Ciuman Pertama Aruna

III-276. Angkasa Meredup



III-276. Angkasa Meredup

0_aku takut syakila tak bersama Gesang, sehingga isi kepalaku menjadi rumit, meyakini dia telah melukai dirinya sendiri_ jawaban Gibran disimpan untuk dirinya.      

Mercedes Maybach S 560 berwarna abu-abu mengkilap tengah meluncur di jalanan. mobil tersebut berdesakan dengan lalu lintas malam kota metropolitan yang masih saja padat.      

Langit di angkasa sudah meredup, tanpa bintang, bahkan bulan pun tak sempurna di atas sana. Sabit kecil berwarna kuning yang terabaikan oleh hiruk pikuk masyarakat kota.      

Hitam dan redupnya langit malam ini serupa dengan raut wajah yang terlukis pada wajah lelaki yang duduk terdiam di dalam mobil maybach. Gibran termenung lama membuka handphone-nya. Dia mengamati kapan terakhir kali syakila mengirimkan pesan kepadanya.      

Dua hari yang lalu, dan selalu berupa jawaban singkat. 'Ya' atau 'tidak'. 'Terserah' atau 'ikut saja'.      

.     

"Tuan, saya mendapatkan kabar dari orang yang anda minta mengawasi tuan Gesang dari jauh," sopir yang juga ajudan Gibran, terlihat beberapa kali mencuri pandang CEO tarantula melalui cermin (spion) di atas alat kemudi Maybach.     

"Dia sudah pergi dari rumah sakit tersebut," imbuh ajudan Gibran.      

"Pergi dengan keluarga Djoyodiningrat?"      

"Ya," ujar ajudan tersebut terlihat menghentikan laju mobilnya di lampu merah, "Dan orang kita sempat melihat Syakila,"      

"Di mana?" Gibran menanggalkan handphonenya.      

"Dia beberapa kali datang ke ruang rawat Adik anda, -tuan. Em.. kabarnya selalu ditolak,"      

"Kapan orang kita terakhir kali melihat Syakila, apa aku bisa menghubunginya?" suara Gibran terdengar serius memburu informasi. Dia berharap bisa menghubungi orang yang bertugas mengawasi gesang selama ini.      

"Saya lanjutkan dulu tuan," ucap anak buah Gibran yang kalimatnya sempat terhenti sebab pertanyaan Gibran. "Sayangnya orang kita, memilih mengikuti perginya tuan muda Gesang, jadi dia tidak tahu ke mana nona syakilla, orang kita lebih fokus mengikuti mobil yang membawa tuan muda Gesang menuju rumah keluarga Djayadiningrat,"      

"Tanya apa adanya di mana terakhir dia melihat Syakila?" Pertanyaan Gibran fokus kepada syakila, bagaimana tidak, jarum jam sudah menunjukkan larut malam. Shakila belum pulang ke rumah keluarganya, tidak ada kabar sama sekali. Dan sepertinya keluarga Baskoro bakal mencari gadis tersebut saat benar-benar terlihat telah hilang.      

"Prediksi saya, kalau dihubungkan pada kronologi yang diceritakan orang kita, terakhir kali nona terlihat, di pagi hari, di depan kamar adik anda,"      

"Huuh," Gibran menghembuskan nafas lelahnya, lelaki ini setiap saat disibukkan dengan pekerjaan, sayangnya di jam istirahatnya pun dia harus mencari tunangannya. Tapi sebenarnya bukan itu yang membuat pria ini lelah, keadaan pelik antara dia dan tunangannya lah yang menjadikan tenaganya terkuras. dirinya harus ekstra dalam menjaga hati dan fisik gadis tersebut.     

Syakila, si gadis malang yang membuatnya tak bisa mengabaikannya lagi. Si kurus yang tidak pernah dipedulikan keluarganya sendiri, Kecuali setelah dia dijadikan tunangan Gibran.     

Dan siapapun tahu, pertunangan serta Rencana pernikahan keduanya sekedar pernikahan bisnis. Selama ini syakila, putri Baskoro yang bahkan tak pernah dilihat di keluarganya. Anak yang dulunya tinggal di rumah berbeda berdua saja bersama ibunya dan baru bergabung dengan keluarga Baskoro sebab keterpaksaan tak lagi punya siapa-siapa.      

Syakila datang sebagai anak dari istri simpanan setelah ibunya meninggal. Jelas sekali seperti apa kebencian anggota keluarga lain.      

Gibran telah menyelidiki ini, dia bahkan mengerti kenapa Gesang begitu berarti, mereka berdua berpacaran semenjak sekolah menengah atas dan menghabiskan banyak waktu bersenang-senang berdua.      

Sampai pada akhirnya Gibran tahu mengapa adiknya sering sekali kena marah disebabkan pulang telat di masa SMA-nya, termasuk ayah yang pada akhirnya mengirimnya keluar negeri.      

Yang tidak diketahui Gibran, ayahnya mengirim adiknya keluar negeri bukan sekedar untuk kuliah, dia benar-benar diminta pergi untuk selama-lamanya dari keluarga Diningrat.      

Serupa dengan kondisi Syakila, Gesang simbol aib ayah Rio, semua tahu itu.     

Maka dari itu ketika dia kembali ke negara ini untuk pulang setelah menyelesaikan studinya. Gesang yang malah di hajar orang-orang ayahnya sebab melanggar perintah Rio.      

Dendam oleh rasa sakitnya, membuatnya melakukan hal gila, dia pergi ke tempat paling mustahil. Yaitu ke hadapan musuh abadi keluarganya sendiri. Dan sebenarnya masih punya ikatan saudara.      

"Ke mana kita akan pergi Tuan,"     

ajudan Gibran terlihat ragu.      

Bruuum Brum.. tin tin..      

Mobil di belakang Mercedes Maybach S 560 berwarna abu-abu meminta jalan. Giliran baru bergerak beberapa detik meninggalkan lampu lalu lintas -pemberhentian lampu merah-, mobil yang berada di belakang tiba-tiba menyerobot jalan dengan beraninya. Sehingga Maybach CEO Tarantula berdecit hebat di tengah-tengah persimpangan jalan. Rem mobil ditekan kuat-kuat. Gesekan ban mobil dengan aspal terjadi.      

Sedangkan, mobil sialan tersebut melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan Maybach yang hampir saja menghadapi kecelakaan.      

"Tetap menuju tempat, terakhir kali syakila terlihat," Gibran membangunkan ajudan yang masih diliputi rasa kesal.      

.     

.     

Baru saja Maybach sampai di rumah sakit, lagi-lagi ajudannya mengumpat. Sebuah mobil terparkir sembarangan di pojok pelataran depan lobi rumah sakit yang biasanya digunakan untuk menurunkan penumpang sebelum mobil dibawa ke tempat parkir.      

Gibran keluar dari mobilnya, dia menunggu ajudannya, ajudan gibran meminta waktu memarkirkan mobil mereka. Gibran tanpa sadar mengarahkan pandangannya pada mobil yang membuat ajudannya kesal.      

Ternyata benar, itu mobil yang tadi hampir membuat Maybach oleng.      

Di saat Gibran memasuki lobi utama Rumah Sakit. Ia melihat seorang laki-laki berlari, melintasi dirinya, kemudian pintu yang bergerak membuka menutup otomatis meloloskan seseorang keluar dari pintu.      

Ternyata orang tersebut menuju mobil yang terparkir sembarangan, -mobil yang membuat ajudannya kesal-.      

Gibran menghentikan langkahnya, memfokuskan diri pada pengamatan.      

.     

"Syakila ada di rumah sakit ini." Ujar Gibran pada ajudannya, "tanyakan keberadaan pasien atas nama Syakila Eliana Baskoro,"      

Wajah ajudan Gibran mengerut, dari mana tuannya yakin tunangannya menjadi pasien di rumah sakit ini.      

Kerutan wajah itu dibalas oleh Gibran dengan kalimat sederhana yang dimengerti keduanya: "Aku masih melihat orang Mahendra di rumah sakit ini,"     

Pemuda yang menyingkirkan mobil -terparkir sembarangan-, disadari dari Gibran sebagai anak buah Mahendra, pemuda tersebut sempat ditemui di ruang perawatan Gesang. Tidak mungkin anak buah Mahendra masih berada di rumah sakit ini, padahal Gesang dinyatakan telah pulih.      

***     

"Apakah kamu punya rekomendasi sebuah tempat yang membuat dirimu merasa tenang sekaligus bahagia?" Pengemudi mobil yang membawa gadis berambut hitam panjang -duduk di kursi penumpang bagian depan- menoleh mempertanyakan sesuatu secara tiba-tiba.      

Gadis tersebut nampak tengah berfikir, matanya mengembara. Kemudian ia menjentikkan tangannya, bunyi kecil terbang menyapa lawan bicaranya. Bunyi dari penekanan jempol dengan jari tengah dan telunjuk, sempat menggugah semangat sopir yang perawakannya lebih pantas sebagai pemilik mobil dari pada sekedar supir biasa.      

"Waktu aku kecil, aku sering mendatangi sebuah taman bermain. taman bermain itu spesial, Sebab harga tiketnya murah sekali, dan sering banget diskon separuh harga. Saat aku dan adik-adikku sedang sedih, kami datang ke taman bermain tersebut dan baru pulang ketika tempat itu dinyatakan tutup.      

"Jadi kamu dan adik-adikmu bermain seharian?"      

Gadis yang mendapatkan pertanyaan, mengangguk-angguk mengiyakan.      

"Bagaimana kalau kita ke sana?" Tawar si pengemudi mobil.      

"Ah' tepat sekali, sebenarnya Aku ingin kesana.. taman bermain itu pernah tutup beberapa tahun, dan baru saja buka lagi," ujar pemilik rambut hitam panjang, Kihrani bersemangat.      

"Tapi ngomong-ngomong kenapa kamu tiba-tiba saja ingin mencari tempat yang bisa mendapatkan bahagia?"      

"Apa salahnya mencari kebahagiaan??" Tom membalas pertanyaan Kihrani yang sedang serius, sambil tersenyum ringan.      

Kemudian Hening.      

Kihrani memili berhenti berucap tatkala Tom tertangkap menutup interaksi mereka.      

"Kemana arahnya?"      

"Selepas lampu merah belok kanan," sang penumpang memberi arahan. Sempat melirik pria yang pembawaannya cenderung tenang. "Apa terjadi sesuatu padamu?"      

Spontan Tom menatap kihrani, gadis tersebut lekas mengalihkan pandangan matanya ke arah jalanan.      

"Bukankah kamu yang menghadapi hari berat?" Tom mengulangi hal yang sama, pertanyaan Khairani dijawab dengan pertanyaan lain.      

"Oh' hari pertamaku kerja? Lumayan.. Tapi itu bukan hari berat pertama yang aku hadapi. tenang saja, aku lebih kuat dari yang kamu bayangkan," celetuk kihrani.      

"Ya, aku percaya," lagi-lagi senyum datar Tom terlihat.      

"Kalau kamu tahu, artinya pergi ke tempat yang mendatangkan kebahagian," kedua tangan Kirani sempat diangkat kemudian masing-masing jari telunjuk dan jari tengah nya bergerak, menciptakan tanda petik, "bukan untukku,"      

"Ya, aku mengaku," sedikit sekali kalimat yang terucap dari bibir Tom.      

Sempat hening, sebelum akhirnya Kirani menyodorkan handphone yang berisikan Google map, diletakkan pada tempat yang bisa ditangkap Indera penglihatan Tom.      

"Apakah menurutmu menoleh kebelakang dan mengais masa lalu. layak dilakukan oleh seseorang yang kecewa dengan masa lalunya?" Kali Ini pertanyaan Tom terdengar serius.      

Spontan Kihrani mengingat ibunya. Apakah layak ...      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.