Ciuman Pertama Aruna

IV-57. Pura-pura Sakit



IV-57. Pura-pura Sakit

0Serta merta Jav berjalan cepat masuk lebih dalam ketika telapak tangan kanan Herry memberanikan diri menarik lengan tuannya dengan tangkas, sehingga pria itu berputar dan mengamati ajudan tersebut dengan garis wajah mengeras, "Ada apa denganmu?,".     

"Vian, em' maaf, senior Vian masih.." herry kehilangan kata. Dia belum pernah menciptakan kebohongan semacam ini, dan ketika ajudan tersebut sedang berupaya merangkai Argumentasi-nya sayang sekali kecepatan berfikirnya kalah telak dibandingkan kecepatan tuannya dalam membuat keputusan.      

Mahendra mengibaskan tangannya yang berada dalam genggaman herry dan berjalan begitu saja meninggalkan ajudan yang sempat kehilangan konsentrasi.     

"Herry!" Wisnu menggugah konsentrasi Herry, dengan spontan ajudan tersebut setengah berlari menyusul tuannya.     

***     

Di tempat yang sama, hanya berjarak sekian langkah kaki. seorang ajudan berlari kesetanaan. "nona. Nona.. itu.." tangannya menunjuk lorong kosong. "tuan disana.." nafas JAV naik turun dan menjadikan sekeping jeruk yang sempat di sesap perempuan hamil jatuh dari mulutnya.     

Susi lebih panik dari siapapun, menarik lengan Aruna. mata susi mengembara. "kita.. Ah' kemana kita harus pergi??" lorong ini berakhir pada jalan buntu dan ajudan senior tersebut lekas memutuskan membawa nonanya dalam langkah selebar mungkin, lalu menyadari perempuan itu tak diizinkan berjalan cepat-cepat apalagi berlari. Susi melangkah lebih dahulu memeriksa ruangan lain. Berusaha menemukan ruangan kosong.     

"tak ada waktu!" jav membalik tubuhnya dan mendapati siluet Mahendra tengah berjalan di ujung sana dan kian lama kian dekat, bahkan langkahnya berhasil menjadikan ajudan-ajudannya bergetar. Jav mendobrak pintu tertutup yang tak berpenghuni dan susi mendorong perempuan hamil supaya lekas masuk kedalam.     

Di sisi dalam ruangan selepas susi berhasil memasukan nonanya, dimana Jav berhasil menutup pintu itu tepat waktu. Susi melorot terduduk di balik pintu.     

"apa kita sudah aman?" tanya Aruna melihat ajudan perempuan yang memiliki pembawaan tenang tersebut terlihat kacau untuk pertama kalinya.     

Dan Aruna mengintip dari celah pintu melalui ruangan yang lampunya sengaja dibiarkan tetap remang-remang.     

Aruna melihat Mahendra berada di sana. Menghentikan langkahnya dan menautkan alisnya yang lurus hingga mengerut. Lelaki tersebut menatap Jav "kenapa kau disitu?" aruna seolah bisa menangkap kalimat mahendra hanya dari gerak mulutnya. Dan herry sepertinya membantu dirinya, aruna melihat bagaimana orang kepercayaan mahendra lekas memberi tahu letak pintu Vian dan berusaha membukanya. Herry mengalihkan perhatian.     

Sayangnya, Tak lama kemudian seorang berseragam suster datang dan nampak bercakap dengan suaminya serta herry.     

"Susi.. kita sudah aman. Tenanglah," pinta perempuan hamil, ia berjalan lebih dalam mengamati ruangan yang dimasuki secara paksa ini. pasti tubuh atletis Jav sudah merusak bagian mata pengait bahkan mata kunci, handle pintu ruangan ini.     

Sejenak perempuan ini tertegun, 'bukankah ini kamar yang sama' tak salah lagi kamar pasien yang detik ini dia tatap adalah tempatnya di rawat selepas pesta pernikahannya. Hendra menguncinya seharian dan tubuhnya ditemukan tak sadarkan diri di kamar mandi.     

.     

.     

Di luar sana.     

Seorang kepala perawat melarang dua orang lelaki yang akan masuk ruang perawatan khusus –atas nama pasien vian. Perawat itu memberi penjelasan prosedur besuk. Ternyata mahendra harus menunggu saudara Vian yang masih di dalam. Dua pria yang ada di luar ruangan saling menegur dan memandang siapa gerangan saudara vian?     

Sembari menunggu jawaban, untuk melihat langsung perempuan yang diduga gadis Vian dari pada saudara vian, lelaki bermata biru duduk pada kursi yang tersaji di depan ruang Vian.     

"Anda ingat ajudan perempuan yang baru?, yang terlihat dekat dengan nona?" ini suara Jav sedang memberi penjelasan, dimana hendra hanya mengangguk ringan. lelaki bermata biru lebih penasaran terhadap paket makanan yang belum sempat ditutup –di samping tempatnya duduk.     

"oh itu juga. dia yang bawa. dia menunggu kesempatan besuk sejak sore," kilah Jav dan Mahendra tahu ajudan perempuan itu mengekor Susi, mengantar Aruna menemuinya sore tadi.      

Sesaat kemudian mata biru cemerlang mendapati tas ransel. Mahendra mengangkat ransel itu dan menjadikan herry meringis ngeri tepat ketika kihrani keluar dari ruangan Vian dan berdiri termangu di depan pintu.     

"apakah ini milikmu?" dengan polosnya kihran menggelengkan kepalanya. Mulut mahendra mengerut sejajar dengan alis tebalnya, "klotak!" sesuatu jatuh dari dalam tas tersebut ketika dia mencoba merapikan benda yang resletingnya tak sempat ditutup oleh sang pemilik.     

Benda itu mengakibatkan dua orang ajudan pucat pasih. Jav lekas berkata dengan terbata, "maafkan saya tuan," pemuda itu menunduk ketika mahendra merundukan dirinya meraih handphone yang ternyata milik istrinya.     

***     

Di dalam ruangan pasien yang penerangannya tersaji remang-remang, susi yang masih mengintip keadaan diluar memekik membangunkan Aruna yang tengah menikmati nostalgianya bersama ruangan ini.     

"Nona.. nona.. naik keranjang!" panik susi, buru-buru menyalakan lampu dan merapikan dirinya. "naik nona! Naik!" aruna sempat linglung, ia didorong susi hingga mendekati ranjang.     

"ada apa?" di ujung sana handle pintu berputar, "iya.. iya.." Aruna menjadi paham, Sigap melempar sepatunya. Tak peduli bagaimana benda tersebut tergeletak sembarangan. Aruna memilih segera mengubur dirinya di dalam selimut.     

"pura-puralah sakit, atau kami yang akan dihukum oleh tuan," benar saja, Aruna yang bersembunyi didalam selimut mendengarkan suara langkah kaki mahendra yang khas.     

Pantofelnya memecah kebekuan malam yang dingin menjadi detak jantung naik turun tak menentu.     

"apa yang terjadi pada istriku, susi?" suaranya terdengar penuh kekhawatiran dan perempuan di dalam selimut pura-pura menggeliat selepas menggosok dahinya kuat-kuat. perempuan ini berpikir dengan menggosok dahi bagian wajah di atas kedua alis itu bisa menghangat.     

Cara menggeliat Aruna mendorong terbukanya wajah perempuan kesayangan tuan muda Djoyodiningrat. susi dan dua pria di ambang pintu mendesah nafas kelegaan.     

Hendra menyentuh kening Aruna dan mengerutkan dahinya. 'tidak panas? Apa yang terjadi? Apakah tekanan darah tinggi lagi?' mulut Mahendra tanpa sadar di tekuk, 'sungguh! menyesal rasanya sudah meninggalkan Aruna saat suasana hatinya buruk,' hendra duduk di ranjang bersebelahan dengan tubuh yang pura-pura terbaring lemah.     

"hendra.. sayang.. kamu datang," Aruna merintih, mengatur suaranya. Lelaki bermata biru menatapnya dengan raut wajah penuh kegalauan, meraih telapak tangan dan mencium punggung tangan tersebut. Alisnya mengerut sekali lagi, tak ada infus yang terpasang.     

Tatkala melihat raut wajah mahendra yang menampakkan ekspresi bingung, aruna buru-buru mengeluh kepalanya sakit.     

Dan pria tersebut mengalihkan perhatiannya. Ketika telapak tangan pria tersebut membelai wajah Aruna. Perempuan yang detik ini menjelma menjadi artis drama profesional memberikan kode jempol untuk para ajudan yang terlihat sesak nafas. Dia melakukan demi memberi pesan bahwa keadaan telah aman dan mereka bisa beristirahat nyenyak malam ini.     

"Apa yang terjadi padamu?" perempuan ini membalas belaian pada wajah Mahendra selepas para ajudan beranjak pergi, dengan usapan yang lebih lembut pada rahang suaminya, Aruna menuntun Mahendra supaya menyambut sebuah kecupan hangat. Ciuman lembut yang mampu mendorong terpejamnya mata biru.     

"aku tidak tahu mengapa kepalaku tiba-tiba sangat pusing, daripada merepotkan banyak orang aku meminta susi membawaku ke rumah sakit ini," 'maaf' dalam kebohongan aruna mengujarkan maaf di hatinya, "dokter bilang akan lebih mudah mengawasiku kalau aku menginap di sini,"     

"apakah masih pusing?" Mahendra menarik perlahan pita yang mengikat rambut Aruna.      

"tidak, setelah melihatmu nyeri di kepalaku lenyap," dan pria yang detik ini mendengarkan dengan seksama tiap keluhan yang keluar dari mulut istrinya terlihat membantu perempuan tersebut melepas mantelnya.     

'kamu? apa kamu sedang ingin manja. Aruna?' hendra menemukan kejanggalan ketiga. Selain dahi bersuhu normal, pergelangan tangan tanpa infus dan tentu saja tak ada pasien yang diizinkan tidur dengan mantel bulu yang membalut seluruh tubuh. Terlebih sepatu berserakan yang seolah baru saja di lempar pemiliknya.      

Aruna tertangkap basah … …      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.