannya.     

***     

Dia yang tertangkap duduk sendiri di dalam ruang kerja nya, sudah berulang kali berniat membanting handphone.       

Panggilan yang ditujukan pada nomor bertuliskan 'gadis malang' sudah ia ulangi berkali-kali, tanpa lelah.      

Pria yang duduk pada meja kerja kini tertangkap berdiri menggenggam handphonenya.      

"Kemana dia?" guratan rasa khawatir terlukis di wajah pria dengan mata hitam pekat.      

CEO Tarantula atau lebih akrab dipanggil Gibran berjalan menuju pintu, menyusuri bilik-bilik ruang kerja. dia yang bergerak gesit lekas dibuntuti ajudan-ajudannya.      

"Siapkan mobil untukku!" Perintah Gibran.      

"Anda mau kemana tuan?"      

Gibran menghentikan langkahnya sesaat, kemudian ia menoleh kepada salah satu dari tiga orang yang membuntuti langkahnya.      

Gibran menepuk salah satu ajudan, dan meminta yang lain pergi.      

"Aku mau menemui Juan," ajudan tersebut adalah pria yang beberapa hari lalu menemani Gibran datang ke kamar VVIP rumah sakit langganan keluarga Djoyodiningrat, disiapkan Mahendra untuk adiknya.      

"Bukankah adik anda tidak mengabulkan permintaan anda?" Ajudan yang setia membuntuti tiap langkah kaki Gibran, menerbitkan konfirmasi terkait kehendak tuannya yang di rasa akan sia-sia.      

"Aku mencari syakila, orangtuanya menghubungiku, Syakila pamit menemuiku dan belum pulang ke rumah sejak pagi," Gibran memasuki lift.      

"Mengapa anda tidak menghubungi adik anda?" Maksud dari lawan bicara Gibran ialah menghubungi Gesang. Kalau memang syakila berada bersama Gesang tentu saja pemuda tersebut akan memberitahu kan keberadaan Syakila secara jujur.      

"Aku takut pada diriku sendiri," kalimat ini meluncur dari mulut Gibran.      

"Maksud anda??" Ajudan Gibran kebingungan.      

Pria tersebut hanya menarik bibirnya lurus, tidak tersenyum, tapi juga tidak menjawab pertanyaan ajudannya.      

_aku takut syakila tak bersama Gesang, sehingga isi kepalaku menjadi rumit, meyakini dia telah melukai dirinya sendiri_  jawaban Gibran disimpan untuk dirinya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.