Ciuman Pertama Aruna

III-290. Taksonomi



III-290. Taksonomi

0Aruna berjalan cepat mendekati mobil yang dibawa Herry, membuka pintunya dengan gerakan tegas kemudian bergegas masuk, dan tak disangka perempuan ini membanting pintu hingga Mahendra hampir saja menabrak pintu tersebut.     

Mahendra mengetuk kaca jendela, berharap Aruna berkenan membuka pintu mobil untuknya. Akan tetapi bukannya diizinkan terbuka, perempuan tersebut malah mengaitkan tangannya pada tuas pintu bagian dalam, sehingga lelaki bermata biru terpaksa mengurungkan niatnya duduk di kursi belakang.      

Bersama dengan laju mobil keluar dari kebun Raya, Mahendra duduk di kursi penumpang bagian depan -dekat dengan ajudannya. Lelaki tersebut tak henti-hentinya menoleh kebelakang -berusaha memprediksi, apakah istrinya yang murah hati tersebut berkenan meredakan gemuruh dadanya.      

Sang suami yang mendapatkan ekspresi cuek dari istrinya, mencoba mengalihkan suasana hati perempuan yang akhir-akhir ini suka sekali menekuk bibirnya.      

Sayangnya, segala cara yang lelaki itu perbuat tak membuahkan hasil. Bahkan musik yang ia sajikan -pun, tidak dipedulikan sama sekali. Guyonan yang sama sekali tak lucu dari tuan dan ajudannya kian menjadikan perempuan itu bergeming, menatap jalanan di luar sana dengan ekspresi datar.     

"Penamaan tumbuhan yang terdengar begitu sulit, sebenarnya bagian dari menyelaraskan sudut pandang semua orang yang berasal dari berbagai wilayah di muka bumi ini" Suara Mahendra mengawali monolog panjang dalam keheningan.      

"Kalau kamu pernah mendengar cabang ilmu biologi, taksonomi [1]. Nah' dari situ para ilmuwan, mahasiswa, atau peneliti yang tersebar di seluruh muka bumi bisa mengenali hewan dan tumbuhan melalui riwayat klasifikasi penamaannya. Mereka juga dapat mengenali, menuliskan, dan membicarakan satu jenis spesies serupa secara detail, sebab telah diciptakan metode penamaan internasional yakni binomial nomenklatur artinya tata nama ganda," lelaki bermata biru mengakhiri dengan menoleh, memandang wajah perempuan di bangku belakang.      

"Herry, apa kamu mengerti orang itu bicara apa?" perempuan yang sedang marah, kenyataannya masih menaruh ketertarikan. Aruna mendengarkan ucapan suaminya, walaupun pada akhirnya ia tetaplah tak mengerti istilah-istilah yang di      

sampaikan lelaki bermata biru.      

"Maaf, tuan. Saya tidak tahu, nona," Herry tersenyum, menoleh pada tuan yang duduk di sampingnya, mengurai maaf.      

"Huuh," pria tersebut menghela nafas.     

Detik berikutnya Aruna berujar, "Sebenarnya, aku tidak marah karena binomonomial itu,"     

"Binomial nomenklatur," Hendra membenarkan.     

"Ya, itu. Apa -lah itu," Aruna pada akhirnya berkenan mengarahkan pandangannya pada suaminya, dan mereka bertemu mata.      

"Lalu?" pria tersebut mengumbar senyum manis mencoba membujuk istrinya supaya lekas tersenyum atau minimal mengijinkannya duduk di bangku belakang, berdekatan.      

"Aku marah karena kamu suka meremehkanku!!" Aruna meninggikan volume suaranya.      

"Coba diingat-ingat, di bagian mana aku meremehkanmu??" Mahendra malah menjawab dengan pertanyaan.      

Di balik pertanyaan tersebut ada kaki bergerak, dan tangan Herry yang dengan diam-diam menyenggol tangan tuannya. Sangat hati-hati supaya tidak diketahui nonanya.      

Hendra lekas menangkap mata Herry ketika dia kembali mendapatkan amukan perempuan hamil, "Kau tadi mengatakan, Surat Ajaib ku cuma UKM mainan! Aku tahu tempat impianku cuma butiran partikel dibandingkan perusahaanmu!!"      

"Herry, apa salahnya aku berkata jujur?" Hendra malah bertanya pada ajudannya, tak paham kode senggolan tangan yang diupayakan dengan sangat hati-hati oleh pemuda tersebut.      

"Tuan, bukan -kah tujuan anda supaya nona tak marah? Cobalah untuk, em' sesekali menjadi bintang laut setia kawan," maksud Herry pura-pura bodoh tak masalah asal istrinya senang.      

"Hais' kenapa jadi begini, sih?!" Hendra mengeluh pada akhirnya, perempuan di kursi belakang sudah berkaca-kaca. Adegan ini terasa menggelisahkan bagi Herry, walaupun cenderung konyol ketika dipikirkan.      

Bagaimana bisa sepasang suami istri bertengkar hanya karena celetukan-celetukan yang sejujurnya sepele.      

"Herry! Aku mau makan! Turunkan aku di sini!" perintah Aruna sambil menghapus air matanya, sedangkan lelaki bermata biru tampak mengurut pelipisnya karena pertengkaran kosong tersebut.      

Dia baru benar-benar memperhatikan sekitar ketika mobil jeep tersebut terparkir, "Jangan turun!" Mahendra memekik tiba-tiba.      

Rumah makan kaki lima pinggir jalan adalah tempat meresahkan dan mustahil bisa mengisi perut tuan muda. Ketika Mahendra menoleh pada istrinya dan berniat mengusung ancaman, pria tersebut malah mendapatkan juluran lidah.      

Dia diabaikan, sepertinya tindakan yang diusung istrinya adalah bagian dari balas dendam.      

"Hehee, tuan, maaf" Herry mengangkat bahunya pasrah.      

Sudah dapat diduga, pria berparas Jawa-England tersebut tak hentinya diperhatikan pemilik warung sederhana dan para pelanggannya.     

Sama seperti pemilik warung, Hendra pun memperhatikan hal-hal aneh di sekitarnya. Lelaki tersebut beberapa kali kedapatan memejamkan mata sejenak kala matanya menangkap benda yang membuatnya tidak nyaman.      

Istrinya dengan begitu rakus memamerkan kemampuan makan ikan pari pedas dan sambal merah yang bertaburan di piringnya, bahkan Herry juga tampak sama lahapnya. Sedangkan lelaki bermata biru sekedar menelan salivanya.     

Mahendra memilih menjadi patung hidup yang mengamati dua orang makan dengan ekspresi tersiksa, dia dengan sangat tegas memutuskan tidak menyantap apa pun di tempat aneh versi tuan muda Djoyodiningrat.      

"Makan saja, sayang" ujar Aruna memasukan sepotong ikan pari berkuah kental yang baunya begitu menggiurkan.      

"Tidak! Ini bukan makananku!" tegas Mahendra, memalingkan wajah.     

Disisi lain, di bawah meja, sang ajudan mencoba menyenggol dengan sangat hati-hati ujung sepatu tuannya. Herry berbicara dengan mimik wajahnya ketika Mahendra memperhatikan dirinya.     

Tiap kali nonanya tertangkap sibuk menikmati makanan, ajudan tersebut menciptakan gerakan mulut mirip ikan koi, 'Rayu, rayu nona, mumpung dia senang,'      

Dengan gerakan yang sama, anehnya lelaki bermata biru tersebut mengangguk-angguk.      

Herry tersenyum puas, idenya dimengerti Mahendra.      

"Em' kamu tahu, sayang. Em' mengapa berat sebuah benda dinyatakan dalam satuan kilogram atau-" suara Mahendra memulai aksinya, mengangkat gelas berisikan teh manis milik istrinya.      

"Aduuuh," lirih Herry merasa kacau sendiri, mengapa tuannya masih saja menggunakan teori-teori aneh ketika merayu istrinya.     

Ajudan tersebut merasa ingin membaca satu saja paragraf novel buatan Benteng Terbaik, kemudian di tunjukkan kepada pria yang tak memiliki kosakata indah tersebut.      

Kepala Herry detik ini berdenyut hebat, dari mana sinkronisasi antara gelas berisi teh manis yang beratnya bisa dinyatakan dalam satuan kilogram dengan rayuan?.     

Pemuda tersebut merasa ingin membanting piring di hadapannya. Ia meletakkan sendok dan garpu di telapak tangannya, mendadak tak berselera makan. Mendengarkan rayuan payah bin unik tuan muda yang kabarnya terlewat cerdas sampai-sampai otak manusia seperti ajudan tersebut tak dapat menggapainya.      

Bukan salah nonanya kalau pada akhirnya perempuan tersebut semakin marah.     

.     

.     

"Em' kamu tahu, sayang. Em' mengapa berat sebuah benda dinyatakan dalam satuan kilogram? Atau suhu udara dinyatakan dalam satuan kelvin atau celcius, Fahrenheit, Reamur?"     

Perempuan yang tengah makan menghentikan telapak tangan kanan berlumur makanan dan menoleh pada suaminya.      

Sang pria lekas tersenyum bangga dapat mencuri perhatian istrinya. Dia meletakkan gelas berisikan es teh manis dengan semangat.      

"Jadi begini...     

[1] Taksonomi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari prinsip dan cara pengklarifikasian(pengelompokan) makhluk hidup.Ilmu ini diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus yang lebih dikenal sebagai bapak taksonomi​.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.