Ciuman Pertama Aruna

IV-100. Jamuan, Pria Berambut Platinum



IV-100. Jamuan, Pria Berambut Platinum

0"Dia datang," seorang perempuan berbisik lirih memberi tahu dua perempuan yang lain yang sejujurnya sama-sama mendengar langkah kaki dan percakapan ringan pria tersebut. Udara hangat menyusup dari celah pintu geser yang tak tertutup.     

Pria itu terdengar meminta maaf atas keterlambatannya, uniknya ia minta maaf pada waiters restoran dan teramati berdiri di ambang pintu yang terbuat dari kayu bercelah-celah yang tertutupi lapisan kertas.     

Entah mengapa pria yang menjamu tiga perempuan tersebut memilih ruangan berkonsep japan akan tetapi masakan yang tersaji khas Asia tenggara. Nyentrik, itu yang menjadi kesan pertama bagi ketiga gadis yang belum berani menyentuh apa pun di hadapan mereka.     

"Saya pikir Anda-Anda akan menikmatinya lebih dahulu," Thomas masuk dan spontan tiga pasang mata mengamatinya.     

"Dia punya rambut platinum?" Tiara mengerut berbisik di telinga Bianca. Rambut platinum yang mengilat dibiarkan terurai rapi menyentuh pundak. Ketiganya belum benar-benar bisa menemukan wajah Thomas sampai pria itu duduk di atas bantal serupa tiga perempuan di depannya.     

Thomas tersenyum ramah menyapa ketiganya dan wajahnya yang segar menjadikan ketiganya gugup.     

"aku hampir percaya bahwa dia tua dan berkumis seperti kakakku," Bianca membalas ucapan Tiara.     

"aku belum makan dengan benar sejak kembali ke negara ini. Apakah anda bertiga bisa menerima pilihan menu saya?" Thomas meraih sendok mengawali yang lain tanpa mempersilahkan. Namun pria tersebut lekas berhenti mengamati tamunya selepas dia menyadari ketiganya masih mengamati dirinya.     

"sedikit aneh, harusnya Wagyu yang ada di atas meja," Tiara berkomentar.     

"Tiara," intan menatap menangkap mata adiknya, "saya menyukai makanan rumahan, sama seperti Anda,"     

"Jika Anda menginginkan Wagyu, biarkan saya memesan untuk Anda," Thomas menatap ramah Tiara dan tersenyum singkat pada intan.     

Pria ini berdiri dengan langkah sigapnya meraih telepon yang terpasang pada dinding di sudut ruangan menyampaikan pesan pada pelayan resto lantai 7 Djoyo Rizt Hotel.     

"Dia penyokong dana departemen Store keluarga kita. bisakah kamu lebih sopan?" ketika Thomas tidak melihat para perempuan itu, Intan menjadi kesempatan marah pada adiknya. Dan saat pria ini kembali duduk ke empatnya menjadi gugup.     

"Sepertinya kita perlu makan lebih dahulu," Bianca mulai membuka suaranya. Dia menatap hidangan dan membuka piringnya.     

"tak apa jika Anda harus menunggu Wagyu seorang diri?" suara Thomas sangat ramah. Membuat Tiara engap.     

"Tidak, tidak masalah. Adik saya sedang diet, dia sengaja memilih daging supaya kenyang lebih lama. Mari kita makan," Intan lekas mengalihkan pandangan Thomas dan CEO departemen Store keluarga salim tersebut sekali lagi mengancam adiknya, 'jangan buat pekerjaan kakak berantakan, turunkan tatapan jahatmu itu,' Tiara melirik kakaknya tak terima dan di balas dengan tatapan tajam tak mau menerima perlawanan.     

"Kak angga titip salam pada Anda," Bianca berusaha menjadi akrab dan sepertinya itu berhasil sebab itulah yang di tunggu Thomas. Kesepakatan besar kadang dimulai dari percakapan ringan.     

"Aku tak menyangka dia masih mengingatku," balas Thomas.     

"tentu saja dia mengingat Anda, kakak mengatakan pada saya dia banyak belajar dari Anda,"     

"dia sangat berlebih," ada senyum tipis yang hadir di bibir Thomas.     

"Dan saya berharap saya bisa belajar juga dari Anda," imbuh Bianca.     

"Belajar pada seseorang yang masih berupaya menyelesaikan studinya?" Thomas menggeleng dan sesekali menampakkan giginya. Tak ada yang memungkiri pria ini tak terlihat berbahaya dengan status yang dia sandang sebagai bagian dari Djoyo Makmur Grup.     

"Apakah tidak sebaiknya kita fokus pada agenda utama malam ini?" Tiara tampaknya belum bisa mencair. Dia sudah cukup lama berkecimpung di perusahaan tarantula dan mendengar banyak bagaimana orang-orang DM grup bekerja. Mereka tak tampak mengerikan, tapi kapasitas mereka mematikan dan sekali menginginkan sesuatu tak akan mudah membuat mereka menyerah.     

"Boleh," Thomas kali ini tak lagi tersenyum ramah. Dia menatap lamat intan yang sejujurnya berharap punya kesempatan memarahi adiknya yang sekali lagi berkata dan bertindak semaunya sendiri.     

Thomas mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. "saya mengirim surel pada Anda nona," mata Thomas tertuju pada intan. Lelaki ini mengeluarkan note booknya dan membiarkan makanannya terbengkalai.     

"saya lebih suka kita menyelesaikan makan kita baru membahas ini, Tuan Thomas," Intan menahan komunikasi.     

"sambil menunggu Wagyu datang aku rasa tak butuh waktu lama," Teguh Thomas dan guratan keseriusan mengubah wajah ramahnya menjadi dingin dalam waktu sekejap.     

"Sebelum meminta sesuatu pada kakakku bisakah kamu jelaskan latar belakangmu dengan gamblang?" Tiara kian jelas menampilkan raut wajah tak sukanya terhadap Thomas.     

"Tentu! saya juga berniat memperkenalkan diri," Thomas dan Tiara bertemu mata. Gadis dengan pakaian hitamnya memilih memberi umpan permusuhan. Berbeda dengan Thomas yang konsisten tenang.     

"lakukan!" mendengar kalimat perintah Tiara, Thomas mengangguk santai.     

"maafkan adik saya," Intan sadar diri bahwa perusahaannya sangat rentan detik ini. pria di hadpaannya membawa 47,25% kepemilikan sekali dia membuat keputusan sepihak hancur sudah seluruh aset keluarga salim yang ada di tangan putri sulung. Thomas mengangkat tangannya. Membuat gerakan implisit menepuk udara memberi tahu intan bahwa tak masalah identitasnya harus di jelaskan dengan gamblang detik ini.     

"seharusnya saya membuka diri sejak pertama kali tertarik pada saham Anda. untuk membayar keterlambatan saya, saya tidak akan menutupi apa pun. Silahkan anda bertanya tentang saya sedetail yang anda bertiga inginkan," berawal dari monolog tersebut Thomas memberi tahu bawa dia setahun yang lalu bekerja sebagai bagian dari Djoyo Makmur grup tapi dia tidak sekalipun menyinggung kenyataan tentang lantai yang tak bisa di ungkap penghuninya. Lantai D.     

"lalu setahun ini kamu ngapain?" Tiara memburu.     

"tentu saja melanjutkan studiku," sedikit berbohong, Tidak selama itu Thomas meninggalkan negara ini.     

"dia di Milan," Bianca yang polos menolong Thomas dengan penjelasannya yang sejujurnya sedikit sok tahu dan itulah mengapa Thomas menghadirkan adik angga di sini. Thomas membutuhkan penguat bahwa dia adalah seseorang yang memiliki sisi baik. Sesuatu yang Angga nilai dari dirinya kemudian di lanjutkan pada Bianca.     

"Lalu? Mengapa kamu membeli saham kami?" Tiara masih belum mau berhenti dari caranya memburu latar belakang Thomas.     

Thomas terlihat senang, "tentu saja karena saya tertarik memiliki perusahaan sendiri selain menjadi pekerja di DM grup," pemuda yang detik ini menyapu rambut platinumnya yang berkarat di beberapa bagian -memanfaatkan telapak tangan kanan-, sekilas telihat menggigit bibir bawahnya. Dia menemukan titik balik untuk memainkan kata-kata mujarabnya, "sebab saya sadar mustahil memiliki saham DM grup," semua yang duduk di lantai kayu beralaskan bantal sulam tersebut sadar, hampir mustahil keluarga Djoyodiningrat menjual saham. "Dan sekarang, yang terjadi sebaliknya, Mentari Plaza di tawarkan sebesar 40%. Banyak sekali yang memburunya aku yakin anda tahu itu. Nona intan," mata Thomas berpindah mengamati intan yang menegang.     

"saya dekat dengan direktur Mentari Plaza, bahkan saya di janjikan mendapatkan keistimewaan sebagai penawar pertama sebelum yang lain. Jadi saya berniat menjual seluruh saham saya yang ada di departemen Store Anda, kecuali anda setuju menggelontorkan anggaran untuk membeli 40% saham mentari plaza," Intan menerjap dan terlihat gugup selapas Thomas memainkan lidahnya. Pertanyaan Tiara menjadi pembuka yang menguntungkan bagi Thomas.     

Wagyu datang dan tak satu pun memedulikannya bahkan si pemesan. Tiara lebih bingung dari siapa pun selepas mendapati kegugupan Intan. Tiara tidak tahu menahu bagaimana Intan menjanjikan beberapa kemustahilan ketika meminta Thomas menyokong departemen Store keluarga salim yang kian tahun kian merosot penjualannya.     

Andai pada akhirnya Thomas menemukan fakta bahwa semua yang dia jaminkan tak menghasilkan apa pun kecuali kerugian. Intan yakin pria itu bakal menuntutnya dengan memanfaatkan salah satu klausul yang tersepakati, terkait kerugian berlebih bakal diganti dengan peningkatan persentase saham.     

Bagaimana cara memberi tahu Thomas terkait kondisi keuangan yang terjadi? Intan kebingungan, sedangkan tiara menjadi kian liar.     

"Mengapa kakak saya harus memenuhi permintaan anda?" tanya Tiara.     

"Mengapa Tidak??"     

Tiara menjadi bingung dengan kalimat tanya Thomas yang janggal akan tetapi diliputi ekspresi keteguhan yang sama sekali tak terlihat tanda-tanda akan goyah. "kecuali kakak anda atau lebih tepatnya saya mendapatkan lebih banyak saham Departemen Store Salim, dan itu artinya secara resmi departemen Store keluarga anda berpindah menjadi milik saya berdasarkan banyaknya saham,"     

Tiara kecurian kata, intan terdiam menunduk panik. Bianca tampak ikut larut dalam argumentasinya sendiri. Sedangkan Thomas menikmati kemenangannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.