Ciuman Pertama Aruna

IV-73. Ruang Tahanan



IV-73. Ruang Tahanan

0Dia berlari melewati lorong demi lorong rumah induk selepas salah satu asisten rumah dengan pita hitam di lehernya mengabarkan mobil suaminya telah datang melintasi gerbang.     

Anehnya laki yang ditunggu-tunggu tidak kunjung keluar dari mobilnya. Aruna masih berdiri di sana mengharapkan suaminya lekas menyapanya. Akan tetapi mobil itu melaju lagi, sepertinya menuju garasi dan memilih memarkir mobil terlebih dahulu sebelum memutuskan berjumpa dengannya.     

Dan hal tersebut bukan kebiasaan anggota keluarga Djoyodiningrat. Setiap anggota keluarga turun tepat di depan pintu utama rumah induk. Tak ada satu pun yang memilih keluar di tempat parkir mobil.     

Mahendra membuat istrinya menaruh curiga dan perempuan tersebut tak bisa menyurutkan rasa penasaran, hatinya bergejolak dan bertanya-tanya. mulutnya masih terantup sempurna ketika pria itu menghampiri dari arah belakang.     

Ia Memeluk tubuh Aruna dan menandai sudut lehernya dengan ciuman yang hangat.     

"huuh.. harum sekali dan aku merindukanmu," pria itu berbisik manja, tepat di daun telinga.     

"apa yang terjadi? Sampai kamu memilih mengabaikanku? Aku tahu kamu melihatku berdiri di pintu utama, aku menunggumu turun," bukannya menjawab Mahendra malah tersenyum. Perlahan-lahan menarik tubuh istrinya dan membawanya menuju kamar mereka.     

"tak ada yang berbeda. aku hanya tidak suka istriku menjemputku di depan pintu. Lebih suka dia terbaring di kamar ini lalu aku datang padanya," menepuk-nepuk ranjang Mahendra menghadirkan senyum manisnya. Dia duduk di sana.     

"Oh' foto maternity istriku? aku ingin melihatnya," Hendra mengalihkan pembicaraan, "mengapa kamu tak memberi kesempatan suamimu?"     

Aruna teralihkah, mendekati nakas ia mengeluarkan sebuah tab kemudian duduk di dekat lelaki bermata biru sekejap berikutnya ia tunjukkan kerja kerasnya. Seharian berganti gaun sebanyak 4 kali, mengubah tema make up sesuai dengan tema pemotretan dan berpose sebanyak mungkin.     

Hari ini adalah hari yang berat, perempuan tersebut tidak terbiasa. Tapi yang lebih berat dari ini ialah dia belum mendengar direktur DM construction mengunjungi Surya.     

Aruna diam-diam memantau perkembangan kinerjanya pagi tadi. Memperhitungkannya peluang keberhasilan dengan tiada bosan bertanya pada Dea. Istri Surya. 'apakah direktur DM construction datang menjenguk suamimu?'     

.     

.     

Garasi Rumah Induk     

Herry dan beberapa ajudan membawa Gadis ringkih tunangan putra sulung Rio di tangannya. Dengan sangat hati-hati mereka menaiki tangga demi tangga. Memasukkan Gadis itu ke dalam salah satu kamar kosong yang berada di lantai 3.     

Ruangan yang terlihat rapi dan sesaat kemudian Ajudan laki-laki kembali datang, kali ini mereka memasukkan beberapa baju ke dalam ruangan baru sang gadis dan selebihnya teh hangat termasuk camilan.     

Melihat perlakuan tersebut Syakila yang detik ini diam-diam sedang berdiri di balik tirai yang menyimpan harta Karun panorama, sebuah jendela menjulang tinggi. Ketika dia mencuri lihat di bawah sana, sebuah danau indah bisa ia nikmati.     

Tanah, pepohonan dan taman hijau yang begitu luas, tampak sangat asri. Shakila merasa tempat ini sama sekali tidak menakutkan terlebih dirinya saat ini merasa layaknya tamu yang tengah dijamu bukan sedang ditahan.     

"Tuan akan mengunjungimu ketika nona sudah istirahat. Jika butuh sesuatu kamu bisa menghubungi kami," Herry melirik telepon rumah yang tersedia di atas salah satu nakas.     

Sekali lagi Syakila di buat kebingungan, perlakuan orang-orang ini bertolak belakang, "hanya tombol 1 yang aktif, sekali anda memencetnya ajudan pria di rumah ini akan mengetuk pintu anda,"     

"Kamu tak takut aku melarikan diri?"     

"Silahkan saja melarikan diri. Semoga anda dapat keluar dari rumah ini dengan selamat," kalimat Herry cenderung menatang dari pada awas, "gadis seperti Anda tak akan mungkin memanjat tebing. Satu-satunya jalan keluar dari tembok pembatas rumah induk yang mungkin di lalui adalah tebing terjal, anda butuh lebih dari 3 bulan mempelajari olah raga panjat tebing sebelum melakukannya," provokasi sang ajudan adalah salam perpisahan sebelum menutup pintu.     

Syakila kian terpaku. Menyadari mengapa Gesang memilih keluarga ini dari pada keluarga ayahnya sendiri.     

Sambil berjalan mendekati teh hangat yang aromanya menguar memenuhi ruangan. Syakila menatap baju yang di tumpuk rapi pada sofa. Memilih salah satu, ia menyesap teh hangat sebelum bangkit dan berniat berganti pakaiannya dengan yang lebih santai.     

Saat gadis ini berdiri di depan cermin yang tersedia pada bath room betapa bodohnya dia, tidak menyadari di tubuhnya masih terkalung tas sempang kecil berisikan handphonenya.     

Bagaimana bisa barang sepenting ini tidak di sita ajudan-ajudan tuan itu. Mengangkat tas dari bahunya Syakila kini meletakkan tas itu pada tepian meja wastafel dan mulai mengeluarkan benda layar sentuh tersebut dia mengamatinya lamat-lamat.     

Perlukah dia membuat panggilan untuk Gibran? Dan gadis itu menemukan kondisi yang aneh pada dirinya. Siapa yang bodoh sekarang? Mengapa dia merasa nyaman dalam tahanan tuan bermata biru yang menodongkan pistol padanya dari pada berada di dekat tunangannya?     

Gadis tersebut meletakkan handphonenya. Memilih membasuh wajahnya.     

'bukankah aku sama-sama di sekap? Yang orang lain tidak tahu. aku juga tahanan di sisi Gibran. Ah' penjamin hutang Baskoro, huuh.." lelah berpikir gadis ini merendam dirinya pada bathtub dia tak menyadari di tempat lain yang terjadi padanya tengah pemicu pertikaian.     

..     

Ruang Meeting Utama Tarantula Group     

"Saham kita sedang di atas angin, apa yang salah?" Heru konsisten membela diri.     

"Kau?!" Gibran putra terbaik Tarantula, pria dingin yang jarang menunjukkan emosi berapi-api. dia tumbuh sebagai pria yang memilih menelan segalanya demi terlihat baik-baik saja.     

Kali ini pria itu berjalan gusar mendekati Heru dan menari krah baju putra Atmodjo. Bisa di bayangkan betapa terkejutnya semua penghuni ruang meeting.     

"Kau tahu gara-gara kelakuanmu seseorang sedang–," kalimatnya tertehan, dia tak bisa membuka kenyataan bahwa Syakila di ambil oleh Mahendra. Lelaki bermata biru mengancamnya. Tentu saja Heru dan siapa pun di ruangan ini tak akan mungkin menampung rahasia tanpa menyampaikannya pada dewan Tarantula.     

Gibran membuang kerah baju pria yang detik ini masih tercengang atas tindakannya. Putra Rio keluar dari kebiasaannya. Menyadarkan yang lain bahwa tengah terjadi sesuatu hebat padanya.     

"seseorang? Apa maksudmu?" Heru terpacu untuk bertanya. Mendorong gerakan menarik balik tubuh Gibran yang berniat kembali ke tempat duduknya. "apa yang terjadi padamu? Kalau kau tak jujur padaku. akan Kucari tahu sendiri."     

Sekelompok putra putri tarantula yang detik ini berada di ruangan yang sama ikut serta mengekspresikan rasa penasaran mereka.     

"Aku tak bisa menjelaskannya, aku minta tolong padamu, Heru. Hentikan demonstran di titik lokasi proyek. Djoyo Makmur group bisa berbuat apa saja, jangan hanya memikirkan keuntungan," Gibran menggeser sebuah kursi dan menurunkan ketegangan dirinya dengan duduk di kursi tersebut.     

"Dan kamu Bianca, jangan hanya fokus pada para pekerja kompeten dari pihak DM Group. Ingat mereka menghianati perusahaan sebelumnya. Bisa jadi lain kali kita pun akan di khianati. Kita pasti membutuhkan pekerja lapangan. Dari pada menyiapkan pekerja baru sebaiknya kita ambil sekalian para pekerja lapangan, para kuli bangunan dan yang lain." Monolog Gibran mendapatkan anggukkan.     

"Jangan kamu bilang. Kamu marah barusan karena calon istrimu .. ..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.