Ciuman Pertama Aruna

IV-71. Hai Sepupuku



IV-71. Hai Sepupuku

0"Hentikan mobil itu,"     

"Tuan, anda tahu risikonya,"     

"Lakukan yang aku inginkan. Sekarang!" Hendra menggertak orang-orangnya. Dia dan tiga mobil yang sama mengikuti sebuah mobil lain di depan dan sepertinya Mercedes Maybach abu-abu tidak mengetahui keberadaan mereka.     

"Lakukan!" Gertak Hendra, anehnya Herry bukannya mempercepat laju mobil dia sempat melambat. Tentu saja di ikuti yang lain.     

"Aku rasa kakek Anda tak akan setuju," ini suara Andos.     

"Sudah aku katakan aku bukan kakekku. Kalau kalian tidak suka caraku. Pergilah sekarang! Akanku lakukan sendiri!" mendengar deru kalimat tak terbantahkan dari Tuannya, Herry yang tadinya melambatkan laju mobil sebab di peringatkan Andos kini menekan gas kuat-kuat. Hal yang sama juga terjadi pada dua mobil di belakang.     

Maybach abu-abu terkurung, satu mobil hitam berada di depannya dan mobil lain di belakang serta di samping. Hingga mobil CEO tarantula tergiring menuju suatu tempat yang sudah di tentukan.     

"Apa yang terjadi?" gadis di dalam mobil tersebut merasakan ketegangan. Menatap lelaki yang detik ini mencoba keluar dari mobilnya.     

"Tuan jangan!" seorang asisten putra Rio mengeluarkan senjatanya. Demikian juga pengemudi mobil yang duduk di depan.     

Mobil Gibran memasuki gudang kosong dan melambat kemudian berhenti di tengah-tengah.     

Dan di ujung sana terparkir sebuah mobil yang pintunya perlahan-lahan terbuka, kaki seseorang keluar menapaki lantai. ketika dia berdiri dan dalam sekejap kemudian berbalik, Gibran menyadari sorot mata biru tersebut sebagai ancaman yang nyata.     

"Diam di sini," pria bermata hitam itu berpesan dan gadis yang sempat kebingungan mengangguk. Sesaat kemudian Gibran telah keluar dari mobilnya.     

"Hai Sepupuku," pria di hadapan Gibran tersenyum santai berjalan kian mendekat. Sedangkan disisi lain wajah putra Rio tertangkap kaku. Menyembunyikan kekhawatiran mendalam, dia tanpa sadar sempat mundur selangkah.     

Sedangkan Hendra yang kini mendapati orang Gibran mengacung senjata padanya. Tak sedikit pun memperlihatkan ekspresi kekhawatiran. Dua orang yang memberi todongan kian resah menyadari satu persatu penghuni tiga mobil yang melingkari mereka keluar. Memberi Mereka pemahaman bahwa posisi Gibran terlalu rentan untuk melakukan perlawanan.     

Hendra masih berjalan mendekat ketika dua orang Gibran kini terpaku dan menegang. "Turunkan senjata kalian, aku datang dengan damai," Hendra memegang pucuk senjata anak buah Gibran dan mendorongnya perlahan, menyingkirkan dari wajahnya yang tertodong, "kita pernah bertemu sebelumnya, bukan begitu sepupu?" melihat senyum Mahendra dan caranya, Gibran meminta orang-orangnya menurunkan benda di tangan mereka.     

Lelaki bermata biru kini berdiri tiga langkah di hadapan putra Rio.     

"Aku tak suka pertemuan seperti ini, sangat konyol. Tapi apa daya.. yang begini yang di inginkan keluarga kita, menjadikan musuh walaupun bersaudara."     

Gibran konsisten awas menatap pria di depannya. Dia menyadari harus tetap waras dan hati-hati.     

"Apa yang kamu inginkan?" ini kalimat pertama Gibran.     

"sederhana," lelaki bermata biru kembali mendekat, kali ini sangat dekat kemudian berbisik, "menembak yang tidak bersalah, percobaan pembunuhan, menyekap, dan merebut proyek kami," lalu wajah itu menjauh, "bukan pihakku pelakunya," dia tersenyum Janggal.     

Benak Gibran menyadari tarantula lah yang menjalankan itu semua.     

"kini, mengambil orang-orangku dan dengan naif mendorong mereka untuk mempengaruhi yang lain!" Handra membenturkan kepalan tangannya pada mobil Gibran yang berada di dekat Mereka.     

Lalu lelaki itu berbalik, dia melangkah lambat mengelilingi Gibran, "satu lagi, mengatur gelombang demonstran. Kau yang menjalankan ini. –Bukan begitu?" Dia tertawa kecil, sejenak kemudian berhenti di hadapan Gibran. "kau tahu apa yang di lakukan orang-orangku ketika aku memaksa bertemu denganmu sepeti ini?"     

Gibran terdiam, walaupun mata hitamnya bergerak mengikuti gerak-gerik Mahendra.     

"Mereka bilang kakekku tidak akan melakukan hal semacam ini, oh' begitu mulianya kubuku," lalu wajah itu menangkap penuh Gibran. Mata itu menghunjam.     

"Selama ini kami cukup baik, jadi dengan kebaikan itu aku berharap kau bisa mengimbanginya sedikit saja. Silahkan mengambil orang-orangku, para petinggi DM construction, aku tak masalah." Pria yang bicara menjatuhkan anak matanya kesisi samping, mengetahui sebuah gerakan yang tak seharusnya di jalankan anak buah Gibran, "Sayangnya aku lupa kalian siapa!" Hendra melompat dan dengan cekatan menendang sudut perut anak buah Gibran yang berada di sisi kirinya dan spontan pria lain yang merupakan ajudan Gibran pada sisi kiri Mahendra ikut serta bergerak mengacungkan senjatanya.     

Dalam sekejap lelaki bermata biru berhasil menarik tangan ajudan tersebut, menekuk telapak tangan kemudian mengentakkan sikunya sehingga kepala ajudan gibran berakhir limbung selepas mendapatkan hantaman siku Mahendra.     

Mengetahui kejadian tersebut orang Mahendra meraup dua pria itu dan sesaat berikutnya keduanya terdapati di tarik untuk di amankan. Mereka meronta dan membuat makian.     

"serendah itu orang-orangmu bertindak!" Hendra berbalik mengertak Gibran.     

"Sama sekali tidak bisa di ajak bicara dengan benar!" suaranya menguar memaki Gibran. "Kau! Dengan serakah mengambil proyek kami. Aku minta padamu hentikan para penyusup kalian! Senaif itu memprovokasi pekerja kelas bawah untuk demo," Hendra membuat kepalan. Dia mendidih dan rasa-rasanya ingin menghantam lelaki di hadapannya.     

"Harusnya kalian bersyukur pihak kami tak pernah bertindak melewati batas. Maka dari itu aku masih berharap kau bisa di ajak kompromi. Aku relakan kalian mengambil proyek kami dengan Cuma-Cuma, bahkan mengambil orang-orang DM construction yang memiliki kapasitas strategis. Selapang itu aku padamu, tak seharusnya kamu dan orang-orangmu berperilaku demikian serakah, mengacaukan para pekerja kelas bawah, yang tak berdosa. Kalau pihakmu tak ingin membawa mereka secara langsung. Katakan! Katakan saja. Aku akan mengurusnya. Aku benar-benar tak habis pikir kalian masih saja bermain kotor, merusak mereka demi menciptakan kegaduhan. Kau pikir aku tak tahu? kamu ingin mencari untung lebih, dengan menghancurkan saham Djoyo Makmur grup bukan?, beraninya kau," Hendra menarik kerah leher Gibran. Dia sudah mengibaskan kepalan tangan kanannya dan tepat sekian inci dari wajah Gibran. Hendra mengerang. Menegang. nafasnya naik turun. berupaya penuh menghentikan gejolaknya ingin merobek wajah Gibran dengan hantaman tangannya.     

"Sial! Kau sepupuku dan kakekku akan kecewa padaku jika aku melakukan tidakkan tak terhormat." lelaki bermata biru melepas cengkeraman tangan kirinya yang detik ini berada di kerah baju Gibran.     

Dan kepalan tangan kanan berubah jadi tepukan di bahu. "aku tahu kau bukan pribadi yang terlalu buruk, apalagi bodoh," secara mengejutkan Hendra berjalan melewati Gibran. Dia membuka pintu mobil Maybach.     

Detik Itu juga Gibran tahu apa yang akan dilakukan cucu Wiryo. "Aku akan menuruti permintaanmu! Kumohon!" Gibran berlari mendekat. Berharap masih bisa membebaskan perempuannya.     

"Kakak.." gadis di dalam mobil mendapatkan tarikan kuat pada lengannya. Mahendra membawanya keluar sejalan dengan orang-orang Mahendra yang kini menangkap kedua lengan Gibran dan menguncinya.     

"oh' bukankah kamu??" anak mata Mahendra melebar selepas mengetahui siapa gadis Gibran.     

Gadis kurus yang pernah menjalankan percobaan bunuh diri dengan menabrakkan tubuhnya pada mobil ajudannya, JAV. Dan hal tersebut jelas dia lakukan demi Gesang, adiknya. Bukan demi lelaki yang detik ini meronta-ronta mengharapkan kebebasan gadis tersebut.     

Hendra melempar gadis itu pada salah satu ajudannya, yaitu Herry.     

"aku mohon jangan bawa dia. Aku janji, akan kubereskan segalanya. Apa pun yang kamu inginkan," lelaki itu berulang kali mencoba membebaskan diri, menarik-narik lengannya dan berakhir dijatuhkan, dia dipaksa berlutut di hadapan Mahendra selepas sudut sisi belakang tempurung lututnya mendapatkan tendangan ajuan Hendra.     

Hendra mendekat mencengkeram dagu Gibran. "Sepertinya kita sama sepupu," dia menyipitkan matanya -menyeringai, "ternyata kelemahan kita ada pada perempuan kita," perlahan wajah lelaki bermata biru merunduk. Mendekati Gibran. "akan kukembalikan dia padamu, kalau kau sudah memenuhi kata-katamu,"     

Hendra membuang cengkeraman tangannya. Berbalik perlahan dan di ikuti anak buahnya. Melepas Gibran. Dan melepas anak buah lelaki bermata hitam pekat itu. Satu persatu orang-orang Mahendra memasuki mobil mereka.     

Tepat ketika Mahendra akan memasuki mobilnya dia menyadari Gibran berlari akan menyerangnya.     

Lelaki bermata biru menyeringai. Mengeluarkan senjata api di dalam jasnya. Tapi bukan di arahkan pada Gibran melainkan pada Syakila.     

"Kakak.." ini pekikan ketakutan Syakila, Untuk pertama kali gadis itu mengharapkan diri Gibran dan kehidupan.     

"Turuti permintaanku sebelum bertindak gegabah. Kamu bisa membuka pertemuan ini pada dewan Tarantula, tapi kamu tahu risikonya apa? Dia lenyap," Hendra tersenyum Janggal. "sederhana saja, selesaikan kegaduhan yang kalian ciptakan. Dan aku berjanji akan mengembalikan gadis ini. Jangan khawatir janji lelaki Djoyadiningrat tak pernah meleset. Kamu tahu itu," mobil pewaris tunggal Djoyadiningrat menderu meninggalkan putra Rio yang tengah kacau.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.