Ciuman Pertama Aruna

IV-45. Memberi Penebusan Aneh



IV-45. Memberi Penebusan Aneh

0"Keluar lah! Buka pintunya," suaranya memekik dan menggedor-gedor tanpa ampun. Sedikit berlebihan hingga yang di dalam kamar memaksakan diri untuk menuruni ranjang dan membuka pintu kamarnya.     

Tatkala pintu terbuka, dia memerintah dengan suara tak kalah nyaring, "Kembalilah ke kamar, tidur bersama ku! Sekarang!" Geraldine yang sedari tadi menatap dari kejauhan dengan mulut sedikit terbuka, ikut tertarik dalam kegundahan. Gibran tak biasanya seperti itu.      

"Kau gila?" gadis yang membuka pintu dengan mudah ditarik tangannya, "Jangan lakukan ini! Kau menyakitiku!" suaranya yang memekik membuat Gibran spontan melepas jeratannya.     

"Tidurlah di kamar kita. Keluarlah!" perintahnya kembali, sedikit menekan.     

"Ada apa denganmu?," Syakilla bukan sekedar mengerutkan dahinya, ia juga menekan pintu supaya lekas tertutup kembali.     

"Aku bisa membuatmu menyesal dengan mengabaikanku!" tubuh lelaki bersurai pekat mendorong lebih kuat hingga dia memaksakan dirinya masuk ke dalam kamar gadis tersebut, "Kau tidak akan pergi ke kantor besok, kalau tetap bersikukuh, em-" menyadari tindakannya aneh, Gibran terdiam sejenak. Mata sayu di hadapannya, menatapnya malas.     

"Aku sudah sangat senang tidak tinggal denganmu di kamar yang sama. Ini hari kebebasanku, keluarlah dari kamar ini," gadis yang paling pandai membuat ekspresi marah sekaligus menyedihkan adalah Syakilla.     

"Tidak ada kantor!," sanggah Gibran. Bergeming di tempatnya.     

"Terserah! Aku tak peduli sedikitpun," membalik badan hendak melangkah menuju ranjang, akan tetapi Gibran menghentikannya. Menjerat kembali lengan Syakilla yang tak cedera.     

"Kenapa kau begitu?!" ada dahi berkerut di antara dua alis tebal.     

"Sadarlah! Aku begini karena siapa?" mata sayu kini membulat lebar. Keduannya bertengkar seolah mereka suami istri.     

Mendapati situasi semakin tak jenak, adik lelaki bersurai pekat berjalan melewati kamar dan menutup benda penghubung ruangan yang setengah terbuka agar pertengkaran mereka ternikmati sendiri oleh keduanya. Gadis tersebut sudah bertengkar dengan kekasihnya seminggu ini. Jadi menutup pintu dan membuat kedua manusia yang mengaku tidak jatuh cinta akan tetapi saling memaksakan kehendak, sangat mirip dengan kasusnya yang menyebalkan. Sungguh.     

"Aku? Semua salahku?" dia mengkerut heran. Melepas jeratan pada lengan kurus.     

"Bagus kau tahu, jadi keluarlah. Aku lelah dan butuh istirahat," lelaki yang diusir secara terang-terangan tersebut, dengan tak tahu diri malah mengikuti gadis yang kini sudah berbaring di ranjang lalu menyembunyikan tubuh kurusnya di dalam selimut.     

"Apa yang kau lakukan? Pergilah!" Gibran mendekap erat-erat tubuh yang seolah tinggal kulit dan tulang, hingga Syakilla tak bisa bergerak, "Sebenarnya, kau ini kenapa?" gadis tersebut menggerakan tangannya yang masih mampu bertenaga, berusaha mengusir pelukan lelaki yang kian lama makin aneh.     

"Aku tidak tahu. Aku suka memelukmu, hanya itu," ucapan lelaki bersurai pekat konsisten dengan kata 'aku tak tahu', dan dia akan memaksa kan keinginannya. Tatkala kalimat tersebut sudah keluar dari mulut sang Putra yang paling dimuliakan dalam keturunan Tarantula grup, dia -Syakilla- tak akan bisa melawannya.     

"Bukankah kau lelaki baik, kenapa kau begini?" dia yang masih mencoba lepas dari dekapan, coba menggali pemahaman.      

Selepas beberapa menit berlalu, tatkala lelaki bersurai pekat meletakkan pipinya di kepala Syakilla dan separuh wajahnya terkubur rambut gadis tersebut. Gibran berkata, "Aku tak tahu. Aku sudah bilang aku tak tahu. Aku suka berada di dekatmu, hanya itu," dan itu berulang-ulang.     

Adakalanya Syakilla memikirkan sebuah tempat. Kafe di dekat kantor Tarantula grup. Sebuah kedai dengan pintu yang akan mengeluarkan bunyi 'Klinting' tatkala dibuka. Bagaimana tidak? Tempat itu adalah di mana keduanya menghabiskan banyak makan siang bersama.     

Tempat di mana Syakilla seolah mendapatkan kakak terbaik yang dikirim Tuhan melalui kekasihnya —yang harus meninggalkan dirinya sebab kuliah di negeri yang jauh, lalu berakhir memutuskan hubungan dan menghilang tatkala kembali ke Indonesia. Anehnya, perpisahan itu sejalan dengan dia yang secara tidak masuk akal tiba-tiba saja diminta Baskoro –ayah yang tak pernah dianggap orang tua- untuk menjadi pasangan lelaki yang kini mendekap tubuhnya erat-erat.     

Jika benar pertunangan itu hadir sesuai dengan kalimat seorang nenek yang misterius. Perempuan tua yang dipanggil Clara, akan tetapi semua orang diluar sana mengenalnya dengan nama Juliana 'Cucuku perlu menagih hutang Baskoro dengan mengambilmu'. Artinya, lelaki tersebut sudah tahu bahwa hubungannya dengan adik tirinya akan berakhir dan ia sudah mempersiapkan diri untuk mengambil gadis kurus malang dari keluarga yang menjadikannya tidur di kamar para asisten rumah tangga dan tak diizinkan makan satu meja, serta dianggap tidak pernah ada di rumah tersebut.     

"Aku membencimu. Kau-"     

"Aku tahu," tegas Gibran, "Aku sangat tahu," menghela nafas, lalu menghirup aroma yang menguar dari rambut dalam dekapan lamat-lamat.     

"Lalu kenapa?"     

"Aku tidak tahu, tapi kau salah mengatakan aku balas dendam atas kepergian ibuku karena ibu Gesang. Aku melakukan ini bahkan mungkin karena aku diam-diam mengetahui perempuan itu tersiksa bertahun-tahun di loteng rumah ini. Terkurung disana," monolog Gibran mampu membuat Syakilla berbalik dan mendapati dadanya, seolah menyambut keberadaan dan pelukannya. Walaupun kenyataannya tidak.     

"Kau sudah tahu? Sudah lama?" tangan kanan Syakilla yang tak mendapatkan retak pada tulangnya, spontan membekap mulutnya sendiri. Matanya mengembara, mengamati wajah lelaki di hadapannya. Seolah baru saja melihat pengakuan terburuk sepanjang hidupnya, "Bagaimana kau bisa terbungkam selama ini? kau tahu Gesang menganggapnya mati,".     

"Aku tahu," netra hitam legam melarikan pandangan ke arah lain. Menghindari manik mata gadis yang kini bebas dari pelukan, "Seperti apa yang kau lihat selama ini, aku tak sebaik yang orang lain pikirkan. Bahkan aku akan menjadi kian buruk secara perlahan-lahan sesuai pertambahan usiaku," kalimat ini terlontar dengan nada penuh penyesalan, "Itulah aku yang seharusnya, dan aku tak akan melawan takdir ku. Kecuali mengambilmu dan melepaskan tahanan papa Rio,".     

Selepas tatapan itu sempat jauh menghindar, detik ini dia kembali jatuh pada wajah tirus dan mungil yang menatapnya lamat-lamat. Kemudian dengan keberanian yang bahkan tak pernah diharapkan, lelaki bersurai pekat datang memberi ciuman. Membasahi bibir yang telah ternganga atas kalimat-kalimatnya.     

"Kau adalah simbol keberanianku," ucapnya, meraih lagi bibir membeku, "Ini aneh dan tak akan dimengerti orang lain, kecuali seseorang yang pernah merasakan frustasi atas hidupnya sendiri," sejenak berhenti, detik berikutnya menautkan lagi.     

"Kau tidak mencintaiku," ucap Syakilla. Mendorong dada Gibran dan melepas paksa gerakan lelaki yang melumat bibirnya, "Kau hanya tengah menyukai pialamu, simbol kemenanganmu terhadap dirimu sendiri yang selama ini tak pernah melawan kehendak dan Aturan papa Rio," berapi-api suaranya. Kembali membalik tubuh.      

"Aku tidak tahu," dia menjawab dengan gamang. Apa Syakilla dalam benaknya, ia tak tahu. Akan tetapi lelaki bersurai pekat selalu ingin memilikinya, melindungi, dan entah mengapa dia menjadi pusat perhatian yang istimewa.     

'Apakah ini cinta? Simpati? Ataukah karena Syakilla simbol pemberontakannya pada papa Rio?' ini membingungkan. Akan tetapi, lelaki tersebut kian lama kian resah tatkala berjauhan dengan gadis rentan dihadapannya.     

Tiap saat di usia belianya, ia selalu terhantui oleh bisikan-bisikan jiwanya terdalam supaya segera bertindak untuk membebaskan perempuan yang terkurung di loteng rumahnya, akan tetapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Kini, tatkala seorang gadis dengan keadaan serupa ada di dekatnya, lelaki tersebut ingin membalas ketidakmampuannya dulu dengan memberi penebusan aneh ini.     

"Apa kau sudah tidur?" tanya Gibran, mendekati gadis yang memunggunginya.     

Tak ada jawaban.     

"Aku ingin kau bahagia, tapi dengan berada disisiku. Apa itu mungkin? Syakilla?" dia berujar lagi, dan tak ada yang mendengarnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.