Arrogant Husband

Pembalasan Reva



Pembalasan Reva

0Seperti janji Agam kemarin malam, ia meminta Reva untuk bertemu lagi di rumah ini. Sekarang wanita itu sudah berada di hadapannya. Sang kekasih selalu tampil cantik di setiap penampilan.     

"Agam?" panggil Reva. "Aku datang."     

"Masuklah dulu ke dalam rumah. Aku ingin bicara sebentar."     

Reva terlihat sangat gugup, sekaligus senang karena Agam sudah mau menerimanya lagi. Pria itu mempersilakannya duduk di kursi. Tak ada yang berubah dari penampilan Agam.     

Suasana pun seakan mencekam. Melihat tatapan Agam yang serius, membuat Reva tak ingin bercanda sama sekali. Ia masih merasa takut dengan pria itu.     

"Reva?"     

"Iya, kenapa Gam?"     

"Sepertinya kita harus jaga jarak dulu. Mulai hari ini, kau jangan sering menemuiku lagi."     

Mendengar ucapan Agam, Reva langsung tak setuju. Bukan ini yang ia mau. Menurutnya, Agam terlalu cepat mengambil keputusan.     

"Loh, kita ini masih pacaran, Gam. Kenapa kau membatasi aku seperti ini?"     

"Ini semua aku lakukan untuk kita juga. Aku masih belum bisa melupakan kejadian kemarin. Aku kasihan padamu, sekaligus sudah memaafkan. Tapi, kita harus jaga jarak."     

"Tapi, Gam–"     

"Tidak ada tapi-tapian. Kau terima atau tidak, aku tak peduli sama sekali," ujar Agam dengan tegas.     

Reva jadi kesal sendiri pada sang kekasih. Meskipun sudah dimaafkan, ia tak bisa leluasa untuk bertemu dengan Agam lagi. Pria itu meminta untuk menjaga jarak dari sekarang.     

"Gam, aku mohon jangan seperti ini."     

"Aku harus seperti ini. Anggap saja, sebagai pelajaran untukmu agar tak berani mengulangi kesalahan yang sama. Aku paling tak suka dibohongi orang lain."     

Pria itu pun bangkit berdiri dan akan pergi bekerja. Ia tak peduli dengan sosok Reva yang masih ada di rumah. Agam berjalan ke luar menuju pintu. Langkahnya lalu disusul oleh Reva.     

Saat Reva menawarkan tumpangannya untuk Agam, pria itu lantas menolak bantuannya. Agam lebih memilih untuk jalan kaki saja seperti biasa daripada harus semobil dengan Reva.     

"Sudah kukatakan tadi, kan? Kita harus jaga jarak dari sekarang. Kau masih jadi kekasihku dan begitupun sebaliknya. Tapi, aku harus melakukan hal ini."     

"Aku yakin, kau pun tak sanggup menjalani semua ini, Gam. Kau sangat mencintaiku. Tapi, egomu terlalu tinggi." Tak ingin mendengarkan keluhan Reva, Agam pun berlalu begitu saja dari hadapannya.     

Reva merasa tak dihargai lagi oleh Agam. Pria itu berlalu dari hadapannya dengan cepat. Ia hanya bisa melihat punggung belakang sang kekasih yang bergerak jauh.     

"Agam menjauhiku seperti ini karena Pak Surya! Awas saja dia, akan aku balas!"     

***     

"Woy, Gam! Fokus dong. Lagi memikirkan apa sih?" tanya salah satu teman kerja Agam.     

"Ah, tidak ada apa-apa." Agam tersadar dari lamunan.     

Hari ini, ia banyak melamun dan selalu kena tegur oleh teman-temannya sendiri. Ia masih memikirkan tentang Reva. Padahal dirinya tak tega untuk meminta sang kekasih untuk menjauh seperti ini.     

Tak ingin lagi ditegur oleh yang lain, Agam pun mulai memfokuskan dirinya dalam bekerja. Ia harus profesional dalam pekerjaannya sekarang.     

"Benar kata Joseph tadi malam, percuma saja kalau terus memikirkan Reva. Yang ada malah, aku selalu melamun saja. Kerjaan pun jadi tak terkendali."     

Agam berusaha untuk tak memikirkan Reva lagi. Ia harus fokus sebentar dengan kerjaannya ini. Agam tak mau berlarut-larut dalam nuansa kesedihan.     

Pria itu mulai mengembuskan napas panjang. Mencoba untuk lebih tenang sedikit daripada tadi. Akhirnya, Agam sudah lebih enakan sekarang.     

"Syukurlah. Aku harus semangat!"     

***     

Reva tak terima dengan keputusan ini. Bisa-bisanya Agam membuat keputusan sepihak dan mengatur dirinya untuk menjaga jarak. Ia sudah bahagia karena pria itu menyuruhnya datang lagi. Namun, hasilnya berbeda jauh sekali dengan ekspektasi dalam pikiran.     

Ingin rasanya Reva berteriak agar perasaan dalam hatinya merasa plong. "Sial, sial, sial!"     

Ia menghambur-hamburkan bantal, guling, dan seprai tempat tidur ke sana kemari. Tak peduli dengan keadaan dalam kamarnya sekarang, yang terpenting ia sudah puas meluapkan segala rasa kekesalannya. Akhirnya, Reva memutuskan untuk duduk di tepi ranjang.     

Dadanya naik turun seirama dengan alunan napas. Reva duduk sejenak dan masih memikirkan tentang Agam. Ia tak mau kalau terpisah seperti ini.     

"Awas saja Pak Surya, aku akan membalasmu."     

Reva tengah mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Ia ingin menghubungi seseorang yang ada di sana. Ia punya rencana untuk membuat Pak Surya hancur.     

"Hallo .... Ya, kalian harus ke sini secepatnya. Ada tugas khusus untuk kalian."     

***     

Prang!     

Tiba-tiba saja, sebuah foto yang di dalamnya ada fotret kebahagiaan Bu Angel dan Pak Surya terjatuh. Mendadak perasaannya jadi tak karuan. Pikirannya langsung tertuju pada sang suami.     

"Kenapa perasaanku jadi tak karuan seperti ini? Semoga saja, ayah tak kenapa-kenapa di jalan."     

Bu Angel mencoba mengambil serpihan-serpihan kaca yang berserakan di lantai. Mengumpulkannya jadi satu, lalu dibuang ke tempat sampah. Ia selalu mendoakan yang terbaik untuk sang suami, agar dalam keadaan selamat.     

Baru satu jam yang lalu, Pak Surya ke luar menggunakan mobilnya. Pria itu berkata ingin mengurus suatu hal. Di satu sisi, Bu Angel juga merasa was-was, apabila suaminya mulaj merencakan hal jahat lagi.     

"Hufftt! Semoga saja ayah cepat pulang ke rumah. Aku sudah khawatir sekali."     

***     

"Ada apa, Va? Memanggil om datang ke rumahmu? Apakah kau kangen?" tanya Pak Surya dengan tersenyum sambil melangkah ke depan pintu.     

Pria paruh baya itu tak tahu, bahwa saat ini Reva sudah merencanakan sesuatu. Saat ini, mereka berdua saling bertatapan.     

"Silakan masuk, Om. Jangan sungkan untuk masuk ke dalam."     

Saat Pak Surya melangkah masuk ke dalam, tiba-tiba ada seseorang yang memukulnya dari belakang dengan balok kayu. Orang-orang suruhan Reva telah bersiap sejak tadi. Salah satu di antara mereka sudah siap di belakang pintu, menunggu kedatangan Pak Surya.     

"Kurang ajar kau!" umpat Pak Surya sambil memegangi lehernya.     

Beruntung pukulan itu tak terlalu kencang, hingga menyebabkannya masih tersadar. Namun, Reva tak akan membiarkan Pak Surya dalam keadaan seperti ini. Ia langsung menyuruh lagi anak buahnya untuk membuat pria itu jadi tak sadar.     

Pak Surya berusaha untuk berontak, tapi dirinya tak kuasa karena dilawan oleh beberapa pria dalam jumlah banyak. Reva pun menertawakan kemalangannya.     

"Sudahlah om, menyerah saja. Om sudah tak kuasa lagi untuk melakukan apa pun."     

Pak Surya lagi-lagi dipukuli oleh anak buah Reva. Wanita itu ingin membalas rasa sakit hatinya karena pria itu telah ikut campur dalam masalah asmaranya dengan Agam. Hingga sang kekasih memilih untuk menjaga jarak darinya.     

"Rasakan Om! Ini adalah pembalasanku padamu, karena om sudah ikut campur dan mengganggu hubunganku dengan Agam!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.