Arrogant Husband

Sikap Romantis



Sikap Romantis

0Kemesraan juga tengah terjadi di antara Reva dan Agam. Pria itu tampak sangat bahagia saat berada di rumah Reva. Mereka sama-sama menghabiskan waktu berdua dengan gelak tawa. Hari ini, Agam libur bekerja, jadi dirinya memutuskan untuk berkunjung kemari.     

Kunjungannya pun disambut dengan baik dan ramah oleh Reva. Karena memang wanita itu sangat mengharapkan kedatangannya. Sehari saja tak bertemu dengan sang kekasih, Agam merasa tak bersemangat. Membuatnya semakin gigih untuk bekerja dan menghasilkan banyak uang untuk Reva. Walaupun ia tahu, bahwa wanita itu adalah orang kaya.     

Saat ini mereka berdua sedang duduk di ruang tamu. Jus jeruk serta camilan sudah terhidang di atas meja kaca yang berukuran kecil persegi. Reva terlihat menyuapi kue kering pada Agam.     

"Ayo, sayang buka mulutnya. Aaaa ...." Reva menyodorkan kue kering itu pada Agam. Pria itu lantas membuka mulutnya.     

"Sini, aku lagi yang menyuapimu."     

Agam pun bergantian untuk menyuapi Reva. Mereka jadi suap-suapan akhirnya. Bahkan, keduanya juga tak malu-malu untuk mengekspresikan rasa sayang masing-masing.     

Reva terlihat manja pada kekasihnya. Ia bersandar di bahu Agam yang kekar dan agak berotot itu. Pria itu sama sekali tak melarang, bahkan mereka berdua saling merasa nyaman.     

"Aku sangat mencintaimu, Gam," ujar Reva.     

"Aku pun sangat mencintaimu."     

"Kapan kau akan menikahiku?" Reva bertanya tentang kepastian pria itu dalam meminang dirinya menuju ke pelaminan.     

"Secepatnya, Va. Aku janji padamu."     

Reva merasa lega akhirnya. Agam tak mungkin akan berbohong padanya. Pokoknya, pria itu harus segera menikahinya agar terhindar dari Joseph.     

'Kau tak akan bisa membuatku dan Agam berpisah, Jo.'     

Wanita itu dengan cepat memeluk tubuh Agam dengan erat. Pria itu pun balas memeluknya dengan erat pula. Sepasang kekasih saat ini sedang dimabuk asmara. Reva sangat tergila-gila dengan orang yang ada di sebelahnya kini. Apa pun yang terjadi, ia harus bersama dengan Agam.     

"Apa pun yang terjadi nanti, kau tak akan meninggalkan aku kan, Gam?" Reva mendadak memperlihatkan wajahnya yang murung.     

"Tentu saja tidak sayang. Aku tak akan pernah meninggalkanmu sendirian." Agam memegangi dagu Reva yang lancip itu. "Jangan bersedih ya."     

"Iya sayang."     

Tiba-tiba saja, Reva mencium sebelah pipi Agam. Sehingga membuat pria itu tampak tak karuan setelahnya. Debaran di jantung Agam kian meronta-ronta akibat ulah sang kekasih.     

Ciuman dari Reva yang mendarat di pipinya, membuat Agam agak malu-malu. Pria itu jadi salah tingkah.     

"Kenapa sayang?" tanya Reva.     

"Aku sangat senang dicium olehmu." Agam tersenyum lebar saat menatap kedua mata Reva. Wajah cantiknya selalu menghiasi isi kepala.     

"Mau lagi?" Reva menawarkan ciuman lagi pada Agam.     

Agam langsung terdiam dan tak bisa berkata apa pun lagi. Reva makin mendekat ke arahnya. Namun, yang tak disangka-sangka ternyata wanita itu malah menautkan bibirnya ke bibir Agam.     

Reva memberikan ciumannya pada Agam. Jelas saja hasrat lelakinya mulai terpancing. Maka pria itu pun akhirnya membalas juga perlakuan Reva.     

Agam dan Reva saling berciuman dalam waktu yang lama. Mereka juga berperang lidah satu sama lain dan merasa keenakan. Namun, Agam masih terkendali cukup baik. Tangannya tak jahil untuk menggerayangi lekuk tubuh wanita itu. Hanya sebatas ciuman seperti ini saja.     

Pria itu mendorong tengkuk leher Reva agar ciuman mereka semakin dalam. Agam sangat penuh nafsu untuk terus menciumi wanita itu. Tak akan ia biarkan kesempatan emas ini terbuang sia-sia.     

"Sentuhlah aku, Gam." Reva meminta untuk disentuh oleh Agam.     

"A–apa maksudmu?"     

Reva segera menarik tangan Agam dan menaruhnya di atas dadanya. Seketika, pria itu langsung diam dan melebarkan kedua bola mata.     

"Ayo kita bersenang-senang, Gam. Sentuhlah aku." Tangan Agam masih berada di atas dadanya.     

Ingin sekali Agam meremas-remas dua bukit kembar itu yang begitu memabukkan. Namun, karena rasa cintanya yang besar terhadap Reva, membuatnya mengurungkan hasrat terbesarnya itu.     

"Tidak, Va. Aku sangat mencintaimu dan akan menjagamu. Aku akan menyentuhmu ketika malam pertama."     

Bagai hantaman keras untuk Reva. Sekarang ia tengah berbadan dua dan sudah kehilangan mahkota yang berharga dalam dirinya. Apakah Agam akan tahu rahasia besar ini nanti? Dan, apakah pria itu juga mau untuk tetap menerimanya?     

"Kenapa kau tiba-tiba jadi diam?" Agam melihat Reva langsung terdiam. Saat ini, wanita itu sibuk dengan pikirannya sendiri.     

"Ah, tidak apa-apa."     

"Apakah ada sesuatu yang kau pikirkan?" tanya Agam lagi.     

"Tidak ada sayang. Aku tak memikirkan apa pun."     

"Benarkah? Aku tak yakin. Pasti kau lagi memikirkan sesuatu. Ayo, ceritalah dan bagi semua masalahmu padaku. Jangan ditutupi dan terbuka saja."     

Reva hanya bisa tersenyum tipis pada Agam. Tak mungkin ia akan berkata terus terang pada pria yang ada di sebelahnya sekarang.     

"Aku tidak sedang memikirkan apa pun. Percayalah padaku."     

Agam tak bisa memaksa Reva untuk bicara. Pria itu terdengar mengembuskan napas panjang.     

"Baiklah. Tapi, kalau kau ada masalah, cerita saja denganku, jangan sungkan."     

"Iya sayang."     

Pria itu sudah menurunkan sebelah tangannya dari dada Reva. Agam bisa menahan godaan terbesar ini, padahal tak munafik jika ia menginginkan hal itu.     

'Agam memang pria yang hebat. Dia beda dari pria kebanyakan yang selalu tak tahan dengan nafsu. Aku sangat bangga padanya.'     

Sebisa mungkin, Agam harus bisa menahan setiap godaan yang datang di depannya. Ia akan menyentuh Reva saat malam pertama itu tiba. Ia hanya sekadar berciuman bibir saja dan itu pun sudah cukup. Karena baginya, Reva adalah wanita yang paling ia cintai.     

Rasa cinta itu telah mengalahkan nafsunya sendiri. Ia akan terus mengontrol hawa nafsunya agar tak terjerumus ke dalam hal-hal yang tak diinginkan. Reva merasa beruntung mempunyai seorang kekasih yang baik seperti Agam. Yang melindunginya kapan pun.     

"Oh, ya, Joseph tak pernah lagi menghubungimu kan?"     

"Tidak, tidak pernah lagi. Mungkin dia sudah lelah. Biarkan saja dia, jangan dipedulikan," balas Reva.     

"Iya sayang. Aku hanya peduli padamu saja."     

Reva kembali memeluk tubuh Agam dengan erat. Mereka berpelukan lagi satu sama lain. Rasanya, Agam tak mau cepat-cepat pulang dari sini. Padahal sebentar lagi matahari akan terbenam.     

"Mungkin sebentar lagi, aku akan pulang."     

"Kenapa buru-buru sekali pulangnya? Nanti saja ya, temani aku dulu di sini." Reva meminta pada sang kekasih agar lebih lama lagi di sini.     

"Hm, baiklah. Kau sangat manja juga ternyata ya." Agam menarik hidung Reva dengan sedikit kuat, membuat wanita itu mengaduh kesakitan.     

"Aww! Sakit! Berhenti Gam."     

Agam tertawa lepas saat menertawakan Reva yang kesakitan seperti ini. Ia juga merasa puas karena sudah membuat hidung sang kekasih jadi memerah. Keromantisan mereka akan selalu terjalin seperti ini setiap harinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.