Arrogant Husband

Detik-detik Pernyataan Cinta



Detik-detik Pernyataan Cinta

0Melati terperangah saat Joseph berkata ingin membelikannya berlian lagi, tapi yang lebih mewah daripada yang dipakainya sekarang. Padahal dirinya hanya bercanda saja dengan sang kekasih. Ia berusaha menolak, tapi pria itu tetap berkeras untuk membelikannya lagi sebongkah berlian.     

Bahkan Joseph tak akan menarik ucapannya sendiri. Ia berjanji akan membelikan Melati lagi berlian yang lebih cantik nan mahal. Ia tak tanggung-tanggung memberi hadiah yang luar biasa untuk orang tercinta.     

"Jo, tak usah. Aku hanya bercanda saja tadi," ucap Melati.     

"Santai saja, Mel. Aku akan membelikan berlian itu untukmu."     

Sang kekasih tetap membelikan perhiasan berlian nanti. Bahkan Joseph akan mengajak Melati untuk berkeliling Kota Italia dan membeli berlian itu di sini.     

"Berlian mewah untuk orang yang cantik," puji Joseph pada sang kekasih.     

Dua sejoli itu tampak mabuk asmara. Keduanya tak henti-henti bergenggaman tangan. Joseph tak akan melepaskan genggaman tangan ini. Melati pun merasa nyaman saat di dekatnya.     

"Kenapa sih, kau selalu memberikanku barang mewah dan mahal? Padahal kan aku tak pernah memintanya padamu?"     

"Anggap saja itu bentuk kasih sayangku terhadapmu, Sayang. Aku memang seperti ini. Rela melakukan yang terbaik untuk orang yang aku cintai." Joseph mencubit kedua pipi Melati dengan gemas.     

Wanita itu mengeluh karena merasa sakit dicubit seperti ini oleh Joseph. Ia juga merasakan sensasi hangat yang menjalar.     

"Sakit tahu!" Melati agak sedikit ngambek sekarang.     

Namun, Joseph tak akan membiarkan sang kekasih berlama-lama marah padanya. Ia menggoda dan mengedipkan sebelah mata. Kemudian, mengusap-usap perlahan kedua pipi yang sempat ia cubit tadi. Hingga sang kekasih berhenti marah padanya.     

Melati sekarang justru tersenyum manis kepada Joseph. Ia sudah berhenti marah dan mengomel. Rasa sakitnya kini telah tergantikan dengan rasa hangat sentuhan tangan dari Joseph.     

"Bagaimana? Apakah masih sakit, Sayang?" tanya Joseph yang perhatian pada Melati.     

"Sudah kok. Makasih, ya," balas Melati sambil tersenyum-senyum sendiri.     

"Nah, gitu kan jadi cantik."     

Ingin sekali Joseph mencubit pipi Melati lagi karena merasa gemas akan tingkah lakunya. Namun, ia juga tak ingin kalau wanita itu malah kesakitan karenanya.     

"Jangan kau cubit lagi ya pipiku yang chubby ini!"     

"Kalau aku merasa gemas denganmu, bagaimana?" Joseph menaikkan sebelah alisnya dan menggoda Melati lagi.     

"Ya, itu urusanmu. Bukan urusanku, Sayang. Cubit saja pipimu sendiri, jangan pipiku."     

Ucapan Joseph dibantah lagi oleh Melati. Wanita yang kini bersamanya itu semakin terlihat cantik. Juga perhatiannya yang semakin hari, makin bertambah besar. Maka dari itu, Joseph tak akan pernah melepaskan wanita sebaik Melati.     

"Baiklah, baiklah kalau begitu."     

Melati mengembuskan napas panjang. "Bagus kalau begitu," jawab Melati sambil melipat kedua tangannya di dada.     

"Sayang, pulang yuk! Kita sudah cukup lama berada di sini."     

"Ayo!"     

Sepasang kekasih itu lalu bergegas untuk menuju ke hotel. Joseph dan Melati selalu bergenggaman tangan sedari tadi. Tak peduli dengan banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka. Namun, yang jelas mereka akan selalu bersama.     

***     

Hampir setiap hari, Nina dan Agam selalu berangkat bersama. Keduanya bahkan tak merasa malu lagi saat ditatap oleh yang lain saat berangkat di kantor.     

"Terima kasih ya, Nin."     

"Iya, Gam, sama-sama."     

Agam ke luar lebih dulu dari dalam mobil, lalu disusul oleh Nina. Beberapa karyawan dan karyawati tampak menatap ke arah mereka. Agam bahkan tersenyum malu saat ditatap seperti itu. Nina pun berusaha mengulum senyum dan tampak menundukkan pandangan.     

"Kau malu, ya?" tanya Agam.     

"Iya. Karena ditatap oleh mereka semua."     

Akhirnya, Nina sudah sampai di meja kerjanya. Agam pun segera berlalu dari pandangan wanita itu dan menuju ke belakang.     

"Ya sudah, aku ke belakang dulu ya. Selamat bekerja, Nina."     

"Selamat bekerja juga, Agam."     

Keduanya saling menyemangati satu sama lain. Baik Agam maupun Nina tak peduli dengan pandangan orang-orang di sekitar. Terpenting mereka berdua bisa bersama.     

Saat Agam sudah berada di belakang dan mencuci segala gelas-gelas kotor, ia lantas memikirkan Nina. Wanita itu selalu saja membayang-bayangi kepalanya. Di satu sisi, Agam ingin sekali mempunyai hubungan khusus dengan Nina.     

"Apakah aku perlu menyatakan perasaanku pada Nina sekarang, ya?"     

Agam berpikir untuk mengungkapkan perasaannya pada Nina. Lebih cepat maka akan lebih baik. Agam pun tak akan menunda-nunda lagi, apabila dirinya merasa cocok dengan seorang wanita.     

Ia yakin, Nina tak akan menolak perasaannya, karena mereka berdua memiliki rasa yang sama. Ini merupakan awal yang baik untuk memulai suatu hubungan.     

Agam mengangguk-angguk dan akan menyatakan perasaannya pada Nina sehabis pulang dari kantor nanti. Semoga saja hari ini berjalan dengan lancar.     

***     

"Gam, kau kenapa terlihat gelisah seperti itu? Apa ada masalah?" tanya Saga saat melihat Agam tampak gelisah. Pria itu berkali-kali mengubah posisi duduk.     

"Tak ada masalah apa pun, Ga. Hanya saja ada sesuatu–"     

"Sesuatu apa? Bisa kau ceritakan padaku? Siapa tahu aku bisa membantu masalahmu."     

Agam akan menceritakan perasaannya pada Saga. Bahwa hari ini, sehabis pulang kerja, ia akan mengutarakan cintanya pada Nina.     

"Anu, Ga ...."     

"Anu apa?" tanya Saga lagi sambil mengerutkan dahinya.     

"Aku punya perasaan yang lebih pada Nina."     

Saga pun langsung tersenyum manis ke arah Agam. Ternyata benar dugaannya, bahwa mereka berdua suka sama suka. Agam telah mempunyai sebuah rasa yang lebih pada Nina.     

"Nyatakan saja perasaanmu padanya sekarang juga, Gam. Jangan terlambat untuk mengucapkannya. Nanti Nina diambil oleh orang lain." Saga menggoda sahabatnya itu.     

"Tidak! Tidak akan. Nina bukan wanita seperti itu. Aku yakin, dia setia, Ga."     

Saga mengangguk-angguk lagi mendengar jawaban Agam. "Ya sudah. Kalian tinggal bicara saja berdua. Apa perlu aku panggil Nina ke sini? Agar kalian berdua bisa bicara dan aku akan ke luar dari ruangan kerjaku nanti."     

Agam terdiam sejenak. Namun, sedetik kemudian ia setuju dengan saran Saga. Ia sudah tak sabar lagi.     

"Oke, panggilkan Nina ke sini, Ga. Tolonglah."     

Saga meraih telepon kantor dan akan memanggil Nina untuk datang ke ruangan kerjanya. Pria itu tampak mengulum senyum karena melihat ekspresi Agam yang tak sabar lagi ingin bertemu dengan Nina.     

"Hallo, Nina. Kau ke ruangan kerjaku sekarang juga. Ada hal yang penting." Saga pun menatap ke arah Agam lagi. "Baiklah, aku tunggu."     

Jantung Agam berdebar-debar karena sebentar lagi Nina akan ke ruangannya Saga. Ia tak akan melewatkan kesempatan emas ini.     

"Makasih ya, Ga, karena sudah membantuku," ujar Agam.     

"Sama-sama, Gam. Aku senang bisa turut andil dalam hubungan asmaramu. Bukan karena ingin mengacau, tapi membantumu untuk mendapatkan Nina."     

"Iya, Ga. Aku percaya. Sekali lagi terima kasih banyak."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.