Ciuman Pertama Aruna

IV-5. Gadis Wisconsin



IV-5. Gadis Wisconsin

0Hal yang paling lihai dari segala siasat di kepala Tiara ialah menghubungi keluarga Heru, mengatakan bahwa Key Barga menyekap putra tercinta mereka dan mengganggu rencana pernikahan yang telah didukung keluarga Salim serta Atmodjo.      

Ia tidak peduli bagaimana Key akan mengamuk kepadanya. Sebab, detik ini nama baik keluarga Barga sekali lagi akan dipertaruhkan. Tentu saja tuan dan nyonya Barga yang tengah bersenang-senang keliling dunia pasti pulang dengan kemarahan kalau sampai Atmodjo menyinggung perilaku putranya.      

"Key, aku mencintaimu sebab dulu aku bodoh, percaya bahwa kau akan berubah. Heru lebih baik darimu, walaupun dia suka banyak wanita. Minimal, aku akan di tempatkan sebagai perempuan yang paling berkuasa dan bisa menindas siapa saja yang berani menggangguku, termasuk kau!" Kembali tangan itu terlipat, menatap punggung pria yang perlahan-lahan menghilang.      

"Aku rasa ada yang sedang memperhatikan mantan pacarnya," perempuan dengan alis tebal dan mata bulat lebar memecah konsentrasi Tiara Susmita.     

Secara spontan ia yang ditegur berbalik. Senyum cerah dan sedikit menyebalkan khas Tiara menyapa Bianca.      

Bianca mengangkat bahunya, melanjutkan aktivitasnya berjalan membelah lorong kosong.      

"Mantan," kata ini ditekan, bersama gerakan Tiara memburu langkah Bianca, putri kesayangan Adam. Si gadis dari keluarga baik-baik yang salah tempat, pada sudut pandang putri Salim.      

"Kau tahu, kadang sedikit menyenangkan bermain-main dengan beberapa laki-laki sebelum kita menikah,"      

Mendengar kata-kata rancu yang diujarkan Tiara, Bianca menggeleng. Bahunya sedikit terangkat, sebelum ia meraih handle pintu ruang meeting.     

Bianca tergolong gadis yang tidak akan berminat berbicara dengan perempuan bebas seperti Tiara Susmita. Putri Adam tersebut tergolong anak rumahan, yang mana oleh Tiara disebut gadis Wisconsin. Sebuah tempat fiksi di kota -fiksi pula-, Willows.      

Mengapa Tiara memanggilnya demikian. Sebab, wisconsin di kota fiksi Willows adalah kota dimana Barbie tinggal dan dibesarkan.     

Barbie merupakan boneka kesayangan Bianca sejak kecil. Gadis tersebut mengoleksinya sebagai mainan sampai ia tumbuh dewasa, dan kegilaan pada benda yang mana menurut Tiara terkategori konyol tersebut —belum pudar.      

Melihat Bianca yang enggan menanggapinya, putri Salim menyerobot handle pintu. Mempertahankan supaya benda dengan bahan kayu tersebut tetap tertutup. Sembari menatap mata Bianca, Tiara mengucapkan pernyataan ganjil, "Jangan berharap kau akan menemukan Ken di kehidupan nyata," kalimat ini diiringi tawa menyebalkan.     

Ken adalah boneka pasangan Barbara Millicent Roberts atau nama panggilannya ialah Barbie. Ken digambarkan sebagai pria idaman yang usianya 2 tahun lebih muda dari boneka Barbie.      

Dan Impian setiap anak yang memainkan boneka Barbie ialah menemukan Ken di dunia nyata.      

"Sudah puas bicara? Buka pintunya!" Bianca tak mau ambil pusing untuk menanggapi celoteh random Tiara. Gadis tersebut memiliki prinsip dan kedisiplinan tingkat tinggi yang membuatnya terlihat tenang sekaligus elegan untuk menanggapi kebarbaran khas putri Salim. Teman masa kecil hingga dewasa, sekaligus gadis menyebalkan yang suka mengganggunya. Mereka tidak bermusuhan, hanya saja Tiara suka sekali bermain-main dengannya.      

Bianca yang memutuskan bergabung dengan perusahaan Tarantula, menjadikan Tiara yang biasanya berperan sebagai perempuan satu-satunya sedikit terusik.      

"Tolong buka pintunya, nona Tiara," ketika si empunya nama di sebut, Tiara dengan terpaksa mendorong pintu, pemandangan yang terlihat menjadikan para pria yang melingkari meja oval sedikit penasaran. Bagaimana bisa Tiara memberi jalan kepada Bianca?.      

"Maaf, saya datang terlambat," Gadis itu menyapa yang lain. Melangkah mengitari meja oval dari arah belakang punggung para peserta meeting, kemudian duduk di kursi kosong.      

"Aku tahu kau sibuk," suara Gibran menimpali. Meminta yang lain lekas fokus kembali pada pembahasan utama mereka terkait produk digital yang baru mereka bangun dimana tanggung jawab utama adalah para generasi penerus Tarantula.      

***     

Dress memanjang hingga di bawah lutut, membalut tubuh perempuan hamil. Warna putih menjadi dasar pakaian yang pada bagian bawahnya terlukis bunga-bunga berwarna pink pudar. Bunga warna merah muda adalah simbol dari rasa syukur yang mendalam dan ucapan terima kasih kepada seseorang.      

Pakaian yang membalut tubuh tersebut adalah bagian dari dress yang dibelikan Mahendra. Dengan sangat sabar, lelaki bermata biru memperkenalkan baju-baju pembeliannya dilengkapi dengan makna-makna unik yang terselip di setiap pilihannya.     

Dulu, Aruna amat sangat benci pakaiannya diatur oleh suaminya, sekarang dirinya malah berputar beberapa kali di hadapan cermin yang membentang pada ruangan display baju.      

"Kihran, ambilkan aku aksesoris," Kihrani yang sempat ternganga oleh ruangan yang baru pertama kali ia masuki tampak kebingungan harus memilih aksesoris yang mana dari kumpulan benda yang diletakkan di dalam meja kaca, di tengah-tengah ruangan.      

Aksesorisnya terlalu banyak dan beragam. Ini membuatnya bingung, mana yang harus ia pilih dan cocok dengan Dress nonanya.      

"Ambil yang warnanya putih, aku ingin terlihat cerah malam ini," sekali lagi perempuan yang berdiri di depan cermin meminta gadis tersebut lekas membawa benda yang ia inginkan.      

"Nona,"      

"Ya?"      

"Yang berwarna putih terlalu banyak, apakah saya harus memilih mutiara ini, atau yang ini?" ia yang bicara mengangkat 2 dari beberapa aksesoris berwarna putih.      

Aruna mengacungkan tangannya —memilih mutiara, tapi tiba-tiba saja ia berubah pikiran.      

"Tidak, tidak." Perempuan hamil tersebut berjalan mendekati Kihrani. Disaat sampai di hadapan gadis berseragam ajudan, ia menyelipkan separuh rambutnya ke belakang telinga sebelum merundukkan wajahnya. Mengamati sekelompok aksesoris yang tersusun rapi.      

"Carikan baju warna biru, berdasar putih," lalu buru-buru perempuan itu keluar dari ruangan display pakaian. Membuat Kihrani menggaruk kepalanya yang tidak gatal.      

Sejalan dengan langkah buru-buru Aruna, gadis berseragam ajudan menuju almari kaca yang membentang. Dimana didalamnya terdapat kumpulan dress warna putih.      

Ia mengeluarkan Dress yang tergantung —mengamatinya sekilas, mencari tahu mana yang memiliki corak biru.      

Disaat Kihrani telah menemukannya, ternyata nona Aruna sudah berdiri di dekatnya.     

"Aku tidak suka birunya," yang bicara meraih dress yang dipegang tangan Kihrani, lalu menyelipkannya lagi. Dan berakhir memilih baju berwarna putih polos, kebaya dengan payet ringan bahkan cenderung tanpa motif, sepanjang lutut.      

Ternyata bukan kebetulan Aruna memilih baju tersebut. Sebab, jari manisnya kini mengenakan sebuah cincin emas putih yang di tengah-tengahnya terdapat batu permata warna biru pekat.      

"Kihran, tolong ambilkan handphone ku," perempuan itu lagi-lagi berputar di hadapan cermin. Ia membuat panggilan ketika dirinya meminta Kihrani menyisir rambutnya. Menciptakan ikatan ringan di sisi kanan dan kiri.      

[Herry, beritahu suamiku, sudah saatnya dia pulang!] Kihrani menyadari perempuan ini ingin terlihat luar biasa di hadapan suaminya.      

"Kihran, sudah cukup! Panggilkan Tika, aku mau dia merias wajahku," Dia yang menerima perintah mengangguk, memundurkan langkah kakinya.      

[Herry, hallo?]      

[Kenapa kau membuat kesepakatan konyol semacam itu!! Tanpa memberi tahuku!!] bukan sapaan sayang yang Aruna dengar, akan tetapi kalimat dengan nada kasar dan penuh penekanan dari Mahendra.      

[Ayolah Hendra, kita sudah berhasil dengan Dream City, proyek ini sedang banyak diminati, di lapangan. Kota-kota lain mengantri ingin bekerja sama dengan kita. Lihatlah! bagaimana aku bisa meningkatkan daya jual saham kita pada kuartal-kuartal terbaik]      

[Itu karena isu kemunduranku di dunia bisnis terbantahkan oleh video viral kehamilan istriku]      

[Okey..] suara kumpulan kertas atau –entah apa, terbanting. Dan sepertinya yang sedang bicara adalah pak Surya. Suaranya tidak asing sama sekali, [Tidak ada kerja keras, tidak ada apapun yang aku kerjakan selama ini, yang ada hanyalah video viral! Sejak kapan kau kehilangan daya logismu!!]      

[Hai, turunkan atensimu. Kita sedang berdiskusi,] suara Mahendra kembali terdengar.      

[Kau yang marah-marah sejak tadi, bukan aku! Ingat, bukan aku,] Pak Surya terdengar kehilangan kendali.      

[Karena kau menerima sesuatu yang tidak diinginkan!] suara Mahendra masih terdengar sama kerasnya.      

[Semua orang di perusahaan ini menginginkannya, kecuali kau!!]      

[Kakek ku, pasti menolaknya!] suara mereka saling menyahut dengan intonasi tinggi -tak mau mengalah.      

[Ya aku paham! Kalian berdua memang sama]      

[Kau bilang apa??]      

.     

[Nona, maaf] "Bip!" dan Herry mematikan handphonenya.      

"Kihran," alat komunikasi yang tadinya menempel di telinga Aruna, terlihat luruh seolah ingin dijatuhkan.      

Gadis yang hampir mencapai pintu keluar berbalik menatap perempuan bermata coklat yang memanggil namanya, "Tak perlu memanggil Tika, kita ke bawah sekarang… ...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.