Ciuman Pertama Aruna

IV-59. Paman



IV-59. Paman

0"Aruna?"     

"Em' siapa? Oh' kak.. em.. apa anda kak.." Aruna tampak ragu ketika gadis itu mengatakan, "Andien,"      

nampaknya teman lama ini sama terkejutnya menemukan aruna berada di tempat ini. Spontan Aruna menangkap mulutnya yang terbuka beberapa mili dengan tangan kanannya sendiri, tertegun menamati Andien. perempuan tersebut dulunya tak begini, dunia di sekitar aruna telah berubah teman-temannya menjelma menjadi orang berbeda.      

kak andien yang dia tahu memiliki rambut keriting dan tipe polesan wajah jauh berbeda. dulu dia kuning langsat alih-alih putih dengan wajah yang bersinar seolah ada air segar yang melindungi permukaan kulitnya. dia adalah mahasiswa strata dua yang mengambil disertasi tentang bisnis rintisan. Sering datang ke outlet surat ajaib untuk penelitian atau sekedar bantu-bantu. Terakhir kali yang Aruna ingat dia begitu dekat dengan lily dan entah apa yang terjadi, pada akhirnya lily memilih menjauh darinya.      

Namun mata itu, mata hitam cemerlang yang di bingkai dengan kelopak mata bulat lebar tetap menjadikannya ciri khas yang tak bisa terbantahkan. Aruna menjadi yakin perempuan di hadapannya benar-benar andien.      

"Berapa bulan?" kata-katanya terdengar basa basi mengelus perut aruna ragu-ragu, belum sempat aruna memberinya jawaban. mata hitamnya menoleh menatap mahendra dengan tatapan penasaran bercampur kengerian yang ketara. lalu dia mengujarkan 'maaf' sebagai lambang pamit undur diri kemudian berjalan pergi melangkah ke arah kedatangannya tadi.      

"sayang, ada sesuatu yang harus aku lakukan. tinggallah bersama Rolland sebelum herry menjemputmu," mahendra mengelus rambut. perempuan yang hanya setinggi bahunya dengan tatapan hangat lalu berbalik.      

Aruna sekilas melihat senyum Rolland, memandangi punggung mahendra dan menyadari dirinya tak sedang bahagia ditinggal pria itu. Aruna merasa suaminya membuntuti langkah teman lamanya yang berjalan lebih dahulu. lorong yang terbatasi kaca transparan cukup panjang sampai menemui lift. Aruna jadi yakin pikirannya tak salah, Hendra seolah memberi jarak dua langkah dan berdiri di depan pintu yang sama di belakang Andien, padahal lift kedua yang berada di sebelah telah kosong dan dia bisa memasukinya.      

Perempuan tersebut menoleh singkat sebelum mereka memasuki lift yang sama.      

hati aruna berkecamuk. Andien? dia menjadi penasaran dan merasa perlu menanyakan pada Lily kenapa mereka pada akhirnya saling menjauh.      

ketika dia mencoba mengganggu lily dengan panggilan yang sesungguhnya aruna belum sadar mengapa dia perlu melakukannya. aruna mendapati herry sudah datang dan mempersilahkan dirinya supaya lekas mengikuti arahnya.      

"kamu tahu hendra kemana?" Aruna telah menahan kalimat tanya tersebut selama dia berjalan membuntuti herry dan matanya mendapati pesan menggemaskan dari sahabatnya.      

[Aruna aku sedang berada di ruang pertemuan. maaf. nanti aku akan meneleponmu] dan sekelompok stiker cinta menghujani layar chatting Aruna.      

"Tuan sedang merayakan kemenangannya," kalimat herry cukup misterius. sepertinya dia sengaja menggoda dan ada senyum senang di matanya. ajudan ini jarang berekspresi, bahkan baru pertama kali aruna tahu herry bisa bercanda. terlebih bercanda dengannya.      

"aku sedang serius," Aruna merubah raut wajahnya dan Herry lekas menunduk memohon pengampunan.      

ketika pintu lift terbuka sepintas dia seolah menangkap siluet dea. aruna keluar tanpa peringatan, melangkah cepat, memburu sekelompok perempuan yang berjalan tergesah-gesah. dea dan adik surya yang Aruna temui di rumah mereka termasuk ibu surya seolah sedang berlari melintasi lorong demi lorong rumah sakit.      

Aruna tak bisa mengejarnya dan berakhir di peringatkan herry atas kehamilanya. "Apa pak surya sudah ditemukan?"      

"anda tahu CEO Surya di sekap?" herry menampakkan wajah tercengang. Aruna hanya tahu pria itu menghilang tapi tak pernah menduga dia di sekap. "untuk itu saya merasa bahagia secara berlebih dan tadi sempat salah menjawab pertanyaan anda," herry yang tercengang berubah murung.      

Sebesar apa masalah yang dihadapi suaminya? aruna menjadi bertanya-tanya dan dia lupa akan tanda tanya lain terkait andien.      

"aku juga ingin menemui pak Surya," Aruna penasaran.      

"saya dan yang lain semalam mendapatkan hukuman dari suami anda. jadi hari ini biarkan saya mengantar anda ke rumah induk sesuai perintah," herry terdengar meratap. "dan tanpa masalah," kemudian memberi sedikit penekanan sambil menunjukan arah yang benar.      

Sepanjang perjalanan Aruna sesekali menanyakan ini itu, mengapa surya di sekap? apa yang terjadi pada vian? sebenarnya sebesar apa, masalah yang dihadapi Mahendra? dan sudah dapat diduga Ajudan yang membawanya menjelma layaknya manekin yang tak memiliki telinga. dia diam dan tenang sama sekali tak terusik.      

"Salahkah aku jika aku mengkhawatirkan suamiku dan penasaran dengannya?" Yang paling aruna benci dari keadaannya di keluarga Djoyodiningrat adalah posisi perempuan. mereka tak diizinkan tahu apapun dan kalau perlu cukup tinggal di sangkar emas dengan suka rela. menunggu para pria datang untuk tidur dan menghabiskan malam.      

"..." Herry memilih bungkam.     

Tapi mereka melupakan sesuatu bahwa ini adalah dunia modern dimana cara-cara yang menjadi tradisi keluarga ini lebih mirip kehidupan para kaum bangsawan negeri ini beberapa dasawarsa lalu.      

Aruna menuruni mobil yang membawanya kembali ke rumah induk. ia menatap balkon dan ketika baru masuk dia mendapati seorang pelayan yang membuka pintu lekas berlari. aruna masuk ke dalam, tersenyum datar selepas tahu alasan mendasar yang mengakibatkan asisten rumah itu berlari. sang asisten rumah induk memanggil nenek yang merindukan setiap saat pada bayi yang bahkan belum lahir ini.      

"akhirnya aku bisa melihatmu.." memeluk, mengucap dan berwajah haru seolah begitu bersyukur telah mendapati Aruna di hadapannya, "sudah makan?" aruna menggeleng dan Oma sukma memekik, "bagaimana bisa terjadi? dimana hendra?" dan perempuan paruh baya tersebut memelototi Herry sebelum dia memberi perawatan pada Aruna seperti tuan putri.      

'huuh.. apakah ini takdirku' Aruna menghela nafas mendapati dirinya benar-benar tersabda layaknya perempuan yang dinikahi pangeran dalam cerita kolosal.      

***     

"senang berjumpa denganmu," pria yang berdiri di balik kaca membentang terdapati menikmati tembakau, asap menguap dari mulutnya. mengikat tangannya di punggung setelah melepas cerutu.      

hendra baru usai melintasi ruang-ruang pasien menghitung jumlah pintu dan sesekali mengintip siapa yang terbaring di dalam melalui celah kaca. Raka, Surya, Alvin dia mengabsenya sembari terus mengikuti perempuan muda yang kadang kala menoleh padanya memintanya berjalan lebih cepat. Memberi umpan berupa tatapan kaku dan gerak gerik keterpaksaan yang ketara.      

Pria yang tertangkap tak jauh beda dengan usia mommy-nya mengubah arah pandangan dan menatap mahendra sekilas.      

"Paman. apa aku perlu menyematkan panggilan yang layak?" Hendra menyapanya dengan kalimat pedas dan lelaki itu tersenyum dingin. hendra boleh tak percaya tapi mereka berdua sekilas memiliki senyum yang sama.      

"Kamu tampan sekali, sama dengan ibumu yang cantik, atau jangan-jangan karena temanku terlalu tampan,"      

Deg! hati hendra berdetak di luar kendali. Apa maksudnya? 'jangan-jangan temanku terlalu tampan?' berusaha menyembunyikan kemelut di hatinya sebagai seorang anak yang sempat begitu penasaran dengan lelaki yang memberinya mata biru.      

"katakan apa yang ingin anda sampaikan!" Hendra tak ingin meladeni manusia ini. Dia punya rumor mengerikan tentang bisnis kotor yang berlumur darah, minuman dan tentu saja perempuan yang mengelilinginya.      

Walaupun rumor yang lebih diantisipasi oleh seluruh pelaku bisnis kelas atas negara ini adalah tentang keluarga Djoyodiningrat: si misterius, pemilik bunker bawah tanah, dan ungkapan konyol terkait: 'bersaing dengan DM Grup sama dengan bunuh diri' slogan yang membuat mahendra geli sekaligus menguntungkan pada dasarnya.      

"Aku hanya penasaran, benarkah calon pewaris keluarga terkutuk akan lahir?"      

hendra menerbitkan senyum lebar di bibirnya matanya bahkan menyipit. tapi lawan bicaranya tak menyadari, telapak tangannya mengepal kuat hingga otot-ototnya menampakkan diri. pria ini menahan amarah di dadanya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.