Ciuman Pertama Aruna

IV-68. Kesempatan Langka



IV-68. Kesempatan Langka

0Selepas sarapan, Aruna mendapati seorang dokter datang memeriksa dirinya, sedangkan Mahendra telah usai bersiap-siap dan keluar dari kamar lebih dahulu, "Nona, hentikan aktivitas ketika anda merasa mulai mual dan lelah" Suaranya tenang, tapi penuh peringatan.     

"Saya mengenali tubuh saya, dok" Aruna berujar ringan, seolah hal tersebut masih bisa dia atasi.     

"Tapi anda pingsan kemarin," dokter tersebut memasang ekspresi kurang mendukung terhadap keputusan Aruna.     

"Saya tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, saya menginginkannya," Aruna menyampaikan sesuatu yang kurang dimengerti dokter tersebut, tapi tidak dengan Ratna yang berada di antara keduanya.     

"Saya percaya anda mampu, kami khawatir karena kami mencintai anda," suara Ratna coba menghibur.     

Melihat keberadaan Susi yang siap mengiringi kepergiannya, Aruna meminta ajudan senior tersebut memanggil juniornya. Ketika gadis itu datang menemuinya, perempuan hamil tersebut tampaknya tak akan menyerah terhadap kehendak hatinya. Runtuhnya dirinya semalam anehnya menjadikannya kian tertantang.     

Selepas menghendaki orang lain keluar dari kamarnya, Aruna berujar, "Kihran, beritahu aku bagaimana keadaan Vian?" perempuan itu menarik tangan gadis yang berada tak jauh darinya, hingga duduk di sampingnya. Walaupun beberapa saat berikutnya, Kihrani tetap memilih berdiri di depan nonanya.     

"Vian?" sedikit terkejut, Kihrani menetralkan diri, "Dia sudah siuman, nona," dia tahu lawan bicaranya lebih bersemangat kali ini.     

Sesungguhnya, Aruna bukan tanpa alasan menginginkan berjumpa dengan Vian. Pria dengan mata sendu tersebut adalah penghuni lantai D dan juga pimpinan divisi disana, sebuah tempat yang menjadikan perempuan tersebut haus untuk mengetahuinya. Dia percaya pada Mahendra, tapi jiwanya kini lebih tertantang lagi atas pemahaman terbarunya terkait keluarga Diningrat.     

Diningrat dalam sebuah situs yang dia amati sesingkat mungkin sembari menerima bantuan Ratna merias dirinya, adalah pemilik perusahaan Tarantula. Lebih tepatnya pemilik saham terbanyak, dimana nama keluarga Barga ada disana.     

Rey, Andien dan Juan yang memiliki nama asli Gesang, semua tercampur di memorinya. Dan, kalimat-kalimat Rey yang dulu sempat menyekapnya. Dia masih ingat betul kata-kata laki-laki itu. Keduanya saling menghancurkan. Demikian kalimat itu tertanam.     

"Kapan kau menjenguknya lagi?" gadis yang ditanya terdiam. Matanya mengerjap beberapa kali.     

"Saya?" sepertinya Aruna tak henti membuat Kihrani terkejut. Mengambil nafas, menetralkan dirinya, lalu berujar "Em' mungkin jam istirahat nanti"      

"Waktu istirahatmu tak banyak, berangkatlah sekarang," semakin mengejutkan. Kihrani yakin, Susi pun akan terkejut mendengarnya.     

Selepas keterkejutannya, Kihrani bertanya dengan hati-hati, "Apa yang seperti itu, tidak akan jadi masalah, nona?"     

"Tidak, ketika aku yang memintamu. Dia sendirian. Para lelaki itu, mereka hanya bisa menjaga, tak cakap merawat orang sakit," Aruna mengingat Mahendra yang dulu hanya mengandalkan Surya atau Andos, tatkala sesuatu buruk menimpanya. Dan menurutnya kedua pria tersebut bukan perawat yang bisa memahami kebutuhan seorang pasien. Para laki-laki tak punya kehangatan, terlebih inisiatif yang bisa meringankan beban sesama lelaki.     

"Kalau begitu saya pamit, nona," sedikit bingung dengan perintah Aruna yang mengejutkan. dia tetap beranjak pula.     

"Sampaikan salamku padanya," perempuan itu mengeluarkan beberapa lembar uang, "Berikan dia, bunga. Ok!" tersenyum hingga deretan gigi rapinya tersaji.     

"Bunga?," ini lebih dari aneh, hingga dahi gadis itu mengerut dalam.     

"Iya," tegas Aruna. "Aku mau kau membawakannya bunga seruni warna putih. Letakkan di nakas paling dekat dengan tempat tidurnya,".     

"Seruni warna putih," Kihrani mengangguk ringan. Dia tak punya kewenangan untuk bertanya, jadi lebih memilih mengingat pesan nonanya.     

Ketika gadis itu menghilang dari balik pintu, Aruna meraih tas tangannya dan sesaat berikutnya dia memutuskan berdiri di depan cermin. Melihat dirinya sekilas. Memastikan semua yang dia kenakan telah sesuai. Dia belum mengerti sepenuhnya apa yang diinginkan Mahendra dengan membawanya ikut serta. Akan tetapi ini kesempatan langka. Apa pun yang bisa dia bantu, dia akan melakukan yang terbaik.     

..     

Mobil yang membawa Aruna dan Mahendra telah berhenti. Manik mata coklat segera melempar pandangan pada rumah yang ada di sisi kiri jalan. Cluster di antara icon tower milik keluarga suaminya dan tentu saja akan menjadi milik bayi di perutnya. Di sinilah, para pekerja dengan jabatan tertentu mendapatkan fasilitas hunian mewah yang diberikan sebagai jaminan hidup layak dan nyaman, versi Djoyo Makmur Group.     

Aruna sudah mendapatkan penjelasan Mahendra. Sepanjang jalan menuju cluster ini, suaminya mengatakan bahwa mobilnya akan membawa mereka berdua menuju rumah direktur utama DM Construction. Direktur yang memilih mengundurkan diri kemarin.     

Ini langkah awal, langkah pertama menghadapi kekacauan. Mahendra perlu mencegah direktur tersebut mengundurkan diri. Selain karena pria tertinggi di DM Construction tersebut adalah aset tak ternilai perusahaan, para pekerja yang menuntut kejelasan bakal redam sejenak dengan bertahannya pimpinan mereka di perusahaan tersebut.     

Minimal, Direktur tersebut akan menemui para pimpinan demonstran yang sudah dikenalnya untuk menjabarkan alasan 'klise', mengapa pihak kantor pusat Djoyo Makmur Group melepaskan tiga proyek besar secara sepihak. Mengubur mimpi-mimpi hebat seluruh orang yang telah berdedikasi terhadap proyek Dream City.     

Alasan klise macam apa? Itu yang belum Mahendra temukan.     

Akan tetapi, Aruna menyakinkan, dia bisa membujuk direktur tersebut tanpa perlu tahu alasan dari suaminya.     

Aruna yang detik ini sedang berjuang melawan hipertensi, tak sekalipun terlihat ringkih. Dia lebih terlihat bersemangat dilibatkan dalam bisnis suaminya. Bahkan, tak tampak mempertanyakan apa latar belakang pemutusan proyek yang menjadi sumber masalah kepada Mahendra.     

Perempuan yang dikirim untuk menghina martabat Mahendra dirasa Aruna tidak akan cukup menghentikan suaminya, sampai-sampai memutus secara sepihak tiga proyek sekaligus. Ini pasti ada hubungannya dengan Vian atau hilangnya Surya.     

Mahendra menelan kegundahan hatinya. Masih menimbang-nimbang, apakah melibatkan istrinya sesuatu yang layak?. Aruna hamil dan menurut pandangan matanya, istrinya tidak dalam keadaan yang baik-baik saja terlepas dari kenyataan bahwa perempuan tersebut kini tampak sehat dan bersemangat.     

Meraup lengan istrinya, ketika Aruna berniat menuruni mobil, "Percayalah, padaku," Ujar perempuan dengan sorot mata meyakinkan, melepas tangannya, "Aku yang menginginkan ini," tegasnya, dan buru-buru menutup pintu mobil.     

Dari balik jendela kaca, Mahendra menatap istrinya yang berjalan hati-hati di buntuti Susi. Dia masih tertangkap mata sampai gerbang tersebut terbuka dan sekejap berikutnya masuk kedalam.      

…      

Aruna yang baru mendapati pintu rumah terbuka, melihat seorang gadis kecil berlari kedalam. Mengamati sisi dalam rumah dengan teliti, dia menyadari sepaket koper tersaji di sudut ruangan. Pikirannya sepintas melayang pergi ke kenangan lamanya.     

Ayahnya, direktur juga kala itu. Direktur DM Delivery, perusahaan rintisan paling baru yang dimiliki keluarga Djoyodiningrat. Hari itu, selepas dia diambil paksa dari Mahendra, sebuah honeymoon di pulau Bali yang berakhir bencana.      

Pemandangan yang sama Aruna dapati hari ini. Koper dan persiapan meninggalkan rumah mewah yang sesungguhnya pemberian keluarga Djoyodiningrat.     

Gadis kecil yang sempat menghilang, kini datang kembali membawa seorang perempuan pada telapak tangan kanannya. Wanita yang sepertinya belum mencapai usia empat puluh tahun, menatap Aruna dengan ekspresi bingung. Dapat dipastikan, dia tengah menggali-gali pemahaman.      

"Astaga, apa anda?" dia ternganga, menangkap mulutnya. Detik berikutnya meneriakkan panggilan "Papa, pa,"      

Aruna hanya tersenyum ketika perempuan di hadapannya membuat panggilan frustrasi. Dan lelaki yang dipastikan direktur itu muncul.      

"Pa, siapa dia?" Perempuan tersebut membisik lirih, tapi masih terdengar.      

"Nyonya??"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.