Arrogant Husband

Sangat Memikat Hati



Sangat Memikat Hati

0"Kau tak benci pada ayah sama sekali? Beliau selalu benci padamu dan selalu saja membandingkanmu dengan Reva."     

Alisa pun menggeleng pelan. Sekarang, hatinya sudah bisa menerima semua kesalahan Bu Angel dengan Pak Surya. Ia tak mau kalau terlalu lama menaruh rasa sakit hati pada mereka berdua. Lagi pula, kedua orang tua Saga adalah mertuanya sendiri.     

Wanita itu tampak menggenggam tangan Saga dengan erat. Ia berkata bahwa sudah memaafkan kesalahan kedua orang tuanya. Alisa ingin memulai kembali semuanya dari awal lagi dan menjalani kehidupan dengan penuh kedamaian.     

"Aku telah memaafkan semua kesalahan ayahmu, sayang. Kau jangan khawatir soal itu." Alisa tak ingin, kalau keluarganya jadi tercerai berai tak karuan.     

"Kau memang istriku yang paling baik. Aku sangat beruntung bisa menjadikanmu istriku."     

Lagi pula, Alisa tak mau kalau harus bermusuhan dan saling menyimpan amarah dalam hati. Ia tak ingin, membesarkan bayi perempuannya di tengah kondisi keluarga yang kurang harmonis. Maka dari itu, mulai sekarang ia akan memaafkan kesalahan sang mertua.     

Saga merasa bangga pada sang istri. Ternyata, Alisa tak membenci sang ayah dan ibunya juga. Wanita itu memang benar-benar berhati malaikat. Mungkin, tak ada sisi kejahatan dalam diri Alisa.     

'Jujur, aku sudah ikhlas memaafkan kedua orang tuamu. Aku pun tak mau, kalau Lisa dibesarkan dalam keluarga yang tak harmonis. Maka dari sekarang, aku berusaha untuk memulainya dari nol lagi.'     

***     

Saat ini Reva sedang berada di rumah Bu Angel. Namun, ia melihat ada anak buah Saga lagi berjaga di sini. Ia pun jadi heran, sekaligus ingin tahu apa yang sebenarnya tadi.     

"Kenapa kau ada di sini? Bukannya kau harusnya di rumah Saga?" tanya Reva pada Anton.     

"Aku dan beberapa orang yang lain disuruh oleh Tuan Saga untuk datang kemari."     

Apakah ada sesuatu yang sedang terjadi? Reva ingin tahu itu dan ia mulai merasa penasaran ingin segera masuk. Namun, ia tahu, bahwa pria berjas yang ada di depannya saat ini, tak mungkin membiarkannya dengan mudah masuk ke dalam.     

Anton berusaha untuk menjaga pintu depan rumah ini seketat mungkin dan tak membiarkan Reva masuk ke dalam. Ia juga melihat gerak-gerik Reva yang mulai mencurigakan. Pasti wanita itu ingin masuk ke dalam sana.     

'Apa yang sedang terjadi di dalam sana? Apa telah terjadi sesuatu pada tante dan om?'     

Karena merasa tak mendapat harapan untuk bisa masuk ke dalam, Reva pun berbalik lagi ke dalam mobil dan memilih pulang saja. Ia tak mungkin, berdebat lagi dengan Anton seperti tempo hari. Bisa-bisa, pria itu kembali menodongnya dengan sebuah pistol. Reva tak ingin mati konyol di sini.     

***     

Reva tak ingin pulang dulu ke rumah. Ia ingin mampir sebentar ke bar, tempat Agam bekerja. Sekaligus, ia ingin menjelaskan soal hubungannya dengan Joseph yang tak ada hubungan asmara apa pun.     

Entah kenapa Reva jadi melakukan ini. Ia sangat takut, kalau Agam terus-menerus jadi salah paham seperti ini. Reva tak mau, membuat pria itu makin menjauh lagi.     

Entahlah, apa mungkin Reva mulai menyukai pria itu atau hanya sebuah rasa bersalah saja. Yang jelas sekarang, ia sudah berada di halaman parkir.     

Tanpa berlama-lama lagi, Reva pun segera masuk ke dalam bar dan hendak menemui Agam di sana.     

"Aku ingin bicara padamu, Gam. Semoga kau mau bicara padaku."     

Reva melangkah dengan begitu anggun. Semua pengunjung khususnya pria tengah memandangnya dengan terkagum-kagum. Berbagai siulan dari bibir pun mulai terdengar. Wanita itu sama sekali tak menghiraukan mereka semua. Tujuannya ke sini hanya satu, yaitu bertemu dengan Agam.     

Agam pun terkejut melihat kedatangan Reva yang tiba-tiba kemari. Mata mereka berdua lalu saling bertatapan. Reva pun duduk di kursi, lebih tepatnya di depan Agam.     

"Aku ingin pesan segelas wiski," ujar Reva yang meminta minum pada Agam.     

Namun, pria itu masih terdiam di tempat dan tak melakukan apa yang Reva perintahkan. Agam masih tak menyangka. Ia pikir Reva tak akan pernah datang ke sini lagi.     

"Baiklah, tunggu sebentar."     

Agam tengah menyiapkan segelas wiski untuk Reva. Kemudian, menyerahkan gelasnya pada wanita itu.     

Reva yang hendak bicara pada Agam, tiba-tiba jadi diam dan merasa gugup. Entah apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Kedatangannya ke sini hanya untuk menjelaskan hubungannya dengan Joseph.     

"Kenapa diam? Apa kau ingin bicara?" tanya Agam.     

"I–iya ...."     

"Bicaralah, Va. Aku akan mendengarnya."     

Bibirnya seketika kelu. Debaran jantung Reva pun mendadak tak karuan. Aliran darahnya seakan tersetrum saat bertatapan seperti ini dengan Agam.     

"Va?"     

"Ahh, iya?"     

Pria itu menyuruhnya untuk bicara. Akhirnya, Reva pun mulai buka suara.     

"Aku hanya ingin menjelaskan sesuatu padamu, siapa pria yang menyebut diriku sebagai pacar tempo hari."     

"Kenapa kau harus menjelaskan itu padaku?" tanya Agam.     

"Karena aku tak ingin kau jadi salah paham terus padaku."     

Agam tertawa kecil. "Sudahlah, Va. Dia pacarmu kan? Aku tak ingin, pria yang kemarin itu salah paham lagi dan menamparku di tempat umum!"     

Sepertinya, Agam sudah terlanjur kecewa padanya. Reva masih berusaha untuk menjelaskan bahwa Joseph itu hanya teman biasa saja.     

"Aku dan pria itu tak punya hubungan asmara sama sekali. Aku serius. Namanya adalah Joseph dan dia cuma temanku," ujar Reva yang ingin ucapannya diyakini oleh Agam.     

Agam terlihat hanya diam saja. Ia kembali lagi melayani pembeli yang ingin memesan minum padanya. Reva pun melirik ke arah Agam sekilas. Pria itu sama sekali tak percaya pada ucapannya.     

'Kenapa hatiku sangat sedih, ketika melihat Agam tak percaya padaku seperti ini?'     

Ada raut kekecewaan yang terpancar dari wajah Reva. Wanita itu ingin rasanya pulang saja dari sini, karena Agam juga tak percaya dengan ucapannya.     

Sampai sekarang segelas wiski di atas meja tak tersentuh sama sekali oleh Reva. Ia asyik melamun, bahkan Agam pun bisa melihatnya.     

"Jangan melamun seperti itu." Agam menegur Reva. "Nanti kesambet."     

"Aku mau pulang saja," ujar Reva sambil tersenyum singkat. Kemudian, berlalu dari hadapan Agam.     

Agam ingin menahan kepergian Reva, tapi ia tak punya hak sama sekali untuk menahan wanita itu. Lantas, ia pun hanya membiarkan saja kepergiaan Reva yang ke luar begitu saja.     

Ada rasa yang sedikit menghangat dalam hati, ketika Reva mengucapkan bahwa wanita itu tak punya hubungan asmara dengan pria bernama Joseph.     

"Kenapa Reva menjelaskan semua itu, ya? Apakah dia menyukaiku? Ahh, tidak mungkin! Wanita secantik dia mana mungkin menyukaiku." Agam geleng-geleng kepala saat memikirkan Reva.     

'Biarlah aku yang mengagumi dalam diam, Va. Aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu. Kau sangat cantik dan menarik hatiku.'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.