Ciuman Pertama Aruna

III-319. Blue Diamond



III-319. Blue Diamond

0Lelaki bermata biru berdiri ketika makan malam telah usai. Dia mengerakkan kepalanya. Sebuah gerakan meminta perempuannya lekas mengikuti dirinya —bangun dari duduknya.      

Ketika perempuan yang dia tatap telah meninggalkan kursi dan mendekati dirinya, sebuah dekapan hangat ia berikan pada tubuh mungil tersebut. Ia merasa seolah sedang mengisi baterai alami tatakala mendekap erat istrinya.      

Tangan kanan dan kiri Mahendra telah berhasil mengangkat tubuh Aruna.     

Dia yang terangkat dalam pelukan suaminya spontan mengalungkan kedua tangannya pada leher sang lelaki, "Apakah kamu akan merendamku?" Aruna menyuarakan dugaannya.      

"Ya! Kau tahu, apa yang aku suka," jawab Mahendra, tepat seperti dugaan perempuan tersebut.     

.      

.     

Kamar mandi dengan nuansa kayu, dimana beberapa bagian didominasi oleh kaca menjadi saksi dua anak manusia yang saling merajut rasa.     

Jendela kaca besar yang berada di sebelah bathtub, menyajikan langit malam yang menjadikan dedaunan abu-abu.     

Panorama yang mengesankan terpadu dengan lembah tersebut membuat kesan misterius. Kian magis, saat mata perempuan bisa melihat kabut asap yang hadir di sela-sela pepohonan rindang lereng perbukitan.      

Asap yang sama juga hadir di hadapannya.     

Genangan air yang berada di bathtub menghembuskan udara hangat berupa asap tipis. Harum aroma kesukaan yang tidak asing menyapa indera penciuman. Perpaduan bau vanilla dengan taburan kelopak mawar merah yang terapung di atas air, seolah menjadi pelengkap rasa bagi mereka yang sedang memuja.      

Lelaki bermata biru mematikan seluruh lampu.     

Ketika tubuh perempuan mungil berbalik, kumpulan benda yang sedari tadi tak begitu ia pedulikan —kini sedang dinyalakan lelaki bermata biru, satu persatu.      

Ingin rasanya ia tertawa, bagaimana bisa lelaki tersebut punya pemikiran sejauh ini? Berlarian di dalam gelap, menyalakan lilin dan menjadikan seluruh kamar mandi VVIP ini dipenuhi temaram pendar-pendar yang menari di atas lantai.      

Selepas semuanya menyala, lelaki bermata biru berjalan mendekati keberadaan perempuan yang tersita dalam rasa takjub atas segala hal di hadapannya —Aruna tertegun. Tangannya bergerak, mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celana ketika sampai di depan istrinya.      

Aruna mengernyitkan dahinya, bagaimana bisa suaminya mendapatkan banyak hal dalam sekali waktu? Kapan dia membeli kotak perhiasan yang detik ini ada di genggaman tangannya.     

_Jadi, tadi —dia tidak melanjutkan ciuman di atas ranjang, karena memilih fokus mempersiapkan kamar mandi ini?_ demikian benak Aruna berkata.      

Tak bisa dibohongi, perempuan bermata coklat tersebut berupaya menekan bibirnya. Menahan senyum malu diantara warna merah pada seluruh wajahnya.     

Lelaki bermata biru menekuk kakinya, tempurung lutut kanannya menyentuh lantai kayu ketika dia mempersembahkan sebuah kotak beludru navy terbuka dan terdapat sesuatu yang berkilau di dalamnya.      

Blue diamond, salah satu batu paling langka di dunia yang tidak diketahui oleh para ilmuwan selama berabad-abad. Walaupun sekarang, beberapa rahasia batu permata kuno ini sudah muncul ke permukaan.     

Para peneliti menemukan bahwa sedikit mineral yang terperangkap dalam prisma yang berkilauan terbentuk jauh lebih dalam, dan lebih lama dari perkiraan sebelumnya.     

Sebagian besar berlian berasal dari sekitar 161 kilometer di bawah permukaan bumi dan diperkirakan keluar karena letusan gunung berapi, dan batu berwarna laut ini sesuatu yang berbeda dari berlian lainnya. Ia terbentuk empat kali lebih dalam, yaitu sampai 661 kilometer.     

Berlian biru hanya terdiri kurang dari 0,02 persen dari seluruh berlian yang ditambang di dunia, dimana blue diamond termasuk ke dalam berlian dengan harga yang sangat mahal. Sedangkan The Hope Diamond, jenis permata terbesar dan paling terkenal dari semua permata biru, bernilai sekitar US$ 350 juta (Rp 5 triliun).      

Berlian kebiruan yang berkilau indah pada cincin emas putih. detik ini, didorong masuk ke dalam jari manis Aruna. Tak sebesar The Hope Diamond, akan tetapi harganya lebih dari fantastis untuk dibayangkan.      

Pria tersebut bangkit dari caranya menyatakan cinta pada perempuan yang mengandung bayinya. Mahendra memeluk istrinya sembari kembali menautkan bibir. Menyesap, melepas sesaat, dan berkata, "I love you Aruna,"      

"Aku mencintaimu, dan aku sangat-sangat bersyukur ada kamu di hidupku," tangannya merangkum wajah Aruna. Detik berikutnya ia putar tubuh mungil perempuan tersebut dan kaos yang membungkus tubuhnya diangkat, hingga terbebas dari siempunya.      

Membuka pengait dua buah lingkaran yang menutupi benda berharga di depan sana —di sentil. Setelah lepas kemudian ditarik hingga jatuh ke lantai, meninggalkan punggung telanjang yang menyisakan banyak bekas luka.      

"Bagaimana bisa, kamu membawa benda ini di sakumu?" Aruna mengangkat tangan kirinya, tempat dimana jari manis tersemat Blue diamond.      

Mahendra yang terlarut menatap bekas luka, sempat tersentak dan buru-buru memeluk sang istri dari belakang.     

Ada sesuatu yang tidak diketahui istrinya selain harganya yang fantastis. Blue diamond di cincin tersebut adalah benda yang sudah Mahendra siapkan, ketika Aruna pada akhirnya mengembalikan kalung liontin merah delima kepada Damar.      

"Jangan lupa, aku siapa?" bisiknya pada telinga sang istri. Kecupan singkat sempat mendarat di pipi Aruna, sebelum akhirnya dengan berani menarik kain yang membungkus bagian bawah tubuh istrinya.      

"Sebentar-sebentar," Aruna terlihat melepas cincin berlian biru, meraih kotak beludru, dan menyelipkan benda itu di dalamnya. Lalu meletakkannya di sebuah sudut.      

Suasana malam ini dipenuhi tawa yang menggema dari dua orang yang saling merajut rasa.     

Banyak orang yang tak menduga, Mahendra selalu bersabda menjadi seseorang yang berbeda ketika hanya berdua saja dengan istrinya.      

Mereka bermain air, busa, menggosok punggung satu sama lain tanpa rasa canggung. Hal yang paling luar biasa dalam hidup ialah ketika menemukan pasangan yang memberi ruang untuk berekspresi apa adanya, menjadi diri sendiri, dan tidak mempersalahkan setiap tindakan unik yang dilakukan.      

Waktu demi waktu yang telah dilalui, adakalanya perlu mensyukuri banyaknya hal sepele yang sebenarnya ialah harta karun tak ternilai.      

Sama seperti Mahendra yang kini membuat gelembung-gelembung dari sabun kemudian meniupnya ke udara. Bak anak kecil yang menemukan mainan baru. Seolah tak puas ketika sudah berulang kali dipecahkan oleh Aruna, ia akan membuat gelembung yang lebih besar lagi     

Atau, seperti Aruna yang tak suka dengan kelopak mawar merah yang mengapung tanpa fungsi. Kelopak-kelopak bunga tersebut dibuang, disingkirkan, bahkan dihempas dari permukaan bathtub.     

Dia yang sudah berusaha membuat hal sedemikian romantis, mengambilnya lagi dan meletakkannya di atas permukaan air.      

Mereka sempat bertengkar oleh hal kecil yang berupa kelopak bunga.      

Dua orang anak manusia yang tadinya saling mencibir, mendorong, bahkan saling menghisap, memberi noda merah pada bekas permukaan bibir yang sengaja didaratkan di permukaan kulit ketika bersitegang —ujung-ujungnya berpelukan kembali.      

Mahendra menemukan masa kecilnya yang hilang tiap kali berada di dekat istrinya.      

.     

.     

Beberapa menit berlalu, perempuan hamil kini sedang berbaring di atas dadanya. Sepertinya ia mulai lelah, matanya menutup, bibirnya pun mengatup.      

"Aku ingin sehari lagi berada di tempat ini," Ada anggukan dari permintaan tersebut sembari bibir Aruna mengucapkan kata 'Hem'     

Tangan Mahendra memainkan rambut yang kini sudah memanjang. Surai perempuannya beberapa kali singgah untuk dia hirup.      

"Hen,"     

"Hem?"      

"Apa tidak sebaiknya kita keluar dari bathtub dan tidur di atas kasur empuk?"      

Dia yang diajak bicara Aruna menggeleng, "Tidur lah, disini. Tidak masalah, aku akan mengurusmu. Pejamkan saja matamu,"     

"Kau itu, suka sekali dengan air!" Wajah perempuan yang sempat menoleh kepada suaminya kini berbalik arah, meletakkan kepalanya di dada Mahendra. Dan dengan enteng, Aruna menggerak-gerakkan kepalanya. Mencari tempat yang nyaman untuk mulai melepas lelah. Tidur.      

"Bukan suka dengan Air,"      

"Maksudnya?"      

"Aku suka berada di bathtub bersamamu, menghapus malam itu..      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.