Ciuman Pertama Aruna

III-277. Bom Bom Kar



III-277. Bom Bom Kar

0Spontan Kihrani mengingat ibunya. Apakah layak seseorang menoleh kebelakang? Sebuah pertanyaan yang sederhana namun menguras hati dan pikiran.      

Andai Kihrani mau menoleh ke belakang mungkin keadaan ekonominya bisa lebih baik, sebab selepas lulus SMA dia pernah ditawari bekerja di resto ibunya. Tentu saja gadis tersebut akan mendapatkan tempat yang bagus, gaji yang tinggi, dan tunjangan dari ibunya yang layak untuk menghidupi seluruh adik-adiknya.      

Bukan kah ibu menikah lagi untuk menjamin masa depan dirinya dan adik-adiknya? Itu alasan yang pernah diucapkan pada Kihrani. Andai dia mau tentu saja dia bisa lulus kuliah dari tunjangan yang diberikan ibunya.      

Bahkan detik ini, masih dengan pembuka 'andai' dia mau menemui sang ibu, Kihrani masih bisa punya harapan untuk kuliah, sekolah Ricky dan Lala juga otomatis terjamin. Masalahnya apa? Kenapa? Mengapa dirinya memilih jalan berbeda.      

Apakah ini tentang sakit hati sebab pengkhianatan sang ibu? Atau ibanya pada ayah? Kihrani tak mengerti dan belum pernah menemukan kalimat apa pun yang bisa menjawab semuanya.      

Layakkah menoleh ke belakang?     

Gadis ini terdiam lama, sampai tidak menyadari ketika Tom mengetuk kaca jendela dan pada akhirnya membuka pintu mobil untuknya.      

"Aku tidak tahu," pada gerakannya menuruni mobil dia berucap.      

"Tidak tahu?" Tom lupa dengan pertanyaannya sendiri.      

"Apakah menoleh ke belakang dan menyambut masa lalu layak dilakukan," Suaranya seperti bergumam tapi cukup jelas di dengar Tom.      

Lelaki itu tersenyum mendengar kalimat Kihrani.     

Tom sempat berhenti sebelum keduanya memesan tiket masuk "Mari kita temukan" Dia yang bicara menatap taman bermain sepi. Sesaat ia mengedarkan pandangan dan kembali bersuara "Kau yakin tempat ini tidak tutup?"      

"Semua orang akan mengatakan itu ketika pertama kali datang di taman ini," suara Kihrani meyakinkan     

Tom mengangguk, melangkahkan kakinya menuju loket.      

"Selama tutup ada banner bertuliskan, 'Kami pasti buka kembali'," gadis yang mengiringi langkah Tom mengangkat tangannya, sebuah tanda bahwa benar tempat bermain ini buka.      

Seorang penunggu loket menyapa mereka. melalui celah di balik kaca, "Lihat, buka, kan?" Kihrani mengumbar senyum pada Tom     

.     

.     

Saat kaki dua orang anak manusia yang ber-raga dewasa akan tetapi kenyataannya menyimpan antusias yang sama cerianya dengan bocah sekolah dasar melihat hamparan mainan.      

Gadis yang memimpin penjelajahan berlari riang, menghambur memasuki area permainan. Diikuti lelaki yang sama berlarinya menembus udara dingin malam.     

Mungkin malam ini rasa kebebasan baru menyapa Tom setelah kian lama mendekam di ruang putih.      

Lelaki itu menaiki kuda-kuda berputar, mengikuti lincahnya gadis yang meloncat lebih dahulu.      

"Let it go, let it go. Can't hold it back anymore. Let it go, let it go…" gadis itu bernyanyi, lagu film animasi kesukaan adiknya, Lala. Adik perempuannya sering menyanyikan lagu tersebut ketika sedang bahagia.     

Kihrani lupa cara menjaga integritasnya di hadapan lelaki yang detik ini menertawakan dirinya dan malah ikut serta menyanyikan lagu yang sama.      

Tangannya berayun memegangi besi yang menjulur dari langit-langit Komedi putar, hal yang sama di ikuti Tom.     

Lelaki tersebut secara mengejutkan menampilkan ekspresi bebas lepas. Tom tak banyak bicara setelah kebebasannya, dia juga terlihat lebih berhati-hati. Jauh sekali dengan ekspresinya malam ini.     

Selepas bosan dengan komedi putar, seperti pengomando, Kihrani melompat dan berlari ketempat berbeda. Dia mengacungkan tangannya pada Bom Bom Kar yang sepi pengunjung. Dan kegilaan terjadi pada arena balap mobil tenaga listrik berukuran kecil tersebut.     

Mereka yang mengendarai mobil listrik masing-masing, saling berkejaran. Keduanya memacu kendaraan mini tersebut dengan kecepatan tinggi hingga rambut hitam itu mengayun hebat.      

Parahnya, Tom suka sekali menabrakkan mobil listriknya kepada gadis yang beberapa kali mendahuluinya. Kihrani tersentak berulang kali —bahkan hampir menabrakkan diri pada pembatas jalan. Kumpulan ban yang dia hantam membuat tubuhnya bergetar. Semua itu ulah lelaki yang tak tahu diri, menertawakannya.      

"Awas kau!!" gertak Kihrani mulai emosi, mengejar Bom Bom Kar Tom yang melesat meninggalkan mobilnya terjebak dalam tumpukan ban bekas -pembatas arena balap bom bom kar-     

.     

.     

Tanpa sadar keduanya sudah melewati banyak permainan. Semua kegilaan malam ini terhenti setelah Tom merasa perutnya mulas. Lelaki tersebut mual dan ingin memuntahkan isi perut. Dalam keadaan yang demikian memalukan, Kihrani tertawa lepas.      

Tom terlihat konyol, dia begitu khawatir ketika di hadapkan pada Wave Swinger, wahana yang cukup mainstream tapi selalu diminati.     

Kumpulan ayunan yang menggantung pada payung besar, di mana payung tersebut akan naik perlahan hingga mencapai batas tertinggi dan mampu membuat penumpangnya panik. Setelah berpadu dengan ketinggian, maka ayunan tersebut akan membuat putaran terus menerus dengan kecepatan tinggi.      

Tom takut sebab penampakan Wave Swinger di tempat bermain ini terlihat usang. Dia begitu khawatir dan tegang bukan main. Was-was kalau ayunan yang dia naiki terlepas dari pangkalnya.      

Rasa khawatirnya memuncak dan dia berteriak hebat di tengah-tengah perputaran berkecepatan tinggi. Walaupun Kihrani berada di ayunan berbeda, gadis tersebut bisa mendengar lengkingan suara Tom yang memecahkan kebekuan malam.      

Kepanikan tersebut masih berlanjut, sampai rasa mual di perutnya membuatnya ingin memuntahkan sesuatu.      

"Aku menyerah! Sudah, aku kalah saja," pasrah Tom, "Kamu pemenangnya," ia mengakui kekalahan mutlak dari pertaruhan ala anak kecil.      

Dengan sisa tawanya dia bersuara, "Oke. belikan aku permen kapas, makam malam dan itu.." Kihrani menarik kaos Tom. Gadis tersebut mengarahkan telunjuknya pada pusat pertunjukan yang berada di tengah-tengah wahana.      

"Apakah itu rumah hantu?" tanya Tom.      

"Bukan, lah!" tukas Kihrani dengan lekingan khasnya, "di dalam sana ada pentas teater dan seni tari yang estetik, entah apa istilahnya. Pokoknya menarik banget, kau harus melihatnya," lanjutnya menjelaskan, nada bicaranya terdengar serius.     

Gadis tersebut berjalan, memacu langkah kakinya menuju pusat pertunjukan. Tangannya masih berada di ujung kain pada lengan baju Tom. Kihrani tangkas menarik lelaki yang terlihat malas bergerak tersebut.      

***     

Salah seorang pengawal Gibran baru saja memberi tahukan tuannya bahwa benar di rumah sakit ini ada pasien bernama Syakila Eliana Baskoro.     

Si ajudan baru selesai mendapatkan penjelasan dari petugas yang berjaga di resepsionis Rumah sakit Salemba. Lelaki itu memandu langkah tuannya menuju kamar yang dimaksud. Informasi lain yang didapatkan, pasien tersebut korban kecelakaan dan masih dalam ruang isolasi khusus pada ICU.      

_Hah.. dugaanku benar_ Gibran tak henti-hentinya menghela nafas, berusaha menguatkan hatinya sendiri.     

Hanya sekilas saja dia lengah mengawasi gadis malang tersebut. Kemalangan atau mungkin kegilaannya dalam melihat dunia, membuatnya tampak mengenaskan bercampur menjengkelkan.      

Langkah kaki Gibran melambat, sebuah lorong yang tersaji di depan menampakkan sosok pemuda yang sangat erat dengan dirinya bahkan dia awasi dari jauh beberapa hari ini. Pemuda tersebut berdiri, mengamati kaca transparan yang tersaji di hadapannya.      

"Apa yang terjadi padanya?" pertanyaan Gibran tidak menjadikan pengamat kaca transparan yang didalamnya menyajikan tubuh terbaring dengan separuh wajah lebam dan tangan dililit perban.     

"Apakah aku harus menjelaskan sesuatu yang kakak sudah tahu??" keduanya mengumbar tatapan kosong.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.