Ciuman Pertama Aruna

IV-2. Bertanya-tanya



IV-2. Bertanya-tanya

0"Nona.." suara panggilan penuh makna memecahkan kebekuan perempuan yang terduduk di sudut sofa di dalam kamarnya. dia menatap sekilas gadis berambut panjang gelap yang diikat kebelakang -ikatan yang menempel pada pundak, ciri khas para ajudan perempuan-      

Bajunya pun kini bukan lagi petugas minimarket, dia yang baru saja memanggilnya mengenakan baju hitam, sama persis dengan baju Susi, "Apa kamu bisa memanggil Susi untukku?" ada senyum yang terseduh. senyum sapaan, cukup dipaksakan. hatinya tidak jenak.     

Hal pertama yang perlu ditanyakan Aruna pada siapa pun yang bisa menjawabnya —dan tentu saja bertanya pada ajudan senior para perempuan adalah pilihan paling tepat.      

Adakah kejadian tertentu yang perlu dia ketahui selama dirinya pergi dari rumah ini. kejadian yang mungkin dia lewatkan. benak Aruna terus bertanya-tanya dan tidak mau diam.      

"Senior susi.. hari ini tidak bekerja," Jawab perempuan yang masih berdiri tak jauh dari keberadaan Aruna. Tertangkap ragu berbalut kehati-hatian.      

"oh begitu.. bolehkah aku meminta tolong, aku benar-benar ingin menemuinya, tak masalah jika aku yang harus mendatanginya di lantai 3, aku benar-benar sedang membutuhkannya," Aruna tahu Susi adalah seseorang yang mengabdikan diri kepada keluarga Djoyadiningrat secara penuh.      

Ketika dia libur bekerja, Susi akan pulang dan pergi dari kamarnya di lantai 3 rumah induk. Senior tersebut tidak memiliki saudara di luar sana. Dia tidak menikah dan seluruh hidupnya tumpah ruah sebagai bagian dari pengabdian sempurna kepada keluarga tuannya —Djoyodiningrat.      

"em.." ada nafas yang terambil dari gadis yang dikenal Aruna bernama Kihrani. " sebenarnya senior Susi sedang di skors, jadi dia dan yang lainnya sementara berada di luar rumah induk," selain Kihrani yang merupakan anggota baru, ada sekitar 4 orang termasuk Susi, sebagai penyandang tanggung jawab ajudan perempuan.      

"Oh' apa yang terjadi?" Aruna membuka matanya lebih lebar, menatap lawan bicaranya kian lamat.      

"Jujur, karena saya masih baru.. saya benar-benar belum mengerti masalah yang sesungguhnya," mendengar penjelasan dari Kihrani, bibir Aruna spontan membuat garis lurus, ada rasa kecewa bercampur gundah yang dalam. Mempengaruhi batin sang calon ibu.      

"Apa kamu sudah mengenal Ratna?"      

"Tentu sudah, nona,"      

"Bilang aku mencarinya," suara Aruna lemah.      

"Beberapa pelayan sedang sibuk mempersiapkan acara nanti malam," Kihrani berjalan lambat. Pelan-pelan mendekati jendela dan membuka tirai yang membungkus kamar sang pewaris keluarga ini.      

Melihat gerak-gerik Kihrani, Aruna jadi penasaran dia bangkit dari duduknya. Dan matanya mengembara jatuh pada aktivitas di bawah sana.      

Tirai yang disajikan terbuka sengaja, untuk tempatnya menatap, memberinya sebuah informasi terkait taman di samping rumah Djoyodiningrat yang dihias cantik dengan lampu-lampu gantung, kain-kain menjulur indah, serta meja makan yang satu persatu diangkat dan di susun oleh para asisten rumah induk.      

"Acara apa yang mereka siapkan?" Hh     

"Nyonya menginginkan kedatangan anda disambut dengan syukuran,"      

"Benarkah?" Aruna menoleh menatap perempuan yang masih memegangi separuh tirai. "Apakah ada tamu yang diundang?"      

"Kabarnya, kami kami lah tamunya, yang akan di ikut kan acar syukuran. Acara itu ditujukan untuk Anda dan si kecil di dalam perut anda, sedangkan undangannya, kita semua.. maksud saya para asisten rumah tangga termasuk saya," Kihrani mencoba memberikan penjelasan sebaik mungkin.      

"Oh.."      

"Maka dari itu saya diminta membantu Anda membersihkan diri, istirahat dan makan secukupnya, sebelum nanti malam Anda harus bergabung dalam pesta yang sudah nyonya persiapkan," sekali lagi, dengan training khusus yang dimonitoring Susi secara langsung. Kihrani belajar cara bersikap dan cara bicara yang tepat kepada keluarga majikannya. Keluarga yang memiliki strata khusus pada tatanan yang mereka pegang teguh.      

"Aku bisa membersihkan diriku sendiri, aku bisa pergi ke dapur jika aku lapar, dan tentu saja aku akan tidur kalau aku merasa sangat lelah,"      

Kihrani sedikit bingung, kenapa perempuan hamil tersebut bicara demikian. Ia memasang telinganya setiap saat, terutama ketika Aruna sebagai majikan sekaligus panutan yang harus ia jaga dan tentu saja dituruti tiap-tiap permintaannya tengah berbicara.      

 Kihrani tidak boleh kehilangan konsentrasi apalagi melewatkan penggalan kalimat Aruna. –meminta seorang majikan mengulangi pernyataannya adalah kesalahan fatal demikian Susi mengajarkan.–      

"Yang aku tidak bisa adalah mencari tahu dari mana asal muasal suara benda pecah yang terjadi sebelum aku memasuki kamar ini?"      

Spontan kihrani mengerjapkan matanya, dia juga mendengar suara tersebut. Tapi gadis ini sedang mempertanyakan nyalinya sendiri, andai dirinya diminta mencari tahu dari mana asal suara dan apa penyebabnya.      

"Aku tidak bisa mencari tahu, karena tindakanku pasti sangat mencolok, maka dari itu boleh aku memintamu mencari tahu?"      

Deg!      

Hempasan Udara dingin menyerap dada seorang perempuan. Dia menggigit bibir bawahnya. Tidak diizinkan menolak permintaan.      

"Baik nona," suaranya bergetar.      

"terima kasih," ungkapan ini, mengantarkan Kihrani berjalan keluar dari kamar sang nona.      

.     

.     

Perempuan yang masih di dalam kamar tidak melakukan apa-apa hingga beberapa menit berikutnya. Ia setia menatap hiruk-pikuk dan canda tawa yang terlihat dari kaca jendela lantai 2 rumah induk.      

Tampaknya para asisten rumah tangga begitu senang menyiapkan pesta syukuran penyambutan dirinya nanti malam. Di sudut persiapan tersebut, Aruna melihat mommy Gayatri sedang berbicara empat mata dengan oma Sukma.      

Percakapan mereka tidak diwarnai senyum atau tawa, padahal perempuan paruh baya yang menjadi lawan bicara mami Gayatri seseorang yang mudah tersenyum.      

Batin Aruna kian lama kian terpompa, terpacu oleh rasa penasaran yang membelenggu dada. Apa yang terjadi ketika ia tidak ada?      

Dan apa yang terjadi pada Rolland, lelaki yang secara struktur bertugas sebagai ajudannya selain Alvin.      

.     

sebab tak menemukan apapun yang mampu mengurai tiap-tiap pertanyaan yang berkecamuk di dada. Perempuan ini melangkah menuju kamar mandi, melepas pakaiannya satu persatu. Melangkah menuju ruang ber-shower. Ditekannya kran air dengan ujung jemari tangan kanan, hingga rintik rinai bulir-bulir air jatuh membasahi rambutnya yang tergerai.      

Air air itu merambat di seluruh tubuhnya, membiarkan dirinya larut dalam rasa dingin yang menjadi pilihannya. Air dingin itu menyentuh seluruh permukaan kulitnya.      

Tepat ketika ia berniat menjangkau sabun cair untuk dibalurkan di tangannya kemudian menuju perutnya. Seorang laki-laki mengetuk ruang bershower Dan menggeser pintu tersebut hingga terbuka sempurna, "sayang," Mahendra menyapanya tapi matanya menatap jam monolog yang melingkari pergelangan tangan. "Aku akan pergi ke kantor, jangan menungguku, nikmati istirahatmu," mata biru baru saja terbuka lebih lebar untuk menatapnya.      

"Aku rasa oma Sukma tidak akan setuju," Aruna mematikan shower demi fokus berkomunikasi dengan suaminya.      

"Ada apa dengan oma Sukma?" Suara Mahendra sedikit meninggi. Kesan keberatan dengan pernyataan Aruna tak bisa ia sembunyikan.      

"Oma menyiapkan acara syukuran untuk baby kita, jangan pulang terlambat," Aruna mendekat membelai separuh wajah suaminya dengan ujung jemari tangan kanan. Dan lelaki bermata biru tertangkap menikmatinya.      

" aku usahakan," ucap Mahendra yang sempat memejamkan mata, kemudian mata itu terbuka lebih lebar dan menjatuhkan kecupan di ubun-ubun lalu turun di pucuk hidung.      

"Bukan diusahakan, tapi dipastikan," sanggah Aruna.      

"Apa yang aku dapatkan ketika aku datang tepat waktu?" Mahendra terlihat menyajikan senyum samar.      

"Apa saja.. yang kau suka,"      

dan pria yang berada di atas wajah Aruna tertangkap mengulum bibir perempuan tersebut sebelum akhirnya hilang dari pandangan.      

***     

"Nona, suara pecahan berasal dari ruang kerja tuan Hendra, kabarnya dia membanting em.."     

"Lanjutkan!"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.