Arrogant Husband

Ciuman yang Mendadak



Ciuman yang Mendadak

0Saat ini Bu Angel sedang berada di tanah makam sang suami bersama dengan Saga dan Alisa. Mereka bertiga berkunjung untuk menemui Pak Surya. Bu Angel mengusap dengan perlahan pusara suaminya.     

"Yah, yang tenang di sana, ya. Ibu, Saga, dan Alisa akan selalu mendoakan ayah di sana," ucap Bu Angel yang menitikkan air mata.     

Bu Angel tersedu sedan sekaligus merasa rindu dengan suaminya. Saga dan Alisa menguatkannya agar tak menangis. Alisa menggenggam tangan Bu Angel dengan erat.     

"Kita akan selalu mendoakan ayah, Bu."     

"Iya, Bu. Jangan bersedih lagi, ya," balas Saga.     

"Iya, Nak."     

Bu Angel masih ingin berada di sini saat Saga dan Alisa mengajaknya untuk pulang. Wanita paruh baya itu tetap mengusap pelan pusara sang suami. Hanya lewat doa saja, Bu Angel menyampaikan rasa rindunya yang berat pada Pak Surya.     

Pernah dalam keadaan yang begitu terpuruk hingga jatuh sakit, Bu Angel selalu mendapat dukungan penuh dari orang-orang di sekitarnya. Sang anak dan juga menantunya mempunyai peran yang penting. Mereka berdua selalu mendukung Bu Angel dan tak pernah meninggalkannya sendirian.     

"Bu, kita pulang saja ya. Sudah cukup lama kita di sini." Saga memegangi kedua bahu Bu Angel dan mengajaknya pulang bersama.     

"Baiklah, Nak." Akhirnya, Bu Angel mau untuk diajak pulang.     

Bu Angel, wanita yang sudah tak muda lagi bahkan ada beberapa keriput di wajahnya, tampak berjalan dengan pelan. Tak kuasa lagi untuk berjalan cepat. Saga pun membantu dengan memegangi kedua bahunya.     

Alisa mengekor di belakang Saga dan Bu Angel. Wanita itu juga berjalan perlahan dan tak mau terburu-buru karena memperhatikan kondisi kandungannya. Ia melihat kedekatan ibu dan anak di depan kedua matanya.     

Kemudian, sampailah mereka di mobil. Ketiganya segera masuk ke dalam. Saga sudah duduk di balik kemudi dan bergegas melajukan mobilnya.     

***     

Saga dan Alisa mengantar Bu Angel menuju ke kamar. Mereka berdua menuntun wanita paruh baya itu. Sekarang Bu Angel sudah tak terlalu kuat untuk berjalan karena semakin bertambahnya usia.     

Saga menuntun sang ibu dan merebahkannya di atas tempat tidur. Kemudian, menaikkan selimut sampai batas dada.     

"Nah, sekarang Ibu istirahat ya," suruh Saga pada sang ibu.     

"Iya, Nak."     

Saga memang sengaja hari ini tak bekerja di kantor karena ingin ke makam sang ayah. Kemudian, ia dan Alisa akan menuju ke kamar mereka sendiri. Sang ibu juga sudah dalam posisi nyaman di atas ranjang.     

"Saga dan Alisa ke luar dulu ya, Bu."     

"Iya, Nak," balas Bu Angel.     

Sepasang suami istri itu ke luar dari kamar Bu Angel. Hari ini Saga ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama dengan sang istri tercinta. Hampir setiap hari, ia bekerja terus di kantor dan cukup jarang memanjakan Alisa.     

Mereka berdua menaiki anak tangga dengan perlahan. Saga memegang pinggul Alisa dengan erat.     

"Hari ini kau akan menghabiskan lebih banyak waktu bersamaku." Alisa menampilkan senyuman manisnya kepada Saga.     

Pria itu lantas mengangguk dan menjawab, "iya Sayang. Apakah hari ini kau ingin jalan-jalan berdua denganku?"     

Alisa tampak memikirkan penawaran ini. "Hm, baiklah. Aku mau, Sayang."     

Sore hari nanti, mereka berdua akan jalan-jalan ke luar. Sudah cukup lama, dua sejoli itu tak menghabiskan waktu bersama di luar.     

Setelah mereka berdua sudah berada di dalam kamar, Saga mendudukkan Alisa di tepi ranjang dengan perlahan. Kemudian, ia mengusap-usap area perut sang istri.     

"Sungguh, aku tak sabar lagi ingin bayi ini segera lahir, Sayang." Saga masih mengusap-usap perut Alisa.     

"Sabarlah, Sayang. Tunggu saja sampai waktunya tiba. Aku juga tak sabar juga, loh."     

Mereka berdua terkekeh pelan. Alisa sangat menjaga kondisi kehamilannya. Saga pun menjadi sosok suami yang siaga untuknya. Pria itu selalu menjaganya agar tetap merasa aman.     

Saga terus menjaga Alisa, sang istri tercinta. Berperan sebagai suami sekaligus ayah yang siaga untuk anak-anaknya. Alisa sangat senang melihat perhatian suaminya pada keluarga kecilnya.     

Kini, mereka berdua akan mendapatkan dua anak nanti. Lalisa pun sudah mulai bertumbuh dengan pesat. Si kecil sudah bisa merangkak dengan cepat dan bermain-main kecil dengan mereka.     

"Si kecil ternyata masih tidur, ya."     

"Iya, Sayang. Anak kita masih tidur."     

Saga menuju ke keranjang sang anak dan memperhatikan si kecil di dalam sana. Pria itu mengelus dengan pelan kedua pipi anaknya. Sedangkan, Alisa hanya menatap mereka dari atas ranjang.     

"Sayang, jangan ganggu dia. Lalisa lagi tidur. Nanti dia bangun lagi."     

"Aku gemas melihatnya, Sayang. Ingin rasanya aku mencubit pipinya terus." Saga tersenyum ke arah Alisa.     

Alisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Saga. Sang suami terus saja mengusap pelan kedua pipi si kecil yang masih tidur. Alisa jadi was-was dan merasa takut kalau anaknya akan terbangun.     

"Sayang, ayolah. Jangan ganggu si kecil. Nanti dia bangun. Kalau kau tak mendengar ucapanku, maka–"     

Saga lekas memotong ucapan Alisa dan menyela. "Baiklah, baiklah, Sayang. Aku tak mengganggu anak kita."     

Pria itu menuju kembali ke arah Alisa. Mendekati sang istri dan mencubit kedua pipinya dengan gemas. Wanita itu terkejut bukan main karena tingkahnya Saga.     

"Kau?"     

"Aku tak mengganggu anak kita lagi. Tapi, aku akan mengganggumu sekarang." Saga tetap mencubit pipi Alisa.     

Sang istri lalu merajuk dan tak terima kalau pipinya dicubit seperti ini. Namun, Saga tetap melakukan hal itu karena menurutnya, Alisa sangat menggemaskan. Wanita itu menyuruhnya untuk berhenti.     

Kemudian, Saga mencium sebelah pipi Alisa dan sang istri berhenti mengomel lagi seperti tadi. Pria itu ternyata berhasil meluluhkan hati Alisa. Ia tersenyum malu-malu dan pipinya jadi merah merona.     

"Nah, kan ... kau tak merajuk lagi seperti tadi karena sudah aku cium."     

"Kata siapa? Aku masih merajuk tahu!" Alisa melipat kedua tangannya ke arah dada. Wanita itu pura-pura marah pada Saga, tapi pada kenyataannya sudah tak lagi.     

Hanya karena mendapatkan ciuman dari Saga saja sudah membuat Alisa merasa lebih baik dari sebelumnya. Wanita itu tersipu malu. Jantungnya kian berdebar-debar tak karuan. Namun, ia masih tak berkata dengan terus terang dengan sang suami.     

"Ahh, aku tahu pasti istriku saat ini sedang berbohong. Kau senang kan, sudah mendapatkan ciuman dariku?" tanya Saga yang penuh percaya diri. Pria itu tetap yakin bahwa sang istri sudah tak marah lagi padanya.     

"Kau ini sok tahu, Sayang. Jelas-jelas aku masih marah padamu!"     

"Aku tak yakin, Sayang."     

Tiba-tiba, Saga mencium Alisa lagi. Wanita itu menatapnya dan mengulum senyum. Kali ini, Alisa tak bisa menyembunyikan lagi rasa bahagianya. Dicium dan disayangi oleh Saga sangat membuatnya senang bukan main.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.