Ciuman Pertama Aruna

III-287. Sebuah Tempat Di Lereng Bukit



III-287. Sebuah Tempat Di Lereng Bukit

0Herry tidak tahu bagaimana jadinya mereka, ketika ajudan tersebut diminta mengarahkan jeep menuju pintu keluar (lobi) terminal Purabaya. Pria yang usai memerankan adegan menggelikan tersebut sudah dipapah istrinya.      

Keduanya perlahan-lahan mendekati mobil jeep yang di kendarai Herry. Terlihat jelas pada pelataran lobi terminal, tangan besar tersebut menggantung pada punggung mungil dengan rona wajah dipenuhi kekhawatiran.      

_Keterlaluan_ Herry bergumam.     

Tak butuh waktu lama, salah satu dari sepasang suami istri tersebut mengetuk jendela mobil. Herry lekas menuruni kendaraan roda empat tersebut sambil tersenyum ramah menyapa perempuan mungil yang diapit lengan suaminya.     

Bola mata perempuan yang biasanya berbinar seketika memicing, alisnya menyatu. Dia bukan lagi berprasangka, perempuan mungil tersebut sudah menemukan jawaban dari kejadian yang telah menimpa suaminya.      

Aruna kesal bukan main. Menghembuskan nafas kasar seraya membuang begitu saja lengan Mahendra. Kaki kecilnya bahkan berani menendang bagian di atas pergelangan kali yang menjadi alasan palsu suaminya -pura-pura terkilir-.      

"Kau sangat menyebalkan!" gertakan yang sebenarnya tak menakutkan. Akan tetapi tertangkap jelas pria di hadapan sang nona mengangkat betisnya, menggosok bekas tendangan kaki mungil tersebut sambil mengaduh.      

"Hais kamu ini!!" Aruna terlihat mengepalkan tangannya, dan tuan muda tersebut meringis jahil.      

"Kau juga!" dia menghembuskan nafas -lagi-, lambang 'tak habis pikir', "Bagaimana bisa kamu berada di tempat ini?" dia yang bicara kepada ajudan suaminya tengah memegang pelipisnya. Kepalanya pening seketika selepas dibohongi telak oleh suaminya sendiri.      

"Sudah, jangan marah. Ayo, berangkat," lelaki bermata biru mengalihkan pembicaran. Tangannya bergerak merengkuh tubuh mungil yang menawarkan ekspresi jengkel.      

Tampaknya Aruna masih marah, perempuan tersebut melepas rengkuhan dan malah bersedekap tangan.      

"Percuma marah, busnya sudah berangkat!" ujar Mahendra menepuk badan jeep. Membuka pintu, menggerakkan dagunya dan memilih masuk ke dalam kendaraan roda empat tersebut terlebih dahulu.      

Dua menit berlalu sampai mobil yang di belakang memencet klakson, yang -mau tak mau- mengharuskan Aruna mengikuti kehendak suaminya.      

***     

"Cik Sima??" menggali ingatan, dan gagal, "Aduh!! Kenapa dengan Cik Sima tadi??" dia yang mengulang-ulang pesan penting -sebuah pesan yang wajib di ingat kuat-kuat-, malah terdapati menggaruk kepalanya. Kepala Vian tidak gatal, hanya saja dia melupakan beberapa kata yang diujarkan Thomas.     

Pria bermata sendu tersebut cukup lelah, ia membiarkan tubuhnya yang masih terbungkus sempurna oleh baju kerja lengkap dengan sepatu, melemparkan diri di atas kasur empuk berwarna hitam lalu memejamkan matanya.      

Sempat hilang dibawa kantuk, lelaki tersebut terbangun kembali. Vian melupakan sesuatu yang penting. Ia mengangkat tubuhnya kemudian duduk bergeming cukup lama, dan tiba-tiba mengacak rambutnya.      

"Ah', sial! Sia!" pria tersebut menyeret tubuh yang terjaga semalaman menuju kamar mandi, berniat menyegarkan tubuhnya lalu kembali memeriksa investigasi.     

Harusnya kala mendatangi rumah Kihrani tadi, Vian menjalankan tugas utamanya. Bertanya kepada gadis yang baru diangkat menjadi ajudan tersebut, apakah kihrani sudah bertemu senior-seniornya yang lain sebelum pulang kerja. Minimal satu di antara tiga ajudan perempuan selain Susi.      

Vian cukup mudah menemukan tanda-tanda kerja sama epik sekelompok orang yang dengan sengaja menyingkirkan Nana.      

Andos jelas duduk di depan ruang perawatan Diana, pintu terkunci rapat dan sang dokter sudah membuat pernyataan tertidur di dalam bersama si pasien, sebab ada yang dengan sengaja memasukan obat tidur di dalam minumannya.      

Tentu saja Vian tahu yang memasukan obat tidur ke dalam mulut sang dokter adalah dirinya sendiri. Orang-orang dengan hati bersih memang terkesan polos.     

Bagaimana bisa dia masih menyisakan gelas berisikan air setengah bagian, di atas mejanya? Bahkan bekas pembungkus obat tersebut terpampang nyata di dekatnya.     

Selain itu, satu-satunya jalan keluar adalah jendela. Di bawah lubang ventilasi tersebut adalah jalan keluar yang masih menyisakan jejak kaki sepatu perempuan.     

CCTV di jam-jam tersebut menangkap ambulans klinik Diana keluar, padahal tak tertera dalam pencatatan mobil tersebut harus mengantar atau menjemput pasien.     

Sekelompok ajudan perempuan Djoyodiningrat terkenal lihai beladiri, sayang sekali mereka perlu belajar pada Anna untuk menjalankan serangkaian tindakan kejahatan -penculikan- supaya narasi yang mereka rangakaian kian rapi.     

.     

.     

Kamar Maskulin Bergaya Evoking, di dominasi warna hitam dengan mengusung konsep semi industrial menjadi bagian gaya hidup Vian. Pria dengan kantong mata yang menghitam baru keluar dari kamar mandi. Celana putih selutut menjadi satu-satunya benda yang membungkusnya.      

Dia yang telah sampai pada meja tak jauh dari ranjang tidurnya, terdapati menggeser kursi dan duduk di depan laptop hitam yang kini perlahan-lahan dibuka.      

Sembari menunggu benda di hadapannya menyala, Vian meraih handphonenya dan lekas memencet tombol panggilan dengan nomor tujuan Bomb.     

Dari aplikasi chatting yang ia manfaatkan, mode panggilan menawarkan profil foto yang tersaji memenuhi layar bertepatan dengan laptop di hadapannya yang menyajikan wallpaper pada desktop.      

Pria tersebut mengangkat handphonenya dan menyandingkan gambar pada layar smartphone dengan wallpaper layar laptopnya.     

Mata sendu pria tersebut menangkap dua gambar seorang perempuan, sama-sama berambut hitam, lurus dan panjang. Kulit tubuhnya pun serupa, pucat seolah tak pernah tersentuh matahari.      

Ia meraba wallpaper desktopnya dengan tangan kiri dan tak lama kemudian handphonenya terlihat telah di genggam kuat-kuat menggunakan tangan kanan.      

***     

Mobil jeep tertangkap sudah meninggalkan Surabaya, akan tetapi sepasang suami istri di dalamnya belum berkenan untuk saling bertegur sapa.      

Sampai pada akhirnya perempuan di samping pria yang lebih banyak mengamati handphone dengan layar besar di atas pangkuan, mencetus permintaan kepada pengemudi mobil, "Karena menggunakan mobil pribadi, aku mau lewat jalur Malang, Batu, kemudian ke Bromo,"      

"Baik nona," Herry atau sang pengemudi, segera memenuhi permintaan istri tuanya.      

Dari kaca spion di atas kepalanya, Herry menyadari istri tuanya terlihat mengamati suaminya. Mulutnya ditekuk sempurna, sedangkan lelaki yang duduk tepat di belakang kursi pengemudi sepertinya sedang serius memperhatikan layar di bawah kendali jemarinya.      

"Kita sedang liburan, berhentilah bekerja!" suara Aruna melambangkan kekecewaan.      

"Apakah kamu, sudah selesai marahnya?" Jawaban Mahendra, mengalihkan pandangan dari smartphonenya.      

Perempuan hamil itu mengangguk sebagai jawaban.      

Tak lama kemudian lelaki tersebut segera mengabaikan benda yang tadinya begitu menyita perhatian.     

Mahendra mengamati wajah istrinya yang juga menatapnya, kemudian mata pria itu terlempar ke jendela di belakang punggung istrinya.      

Kesadarannya tersita, ia dibawa pergi oleh surel yang dikirim Vian.      

Bagaimana bisa, oma Sukma -tentu saja termasuk mommynya. Bekerja sama dengan dokter Diana menyingkirkan Anna?.      

Sejujurnya dia tahu, dimana tempat yang dituju. Salah satu klinik di lereng bukit kota Magelang. kemungkinan besar Anna berakhir pada sebuah klinik serupa dengan klinik Diana akan tetapi lebih eksklusif, klinik asri di lereng bukit yang didirikan sekelompok psikiater guna memberikan perawatan kepada dirinya kalab itu, saat ia masih kecil, dia yang dulu terdiam cukup lama pada akhirnya bisa kembali bicara.     

 Kini harusnya klinik tersebut telah menjelma menjadi tempat perawatan pasien gangguan jiwa yang kurang beruntung -di abaikan keluarganya- mereka yang tinggal di sana atau dalam tahap perawatan di pungut biaya semampunya. Pengelolaan tempat tersebut didukung penuh oleh charity.      

"Apa yang akan kamu lakukan ketika aku suatu saat nanti membuat sebuah keputusan, dan kau tak setuju?" Pertanyaan Mahendra begitu tiba-tiba, diluar konteks perjalanan mereka. Namun ekspresi wajahnya menuntut supaya perempuan di hadapan nya segera membuat jawaban.      

"Em. Aku akan....      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.