Ciuman Pertama Aruna

III-303. Menguntit My Adventure



III-303. Menguntit My Adventure

0Siapa sangka yang terjadi berikutnya adalah Mahendra ditarik, dicubit, dipeluk, diminta swafoto, bahkan dicuri pipinya, dan berakhir koyak.     

Bagaimana dengan Herry?, ajudan yang berusaha menenangkan keadaan tersebut mendapatkan dorongan, desakan, disisihkan, bahkan terkena marah segala, dan berakhir sama —mengenaskan.     

Dua pria ini pada akhirnya menyerah, mereka meminta berhenti sebelum pick up sampai pasar Tumpang.     

Mahendra dengan rambut acak-acakan menekuk bibirnya, bersedekap tangan memunggungi istrinya semenjak perempuan tersebut turun dari pintu mobil dan menyampaikan banyak rasa terimakasih pada pemberi tumpangan yang malah berbalik memberi Aruna satu kantong penuh sayuran.     

Aruna sempat mengangkat kantong sayuran tersebut ke atas, menunjukkannya pada Herry yang berdiri di antara tuan dan nonanya.     

Ajudan tersebut memasang wajah yang masam sama seperti Mahendra, membuat Aruna merasa canggung dengan dua pria yang terlihat merajuk tersebut.     

Perempuan dengan kantong sayur tersebut melirik lelaki bermata biru, dan mendapati lengan suaminya memerah -bekas cubitan ganas bin gemas dari para ibu-ibu-.     

"Em, apa yang terjadi?" pura-pura bodoh adalah upaya yang paling ampuh di tengah-tengah kondisi canggung tersebut.      

Herry tidak membalas apapun, dia menyerahkan handphonenya yang menampilkan layar sebuah video. Ketika tangan mungil Aruna menyentuh lantas mengamati rekaman tersebut, sebuah narasi kocak membuat netra coklatnya membulat lebar.     

'Aduh, aduh, sweet banget deh! Hai bala-bala rontokan ciki, mimin berhasil membidik ke-uwu-an Mas CEO ganteng yang kemarin sempat kebocoran video perceraiannya, bahkan sampai dikabarkan akan menikah sama sekretarisnya. Hari ini, semua terbantahkan guys, bla bla bla…'     

Panjang lebar akun sosial media tersebut berpetuah, dan paragraf terakhir yang tertera pada akun berlambang bibir dengan lipstik merah tajam tersebut berupa pesan penutup yang tergolong absurd, 'Tolong kondisikan jantung anda! Serangan jantung, termasuk diabetes, ditanggung penonton sendiri ya, bala-bala mimin'.     

Aruna masih sempat menggaruk sudut lehernya -yang tak gatal-, ketika video slide pertama hanya berupa punggung pria yang terlihat sibuk merapikan posisi tidur perempuan yang tertutupi oleh punggung lebar seorang lelaki -posisi membelakangi kamera-.     

Ketika jari mungilnya menggeser slide kedua, perempuan tersebut baru tersadar. Mahendra tertangkap merapikan tidurnya, mengoleskan minyak aroma terapi hangat pada lengan, dan kakinya dikala dia tidur terlelap.     

Lelaki bermata biru terlihat tak menyadari kegiatan anehnya di abadikan oleh seseorang, apalagi dirinya yang tertidur. Aruna -pun masih ingat kala dia sempat menegur suaminya, mengatakan untuk tidak melakukan hal-hal gilanya di tempat umum.     

Entah siapa pelaku perekam video tersebut, akan tetapi ibu-ibu pemberi sayuran itu pasti mencubit Hendra karena terdorong rasa sangat gemas. Bekasnya -pun masih terpampang nyata di permukaan lengan lelaki yang tengah menekuk bibirnya.     

Keadaan canggung dan saling diam belum mau beranjak dari ketiganya. Antara mau memulai percakapan ataupun meminta maaf, Aruna masih belum mengerti siapa yang sejujurnya bersalah disini.     

Ketenangan tersebut pecah ketika -secara tak terduga- dengan entengnya Mahendra mendorong tubuh Herry menggunakan kekuatan penuh ke badan jalan, tepat ketika sebuah jeep hitam melesat. Membuat kendaraan tersebut berdecit hebat, berupaya keras menghentikan lajunya.     

"Hai!!" suara Aruna yang syok dengan tindakan tersebut, "Bukan begitu cara meminta tumpangan yang benar!!" dia meneriaki suaminya sendiri.     

Unik bin aneh, Mahendra dengan percaya diri berjalan mengitari jeep hitam dari arah depan. Gerakan tangan menggebrak kaca jendela mobil yang berada di sisi supir -oleh lelaki bermata biru-, tertangkap mata. Jelas, pria tersebut terindikasi merampok kendaraan orang lain.     

Aruna berjalan mendekati Mahendra. Suaminya boleh saja frustasi karena mereka terdampar di hamparan pegunungan tanpa ada mobil untuk melanjutkan perjalanan, akan tetapi bukan begini cara yang benar dalam menyelesaikan masalah. Sungguh, sebuah tindakan yang tidak mulia.     

Disaat perempuan mungil tersebut sudah memukul lengan kekar suaminya, ternyata pria yang keluar dari pintu pengemudi mobil jeep -warna hitam tersebut-, tak lain dan tak bukan adalah seseorang yang sering Aruna lihat.      

"Mengapa kamu tidak menolong kami?, cuma jadi penguntit saja!! KELUAR!" gertak Mahendra, dan Aruna spontan memasang wajah tercengang –tak habis pikir dengan apa yang ia lihat.      

.     

.     

Setengah jam jeep berjalan, kabut perlahan turun. Pinus-pinus dengan daun hijau tua dan coklat meranggas -ketika sudah jatuh-, berubah menjadi keabu-abuan. Jalan menuju padang savana luas yang sudah dinanti mulai menyempit dan kian berliku, membuat nyala lampu mobil jadi teman perjalanan mereka.     

Kala jeep hitam menanjak ke atas, udara semakin dingin. Percakapan hangat di dalam mobil yang membawa empat penumpang -pun, ikut mendingin.     

Obrolan santai terkait kecerobohan Herry, atau video viral yang menjadikan saham DM group mendadak di atas angin, -sebab sebelumnya dirumorkan Mahendra menghilang dari sepak terjangnya di dunia bisnis-, tak terdengar sama sekali.      

Di dalam negara yang memiliki budaya berisik di media sosial, kadangkala hal-hal yang viral sangat berpengaruh, bahkan mampu merubah banyak keadaan.     

.      

.      

Hening, hanya deru mobil yang menemani perjalanan mereka. Mata biru itu sesekali melirik dari kursi pengemudi, memandang awas keadaan sekitar. Terlebih pada si penguntit yang duduk di bangku belakang.      

"Sayang, rapikan jaketnya," ungkapan khawatir berbuah anggukan.     

"Hendra, apa perusahan DM group dan rumah induk sedang membutuhkanmu?" entah mengapa kalimat tanya tidak nyambung ini keluar dari bibir Aruna. Mungkin saja disebabkan oleh obrolan mereka sebelumnya, atau kehadiran si penguntit tersebut     

"Kau sendiri yang mengatakan, nikmati perjalanan kita dan jangan pikirkan apapun," suara Mahendra menanggapi.     

Aruna menatap Mahendra, dan dibalas dengan tatapan yang sama -sekilas, sebelum kembali fokus pada kemudi-. Tangan pria itu bergerak mengelus perut sang istri, "Yang terpenting kalian berdua dalam keadaan baik dan berada di dekatku, tidak ada yang lebih penting dari itu,".     

Jeep terus melaju, menit demi menit telah berlalu. Goncangan jalan yang tak lagi beraspal sempat menjadikan penghuni mobil khawatir.     

"Tuan, biar saya gantikan," suara Herry menyapa dari arah belakang.     

Pernyataan ajudan tersebut terabaikan. Bagaimana tidak? Pada detik ini, netra biru si pengemudi menangkap hamparan savana yang membentang luas ada di hadapannya. Panorama yang tersaji lebih indah dari lukisan para maestro.     

Jalanan yang tadi bergelombang berubah jadi datar dan sangat rata. Tumbuhan-tumbuhan yang menghijau berpadu dengan pasir abu-abu padat adalah perpaduan yang sempurna.     

Pada musim hujan seperti ini, pasir yang biasa berdebu menjadi padat membuat mobil jenis apapun -termasuk jeep yang mereka tumpangi- seolah diijinkan melaju dan bergerak ke segala arah tanpa batas.     

Bentangan alam yang mengesankan tersebut mendorong seorang pria melompat di kala jeep masih melaju. Dia tertawa, lepas, dan bebas.     

Mahendra -lah yang melompat keluar, membiarkan jeep melaju tanpa pengemudi.     

Dia yang berlari memburu mobil yang bergerak, jemarinya berhasil mengetuk pintu jeep, "Ayo, Herry!" tangannya bergerak meminta ajudannya keluar.     

Alhasil, ketiga pria tersebut melompat dari dalam jeep. Mereka berlarian seperti sekelompok anak-anak yang tengah bermain kejar-kejaran.     

Mobil masih melaju tanpa pengemudi, menyisakan ibu hamil yang ikut tertawa riang mengamati kegirangan mereka.     

Kegiatan mereka bukan suatu kemustahilan. Hamparan savana yang didominasi pasir basah ini sangat lapang membuat para pelari tersebut kian bersemangat. Salah satu dari mereka sudah berhasil duduk di atas kap mobil bagian depan, dan kemudian diikuti yang lainnya.     

Ketiganya berseru kegirangan.     

"Menguntit my adventure!" suara Herry yang meneriakkan slogan konyol.     

Detik berikutnya ajudan junior tersebut mendapatkan timpukan di kepala oleh seniornya yang merasa tersindir, -Raka, sampai beberapa menit yang lalu juga seorang penguntit-     

"Menguntit my adventure, and get a wife," Mahendra membuat pengakuan dengan suara nyaring tak ada malu-malunya.     

Dua pria yang duduk di atas kap mobil -bersama dengan tuan muda mereka-, tak tahan untuk menertawakannya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.