Ciuman Pertama Aruna

IV-6. Grafik Merah Dan Biru



IV-6. Grafik Merah Dan Biru

0Satu persatu peserta meeting meninggalkan meja oval, kecuali pemimpin mereka. Ia terlihat masih sibuk menatap laptop yang berisikan grafik, kumpulan data dari beberapa tabel yang disajikan atau ditampilkan dalam bentuk garis dengan warna merah dan biru sebagai pembanding —entah berisi apa, tapi wajahnya terlihat resah.      

Melihat raut muka resah yang ditunjukkan penerus tahta Diningrat, perempuan yang sempat berdiri mengurungkan niatnya untuk keluar ruangan. Bianca bergerak lambat mengamati grafik yang ditatap oleh Gibran.      

Gadis tersebut berdiri di belakang punggung lelaki yang duduk di kursinya dan seolah tidak melihat atau mendengar apapun, kecuali fokus pada garis meliuk pada layar laptopnya.      

Bianca menyipitkan mata, mengamati perpaduan dua garis merah dan biru. Sayang sekali, di ujung grafik rentang antara garis merah dan garis biru terlihat jelas.      

Merah menunjukkan kian lama, kian merangkak ke atas. Serupa dengan yang ditunjukkan oleh grafik biru -merangkak ke atas-, tetapi tidak se-signifikan garis merah menggambarkan peningkatan.      

Bianca baru sadar, selepas ia membaca legend yang ditampilkan oleh tabel tersebut. Tabel ini adalah pergerakan 2 buah perusahaan yang bersaing sengit.      

Djoyo Makmur group dan Tarantula grup. Warna merah yang memiliki kecuraman ekstrim dalam hal peningkatannya ialah lambang dari perusahaan pesaing, siapa lagi kalau bukan perusahaan keluarga tunggal yang paling ditakuti di negara ini. Perusahaan milik DM group.      

Perusahaan yang bahkan tidak mengolah bahan tambang atau minyak bumi —sumber daya alam paling seksi di negara ini, akan tetapi mampu menciptakan pertumbuhan semengerikan itu.     

Berbeda dengan Tarantula group. Melalui oil company, perusahaan ini mengolah batu-bara, gas alam, dan sumber daya alam penghasil pundi-pundi kekayaan paling banyak alias minyak bumi —juga bagian dari cara mereka mencetak uang. Kenyataannya, perusahaan yang dinaungi tujuh dewan utama tersebut hanya terwakili oleh garis biru. Sebuah grafik yang tahun ini peningkatannya tidak semelejit warna merah.      

Garis biru kian menjauh walaupun sama-sama mengalami peningkatan, sayangnya warna merah tak pernah tersentuh. Kian lama kian menjauh berada di atas si biru -Tarantula-.     

"Apa aku boleh memberikan sedikit saran?," suara perempuan yang berasal dari sisi belakang menyentak kesadaran pria yang sempat larut, berkonsentrasi pada layar laptopnya.      

Bianca menggeser mundur kursi yang berada di sisi kanan sang lelaki. Duduk nyaman di sana, selepas mata hitam pekat itu berpindah dari layar laptop kepada dirinya.      

"Yah, apapun itu aku akan mendengarnya," ada nafas lelah yang mengudara mengiringi suara CEO Tarantula.      

"Kalau kita selalu membandingkan perusahaan kita dengan perusahaan lain, sampai kapan pun kita hanya akan jadi bayang-bayang. Lebih baik fokus pada diri kita sendiri," mendengar monolog Bianca, lelaki yang sempat menyatukan tangannya membentuk segitiga di antara laptop menyajikan dagu yang disangga oleh kedua jemari tangan yang bertautan, terlihat menarik bibirnya mencoba menyajikan senyum samar.      

"Andai para dewan memiliki cara pandang seperti dirimu, kenyataannya tidak semudah itu berbicara dengan mereka," lelaki ini terlihat mematikan alat elektronik yang tersaji di hadapannya, kemudian menutup benda persegi empat tersebut.      

"Menurutmu, apa yang membuat kita tidak bisa lebih baik dari Djoyo Makmur group?" pertanyaan ini meluncur dari lelaki yang pada akhirnya tertangkap lebih santai, menyadarkan punggung pada sandaran kursinya.      

"SDM," satu kata yang terucap dari bibir Bianca. Dan sang CEO lekas mengangguk mengiyakan, menyetujui ucapan putri Adam.      

"Human resource development mereka sangat bagus. Perusahaan itu memiliki ajang seleksi bergengsi, seleksi karyawan bukan dari pihak ketiga. Mereka menciptakan event mandiri dengan alat ukur tersendiri," mata Bianca bertautan dengan Gibran, perempuan yang awalnya menatap kumpulan meja telah berhasil mencuri perhatian netra hitam, "Ketika dulu aku masih S1 di dalam negeri, teman-temanku, para mahasiswa terbaik di kampus yang memilih tidak langsung melanjutkan strata dua cenderung menjadikan Djoyo Makmur Group sebagai pilihan pertama untuk mendapatkan pekerjaan. Mereka berharap dapat lolos ajang seleksi karyawan DM Grup," bahu Bianca terangkat —tanda dirinya mengakui ada banyak hal yang perlu diperbaiki, "Setelah mereka dinyatakan tidak masuk kualifikasi plan pertama, barulah mereka membidik perusahaan lain, salah satunya Tarantula,"      

"Hemm," lelaki ini terlihat mengernyitkan dahinya, "Semenarik itu,"      

"Yang kedua, yang aku pelajari, standar operasional mereka dipegang teguh, sangat disiplin, teratur, serta memiliki fleksibilitas tinggi terhadap perubahan zaman," penyataan Bianca kembali menarik minat Gibran.     

"Itu yang tidak kita miliki," ada kekecewaan terselip pada kalimat Gibran.     

Fleksibilitas tinggi terhadap perubahan zaman, amat sangat sulit diupayakan di tataran manajemen Tarantula group. Satu perusahaan dengan tujuh dewan yang memiliki pengaruh tinggi terhadap kebijakan-kebijakan yang di hadirkan. Mengakibatkan birokrasi perusahaan Tarantula lebih lambat, mudah terhambat di bandingkan Djoyo Makmur group yang di kemudian oleh seorang nahkoda.     

Nahkodanya, tidak lain ialah sang pewaris tunggalnya, lelaki yang bahkan usianya setara dengan Gibran. Inovasi-inovasi terbaru sangat mudah diterima, tidak begitu banyak berdebat dengan kumpulan dewan. Asalkan tim riset dan development tiap divisi mampu mempertahankan hasil analisis, maka kebijakan mudah berkembang sesuai pergerakan zaman.      

Daya terjangnya didukung oleh SDM DM group yang mumpuni, membuat perusahaan tersebut kian lama kian sulit dikejar.      

"Menurutmu, adakah kelemahan yang bisa kita manfaatkan supaya kita unggul dari Djoyo Makmur group?" tanya Gibran.      

"Sejujurnya, aku tidak suka dengan pertanyaan ini. Pertanyaan yang membuatku sadar bahwa," ada rasa enggan yang sempat tertahan, selepas Gibran tertangkap mengerutkan keningnya. Bianca akhirnya berkata jujur, "Kamu tidak ada bedanya dengan para dewan Tarantula,"      

"Maksudmu?" Gibran tampak tersentak oleh ujaran yang dengan berani diungkapkan Bianca.      

"Mengapa kau perlu sulit-sulit mencari kelemahan Djoyo Makmur group? Sebaiknya, kita cari kelemahan kita, dan kita perbaiki perusahaan kita sendiri," Bianca terdengar berapi-api kala tangannya ikut bergerak menunjukkan letupan-letupan emosi yang tertahan di dalam dadanya.      

Dan Gibran terdiam, hening, mematung sekian detik.      

"Dulu aku sama denganmu, tapi bagaimanapun juga aku berada di lingkungan yang kondisinya mengharuskan ku mengikuti kehendak mereka," suara ini terdengar putus asa.     

"Aku minta maaf," perempuan yang bicara dengan Gibran, kini ikut serta merebahkan punggungnya pada sandaran kursi, "Harusnya aku sadar, keadaan anda tidak semudah itu,"      

"Bagaimana kalau kita berbagi peran?" Gibran bangkit dari sandaran kursi, dia memutar 90 derajat. Hingga tubuhnya tepat berada di sisi kiri Bianca.      

Gadis yang kini duduk di hadapan Gibran terkesiap.      

"Bantu aku memperbaiki SDM Tarantula," suara Gibran terdengar ringan tapi penuh keyakinan.      

"Semoga aku mampu," Bianca menarik bibirnya. Bukan tersenyum, dia malah menggelengkan kepalanya.      

"Aku tahu kamu punya kemampuan itu, Bisnis dan Manajemen. Bukankah kamu jauh-jauh ke Boulevard de Constance untuk mempelajarinya, dan berulang kali memohon pada paman Adam supaya diizinkan bergabung dengan kami untuk ini?" Ada telapak tangan yang ikut bergerak menyentuh lengang kiri Bianca.      

Bisnis dan Manajemen terbaik, INSEAD (Institut Europeen d'Administration des Affaires) di Boulevard de Constance, Fontainebleau, Prancis adalah kampus dimana Bianca, putri Adam Nalendra menempuh pendidikan terakhirnya sebelum bergabung dengan putra-putri Tarantula.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.