Ciuman Pertama Aruna

IV-69. Meyakinkan Direktur DM Construction



IV-69. Meyakinkan Direktur DM Construction

0"nyonya,"     

"ba- bagaimana ada bisa sampai di sini?" dengan sedikit tergagap direktur DM konstruksi menyapa Aruna. Dia belum bisa mempercayai pandangan matanya. Para perempuan Djoyodiningrat sangat terlindungi dan jarang terlihat. kalau pun diizinkan menemui salah satu mereka, biasanya keberadaan mereka sejalan dengan hadirnya sekelompok ajudan. Direktur ini bahkan tidak yakin dia telah berjumpa perempuan di hadapannya lebih dari lima kali.     

"apa saya boleh masuk?" dengan gerakan menyentuh sudut perut suaminya, istri sang direktur berhasil membangunkan keterkejutan suaminya. Buru-buru mempersilahkan perempuan hamil ini duduk pada sofa kulit Italia yang tersaji kokoh pada ruang tamu mereka.     

Istri sang direktur kembali masuk ke dalam bagian rumahnya, kata 'nyonya' membuatnya lega. Dia menatap Aruna dengan cara lebih ramah dari pada sebelumnya.     

"apa yang membawa Anda ke rumah kami?" sang direktur memberi pertanyaan pembuka untuk perempuan yang kini duduk di hadapannya dan mata itu berpindah pada keberadaan Susi, pria tersebut meliriknya hati-hati. Susi yang berdiri di sisi pintu, nampaknya enggan duduk. Memilih berperan sebagai penjaga dan dengan kentara ia memberi balasan direktur itu ancaman.     

Aruna mengarahkan pandangannya pada koper disisi kiri ruangan, "saya mengingat ayah saya ketika melihat koper-koper Anda,"     

"Pak Lesmana?" direktur tersebut berujar.     

"Anda mengenal ayah saya?"     

"tentu saja, tidak ada yang tidak mengenal beliau,"     

"aku berharap kejadian yang sama tidak terjadi pada Anda," kalimat ini terdengar layaknya pesan implisit sehingga lawan bicara Aruna membalas kalimatnya dengan mengatakan, " apa maksud Anda?"     

"Ayah saya meninggalkan perusahaan, kami bahkan memutuskan ikatan dengan keluarga Djoyodiningrat, mengemas koper-koper, dan m lepaskan segalanya. Ayah mundur secara mengejutkan dari jabatan direktur,"     

"jika niat Anda datang kemari untuk membujuk saya, aku rasa Anda buang-buang waktu," lawan bicara Aruna seolah menginginkan percakapan ini usai.     

"ijin kan saya melanjutkan kisah ayah Lesmana, apakah Anda merasa keberatan? jika saya-"     

"ya. Saya sangat keberatan," kembali dia memutus kalimat Aruna.     

"kalau begitu ijin kan saya menunggu minuman yang sedang disiapkan Istri Anda," dan keduanya sempat hening.     

.     

Lama kelamaan pemilik rumah menjadi gelisah, keheningan yang terjadi menimbulkan nuansa canggung, "mengapa Anda susah payah, sampai sejauh ini?"     

Dia yang menjadi tuan rumah merasa kian tak kuasa untuk mengabaikan keberadaan Aruna. Perempuan hamil yang detik ini di balut dress potong A yang mengalir lembut hingga lutut. Dress bernuansa putih yang dihiasi sulaman-sulaman bunga anggrek berwarna peach, lebih dari anggun. Tenang dan tidak ada yang tanda-tanda dia datang membawa permusuhan.     

"Saya diajarkan oleh keluarga saya untuk merangkul saudara yang menjauh," Aruna memberi direktur tersebut tatapan hangat.     

"Saudara?" ada senyum yang terkesan meremehkan. "saya tahu anda pasti mendapat Pembelajaran semacam itu dari ayah anda, tapi Djoyodiningrat. –Aku rasa mereka bukan keluarga seperti itu," suaranya datar namun tiap kata di tekan secara mendalam.     

"Anda salah," sanggah Aruna. "suami saya ada di depan. Tapi dia menghormati kemarahan Anda, jadi beliau menunggu di dalam mobilnya,"     

Alis lawan bicara Aruna menyatu, "mustahil,"     

"Silahkan Anda keluar, kalau Anda menganggap saya berbohong," mata itu menyudutkan lawan bicaranya dan pria di hadapan Aruna menatap bingung.     

"Saya tidak marah," suaranya menjadi lesu.     

"Lalu.." sebuah kata diucapkan dengan nada menggantung. Hati-hati menggali informasi lebih lanjut.     

"Yang paling mengecewakan dalam hidup ini, saat kita tidak dipercaya oleh seseorang yang harusnya Memberikan kepercayaan penuh pada kita," kali ini Aruna bisa melihat tatapan yang lebih penuh kekecewaan sang direktur DM construction. "jadi buat apa saya bertahan di posisikan seperti itu?"     

"Anda pikir buat apa saya dan suami saya berada di sini kalau–" Aruna mencoba menarik nafasnya, "Kami tidak mempercayai anda dan mengharap anda tetap Menjadi bagian dari keluarga kami."     

"Kenyataannya tuan–,"     

"apakah ini tentang proyek yang di hentikan tanpa memberi anda penjelasan? Anda pernah bertanya secara pribadi pada suami saya?" Aruna memotong kalimat sang direktur.     

"Nona.." Susi mendekati Aruna, ajudan yang enggan duduk tersebut, terlihat was-was Aruna mengeraskan volume suaranya dan itu mengkhawatirkan bagi Susi. Perempuan ini seharusnya mendapatkan perawatan, minimal istirahat penuh, mengingat kesehatannya.     

Aruna menggeleng ringan, memastikan Susi tidak mengganggunya.     

"Anda mengenal suami saya bukan?" perempuan ini meminta perhatian, dia memberi pertanyaan tanpa jeda, "apakah anda sebelum-sebelumnya pernah mendapati suami saya sembrono? Membuat keputusan penting tanpa pertimbangan?" dan pertanyaan Aruna tak terjawab.     

Hingga istri sang direktur datang membawa teh di atas nampan. Ia meletakkan teh tersebut di atas meja dan perempuan bermata coklat menyambutnya secara hangat. berbasa-basi tentang Putri mereka yang berlarian keluar masuk di ruang tamu.     

Menyesap dan menghirup aroma hangat teh memberi Aruna sedikit jeda untuk memikirkan bagaimana dia harus menyelesaikan perdebatan ini. Menatap sekali lagi keluarga di hadapannya yang meliriknya dengan ekspresi canggung. Aruna meletakkan cangkir teh keramik pada meja dengan hati-hati.     

"Jika anda benar-benar ingin memutuskan hubungan dengan kami, saya sarankan pada anda untuk menjenguk pak Surya, suami saya mungkin memilih menyembunyikan kenyataan tentang ini. Bukan karena dia tidak percaya pada anda. Melainkan, dia ingin mempertanggungjawabkan hal-hal yang buruk untuk diselesaikan sendiri," monolog Aruna membuat sepasang suami istri saling memandang.     

"Hanya itu yang bisa saya katakan sebelum saya pergi. Dan saya pribadi, mewakili suami minta maaf jika Anda merasa tak mendapatkan kepercayaan darinya. saya berharap apa pun keputusan anda, semoga anda tahu bahwa Kami menganggap ada saudara kami, saudara akan selalu terbuka dan menyambut kedatangan keluarganya. Kapan pun anda berubah pikiran," Aruna bangkit, sempat merunduk tersenyum pada putri snag direktur. Bersalaman, sebelum undur diri.     

Di sisi lain, Hendra yang melihat istrinya keluar dari pintu gerbang cluster Direktur DM construction buru-buru membuka pintu mobilnya. Mengambil langkah cepat, dia segera memeluk bahu perempuan hamil itu dan membawanya masuk ke dalam mobil.     

"Aku menyesal melibatkanmu pada hal-hal semacam ini," tampaknya sembari menunggu Lelaki bermata biru bergulat dengan pikirannya.     

"kenapa kamu mengatakan itu, aku sudah katakan aku yang menginginkannya," Aruna memasuki mobil dan kuda besi itu bergerak seiring tatapan sang direktur yang diam-diam mengamati mereka.     

.     

"Tunggu sampai aku membawa direktur DM construction padamu," Aruna tersenyum manis. Bahkan ketika dia pada akhirnya disodori Susi obat yang terjadwal untuknya. Meneguk pil dengan sekali tekan membuat Hendra dengan terpaksa memalingkan wajahnya. Pria ini tak bisa melihatnya.     

"ke mana kita pergi setelah ini?" Aruna terlihat kian bersemangat. Jiwanya seolah terisi kembali. Sangkar emas itu memiliki teralis besi yang kokoh dan Aruna merasa dia telah berhasil memotong satu teralis dari deretan pagar kokoh tersebut.     

"kita kembali ke rumah induk," selama di dalam mobil menunggu Aruna. Hendra merasa dirinya lelaki yang kurang bijak. Dia memutuskan untuk menghentikan keterlibatan Aruna.     

"Mengapa kita tidak menjenguk Pak Surya?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.