Ciuman Pertama Aruna

IV-3. Berteman



IV-3. Berteman

"Nona, suara pecahan berasal dari ruang kerja tuan Hendra, kabarnya dia membanting em.."     

"Lanjutkan!" perempuan yang berniat untuk istirahat kini memilih lekas meninggalkan ranjang tidurnya. dia memasang wajah penasaran. demikian penasaran atas informasi yang akan disampaikan Kihrani.     

Gadis yang di tatap Aruna mengais udara di sekitarnya, "saya menemukan gelas pecah,"     

"Apa alasan Hendra melakukan itu?" lagi-lagi pertanyaan Aruna disambut dengan kerjapan mata, tanda gadis tersebut berusaha menenangkan dirinya.     

"Jadi waktu saya datang, saya menemukan seorang pelayan membersihkan ruangan, terutama pecah kaca,"     

detik berikutnya perempuan hamil tersebut meluruhkan dirinya duduk di tepian ranjang tidur. dia tak bersuara, maupun membuat gerakan berarti, dia terdiam dengan ekspresi datar.     

"Anda pasti lelah," ujar Kihrani, "istirahatlah nona.." tambah ajudan junior tersebut.     

"apa kita bisa berteman?" tiba-tiba perempuan yang terduduk mengangkat wajahnya, dia mendongak menatap Kihrani.     

"Teman?" perempuan yang diajak bicara Aruna sempat terpaku beberapa detik, hingga ia berhasil meraih pemahaman, "oh' tentu.. tentu saja,"     

"duduklah di dekatku," pinta Aruna.     

Dan dia yang mendapati permintaan sang nona Djoyodiningrat refleks terkesiap, "kata Susi, yang seperti itu melanggar aturan," kilah perempuan berambut hitam, menarik bibirnya. Takut tindakannya melewati batas.     

Tempat kerjanya yang sekarang merupakan sebuah tempat asing yang jauh berbeda. Setiap tindakan memiliki konsekuensi tersendiri. Ada strata yang jelas di sini. Beberapa perempuan dan laki-laki memiliki derajat yang jauh lebih tinggi. Tradisi yang tidak tertulis tapi selalu di tegaskan berulang-ulang.     

Boleh dekat dengan majikan atau nona di keluarga ini, tapi dilarang setara dengan mereka. tetep ada aturan yang mengikat terutama tentang sopan santun, cara memanggil dan cara bersikap.     

"Artinya kamu tak mau dan menolak menjadi temanku," perempuan bermata coklat membuang muka. menaiki ranjang tidurnya. memasuki selimut tebal dan kemudian membaringkan tubuhnya miring ke sisi kanan arah dimana Kihrani masih berdiri.     

raut wajah perempuan hamil tersebut diliputi kekalutan, senyum cemerlang dan wajah cerah hilang. mendapati suasana hati yang terbaca kurang bahagia dari cara sang nona menyajikan ekspresi wajah. Kihrani memberanikan diri duduk di tepian ranjang. sedikit miring ke arah Aruna.     

"Apa aku kelihatan sedang bersedih?" ini pertanyaan Aruna.     

"sedikit," ucap gadis tersebut memberanikan diri, "banyak orang berkata emosi ibu hamil kadang tak stabil, ketika bersedih bisa sangat sedih,"     

"begitu ya.." ini suara tanggapan dari Aruna.     

Kihrani mengangguk ringan mendengar sepenggal kata dari nonanya. "Ditempat saya dulu bekerja, ada satu rekan kerja yang sedang hamil, dan dia menjadi sangat sensitif,"     

"seperti apa sensitifnya?" perempuan yang terbaring memutar sedikit badannya, dia lebih rileks.     

"Aa.." manik mata hitam Kihrani berputar mengiringi narasi, "jadi, ketika jam sibuk, teman saya membantu di meja kasir, dan tanpa sengaja seorang customer melempar komentar sesuka hati: hamil besar kok masih bekerja.. harusnya istirahat, apa suamimu tak peduli padamu? duh kasiannya,"     

"lalu apa yang terjadi padanya?" perempuan yang tengah terbaring tampaknya menikmati cerita Kihrani.     

"Kak lilik, nama teman saya lilik-"     

"okey.. apa kak lilik menangis?" ini kalimat tanya aruna sebagai bagian dari prediksinya.     

"tidak," balas kihrani.     

"benarkah dia tak menangis," Aruna keheranan.     

"iya, benar nona.. "     

"Aruna!" aruna meminta kihrani memanggil namanya. dan Kihrani hanya menarik bibirnya, senyum tipis tanda dia tak bisa mengabulkan permintaan tersebut.     

"lalu.." Aruna kian penasaran.     

"kak lilik membalas dengan kalimat pedas: Aku bekerja karena bayiku sehat dan aku ibu hamil yang dinyatakan kuat, bahkan kuat adu jotos dengan anda –jika aku mau,"     

"Hahaha.." Aruna tertawa, "kasar sekali,"     

"Kasar ya.." kihrani menggaruk sudut lehernya sebab bingung memahami nonanya, dari sudut mana ceritanya tertangkap kasar, "tapi selepas melayani pembeli tersebut, kak lilik berjalan ke belakang, menenangkan diri sejenak di gudang, dan meminta saya mengambilkan gulungan tisu besar,"     

"Yaah.. dia menangis ya.." lagi-lagi Aruna membuat prediksi.     

"tidak," tegas Kihrani. "Kak lilik membuka gulungan tisu dengan semangat membara dan mencincangnya, sejadi-jadinya, sampai dia puas,"     

"hahaha.." Aruna tertawa lagi, "apa itu yang kau sebut sensitif?" tebak Aruna.     

"Kak lilik orangnya sangat ramah, dia paling ramah dari semua orang di minimarket kami. jadi, kami syok melihatnya bisa semarah itu, saat di kata-katai customer. biasanya sih cuek saja, baik-baik saja. Maka dari itu kami tak berani macam-macam selama kak lilik hamil,"     

"Apa kamu juga takut pada kak Lilik?"     

"sedikit," kihrani mengangkat tangan kanannya, sekilas gerakan menyatukan jempol dengan jari kelingking tertangkap.     

Suara hirupan nafas dari perempuan yang tengah berbaring terdengar nyaring. Dia membangkitkan tubuhnya. Sebuah bantal disusun di belakang punggungnya sehingga ia bisa duduk nyaman pada kepala ranjang.     

" sekarang giliranku,"     

Ada dua buah alis yang menyatu, tiga buah garis tertangkap tepat di tengah-tengahnya. Dahi mengkerut tersebut milik ajudan junior.     

"Giliranku menghiburmu, jangan kau pikir aku tidak tahu, kau menceritakan kak lilik karena ingin menghiburku," tegas Aruna, suaranya sedikit menggoda.     

"Ah' saya sekedar bercerita," sebuah tangan diangkat, mengebas udara.     

" bukankah kita teman?" mata coklat itu menatap raut wajah terheran milik perempuan berambut hitam. Dia tersenyum samar.     

" mengapa matamu bengkak?" Kini dua mata saling bertautan.     

"Mata saya?" ada wajah heran yang disajikan oleh lawan bicara Aruna.     

"Siapa lagi.. jangan mengelak," gadis yang dikomentari aruna menurunkan pandangannya. Ia menggigit bibirnya, memainkan jemarinya pada sprei sulur bunga lily. Tapi mulutnya membeku seperti orang bisu.     

"Aku perempuan yang takut akan kesepian, terlebih suamiku sudah mulai bekerja. maka dari itu rumah ini bakal menjelma menjadi penjara –bagiku," ada nafas yang mendesah, "aku butuh seseorang yang bisa menjadi temanku. bercerita apa adanya, bertukar pikiran dengan santai, seperti teman-temanku yang dulu. Aku gadis biasa, berasal dari keluarga biasa. sama sepertimu, aku juga mengalami banyak kesulitan dalam hidupku, walaupun kelihatannya–,"     

" saya menangisi kebodohan saya sendiri," mata Kirani mengerjap-ngerjap. Tanda bahwa gadis tersebut menahan sesuatu di dada.     

Dan Aruna merasa bahagia secara tiba-tiba, seberkas harapan tentang memiliki seseorang yang dapat bertukar Pikiran atau mungkin sekedar saling bercerita untuk meringankan beban sepertinya akan terwujud. Rumah ini memang dihuni oleh beberapa perempuan akan tetapi tak ada yang seumuran dengan Aruna.     

Walaupun Aruna sudah menikah sedangkan Kihrani belum menikah. Atau belum menempuh studi strata 1 seperti Aruna. Keduanya seumuran.     

"Kebodohan apa yang bisa membuat seseorang sepertimu menangis?"     

"Kebodohan yang amat sangat fatal, dan tidak penting,"     

"Boleh aku menebaknya?"     

"Em.. aku yakin anda akan salah,"     

"Pasti tentang asmara,"     

"Ha-ha-ha," gigi putih Kihrani tersaji, "apa sangat kelihatan?" gadis tersebut memegang pelupuk matanya.     

" tebakanku tepat," seruan Aruna mendapat anggukan.     

"Anda pandai sekali menebak, tapi jujur ini sesuatu yang tidak penting," gadis tersebut berkilah.     

"Ya.. ya.. aku tahu itu. Sesungguhnya, karena kau mengatakan 'tidak penting' aku jadi bisa menebak kegelisahan macam apa yang kamu sembunyikan,"     

Kihrani memalingkan wajahnya, gadis itu tertangkap malu.     

"So, apa yang terjadi dengan pacarmu, kamu tidak mendapatkan restu? atau dipaksa menikah dengan orang asing? atau–,"     

" tidak, tidak. Saya tidak punya pacar.. em.. hanya bertepuk sebelah tangan,"     

"Okey, aku rasa kamu masih beruntung,"     

"Apakah cinta anda pernah bertepuk sebelah tangan?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.