Ciuman Pertama Aruna

IV-83. Saran Yang Sama



IV-83. Saran Yang Sama

0'Bagaimana caranya' perempuan itu berjalan mengelilingi kamarnya, 'menemukan juan?' kemana dia harus mencari pemuda itu.     

Syakilla kini telah kembali ke kamarnya. Dia memutuskan mengisolasi diri sebelum Mahendra datang.     

Sejujurnya Aruna masih penasaran, mengapa Syakilla berada di sini. Sayangnya gadis tersebut tidak mau membuka diri. Dia menginginkan dirinya dikenal sebagai gadis yang dapat di percaya. Untuk itu Syakilla dengan bangga memilih diam.     

Mendapati keadaan yang demikian menyebalkan, Aruna yang detik ini menjelma sedikit kekanak-kanakan dan kecanduan pada rasa penasarannya terhadap informasi-informasi yang tersusun layaknya pazel-pazel dengan kepingan yang tercecer kemana-mana.     

Segala hal tentang Mahendra dan rahasianya kian menatang, apa pun yang berkenaan dengan bisnis dan keluarga besar suaminya menciptakan rasa yang menuntut.     

Maka dari itu ia menemukan intrik kecil terkait Syakilla dan dia merasa perlu memainkannya.     

"andai aku bisa menemukan Juan untukmu. bolehkah aku tahu semua hal yang menjadi latar belakang Dibawanya dirimu ke tempat ini," Gadis itu menatap Aruna dengan terkejut kemudian mengaguk ringan. Kegigihannya runtuh.     

"Gesang pernah menceritakan bahwa kakak ialah gadis polos yang tak memiliki keinginan untuk dirinya sendiri," Aruna di buat malu oleh pernyataan Syakilla.     

Mengingat kalimat Syakilla, Aruna mengelus dadanya sendiri dan detik ini dia bahkan merasa tak sanggup bercermin untuk menyisir rambutnya selepas mengganti pakaiannya dengan baju tidur.     

"Ratna, apakah sifat ibu hamil bisa berubah?"     

"Apakah ini ada hubungannya dengan anda yang tidak berkenan duduk di depan cermin," bahkan Ratna dipaksa berbagi Shofa demi menyisir rambut istri tuan muda.     

"Aku ingin mendengar jawabanmu bukan Omelan..," Aruna memutar sedikit tubuhnya dan Ratna sempat menghentikan caranya menyisir kala sang nona meliriknya dengan ekspresi manja.     

"ibu hamil memang sering kali lebih manja, selebihnya adalah bawaan baby. Seperti itu kata orang tua jaman dulu," rambut Aruna telah rapi dan asisten rumah tangga tersebut bangkit dan perlahan menuju meja riasnya. Ia meletakkan sisirnya.     

"Tuan muda akan terpesona dengan baju yang anda gunakan malam ini," Aruna bangkit dari tempat duduknya menatap dirinya dari ujung kaki, akhir-akhir ini Ratna suka sekali memilihkannya baju berwarna putih.     

"aku rasa bukan suamiku yang suka tapi kamu, -Ratna?" dan asisten rumah induk itu tersenyum. "anda seperti malaikat bagi rumah ini atau mungkin bunga melati yang ditumbuhkan tuhan dari bumi di tengah taman yang gersang sehingga bau harumnya memberi nuansa berbeda,"     

"Kau terlalu melebih-lebihkan," kilah Aruna.     

"Duduklah di sini nona, lihatlah dirimu," Ratna memiringkan kepalanya memberi isyarat agar nonanya duduk di depan cermin kesayangan kedua perempuan ini.     

"cermin membuatku bisa melewati banyak hal, aku lupa diri bahwa benda itu membantuku di saat-saat sulit," dan ketika Aruna duduk di tempatnya Ratna meraih krim hangat beraroma khas yang menenangkan. Krim yang di beli spesial oleh Mahendra. Pria itu meminta siapa pun yang membantu istrinya ikut membantunya mengoleskan rasa hangat keseluruh tubuh perempuan hamil tersebut.     

"Kata-kataku tak pernah berlebihan, saya bekerja di sini sejak tuan masih kecil. anda pun tahu bagaimana suasana rumah ini saat pertama kali Anda datang. sekarang hingga dua bulan lagi kita semua sedang bersuka cita menunggu Anda melahirkan. aku sering melihat tetua membicarakan cicit mereka di teras rumah induk bersama nyonya Sukma dan nona Gayatri, segalanya telah berubah karena anda," monolog Ratna membuat Aruna tersenyum.     

"Apa hebatnya ngobrol di teras bersama?"     

"sebelumnya, selama bertahun-tahun keluarga ini dalam ketegangan, apakah aku perlu menjelaskan bagaimana Nyonya Gayatri berubah signifikan?" Aruna bukan lagi tersenyum dia tertimpa perasaan bahagia karena Ratna.     

"Aku merasa kamu terlalu banyak memujiku apakah ada sesuatu," Aruna menatap cermin dan Ratna melihat kedua bola mata coklatnya melalui cermin tersebut. "Mengakulah, aku tahu siapa kamu -Ratna?"     

Asisten itu tersenyum tipis, "buat apa saya berpendapat, pendapat saya tidak begitu penting,"     

"Tentu saja penting kamu orang yang lebih lama tinggal di rumah ini dari pada aku," Ratna kembali menatap Aruna melalui cermin.     

"Gadis yang tadi bicara dengan anda sangat lama, kalau boleh saya menyarankan em.." asisten ini sedikit ragu.     

"Tidak ikut campur urusan suamiku dan fokus pada diriku sendiri, aku tahu kamu akan mengatakan itu padaku,"     

"Maaf,"     

"semua keluarga di rumah ini punya saran yang sama," Aruna berdiri mendekati ranjang dan Ratna menyibak selimut untuknya. "aku terlalu muda untuk terdiam di rumah ini Ratna, aku ingin.."     

"ingin apa sayang? Biar aku penuhi," Hendra baru membuka pintu. Berjalan masuk, dua orang perempuan saling memandang dan Ratna lekas mundur. "nikmati malam anda nona,"     

"Hendra.." Aruna bangkit, mengharapkan pelukan.     

"Izinkan aku mandi dan membersihkan diri sebelum aku memelukmu dan baby," dia menatap hangat pada Aruna. Raut wajahnya lebih cerah dari sepekan terakhir.     

Ketika dia keluar dari kamar mandi, lelaki bermata biru merubah penampilannya dengan jubah piama. Memeluk dan mencium perut.     

Aruna pikir dia akan langsung tidur dengan suaminya. Kenyataannya pria itu duduk di meja kerjanya sedangkan Aruna terbaring di ranjang sendirian.     

"Kau kecewa padaku? Jangan melihatku seperti itu, aku hanya butuh mengirim satu surel sebelum memelukmu, ayolah sayang tutup matamu,"     

Aruna menggeleng, "apakah ada sesuatu yang hebat sehingga aku merasakan ekspresi wajahmu lebih cerah malam ini?" tanya Aruna menggeser tubuhnya pada sisi ranjang yang lebih dekat dengan keberadaan mahendra.     

"Aku sedang merencanakan pesta, ingatkah kamu tentang pesta tahunan Djoyo Makmur grup yang tertunda,"     

"mana mungkin aku bisa melupakan pesta yang akan jadi hari pertunangan suamiku," Aruna menekuk bibirnya.     

"Pasti kali ini aku persembahkan untuk istriku," dia berujar tegas dan sepertinya telah usai dengan leptop, berdiri mendekati keberadaan Aruna. "aku ingin memperkenalkan secara langsung istriku pada seluruh petinggi perusahaan dan seluruh kolega, kalau perlu pada tiap-tiap orang penting di negara ini,"     

Aruna bergerak naik dan menyandar pada kepala ranjang. Sedangkan Mahendra duduk di sisinya, pria itu mengusap perutnya, "apakah baby sangat berat?" Hendra selalu khawatir dengan ukuran perut Aruna.     

"Aku masih bisa berjalan bahkan berolahraga dengan mommy, aku masih bisa menyangganya jangan khawatir," Aruna menangkap tangan lelaki tersebut dan meletakkannya pada pipinya selepas dicium, "tapi aku rasa tangga menuju lantai dua mulai menyusahkan, bisakah kita menggunakan kamar di bawah, aku tahu kamu mengusulkan untuk merenovasinya,"     

"kita bicara kan itu lain kali, oh' aku ingat kamu punya berita menyenangkan tadi pagi, aku pergi sebelum mendengarnya,"     

"iya.." Aruna teralih-kan. "jadi kudengar direktur DM construction mengunjungi Surya aku yakin dia akan berubah pikiran karena itu," Hendra menampakkan giginya dan menatap bangga.     

"Dia sudah berubah pikiran, kembali memimpin DM construction," Hendra mengangguk-angguk menyuapi perasaan berbangga istrinya, " aku tahu kamu bisa di andalkan," padahal bukan karena hal tersebut sang direktur kembali. Hendra hanya ingin melihat istrinya bahagia.     

"Yee.." mata Aruna menyipit sempurna tertimpa senyuman. Berbunga-bunga memeluk Mahendra sebab perempuan ini untuk pertama kalinya merasa begitu berarti -bisa membantu Mahendra-.     

Perempuan ini mendekat dan memberikan ciumannya. "apa yang terjadi? Hendra bertanya," Aruna menghentikan sentuhan bibirnya saat keduanya mulai larut.     

"Hendra lihat perutku bergerak,"     

"Ya.. tuhan.. sekuat itu dia menendang?" matanya berbinar melihat bayi yang menggeliat di balik permukaan perut istrinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.