Arrogant Husband

Hawa Nafsu



Hawa Nafsu

0Alisa tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia menatap ke arah sang suami dengan perasaan campur aduk. Apakah yang dikatakan oleh Saga itu suatu kebenaran? Ataukah hanya kebohongan semata? Mertuanya sudah memberinya restu sekarang?     

Perasaan senang pun tak dapat disembunyikan lagi. Alisa sangat bahagia mendengar kabar ini. Namun, ia juga merasa takut, kalau ini hanya dusta semata.     

"Bagaimana sayang? Apakah kau senang mendengar kabar ini?" tanya Saga.     

"Tentu saja aku sangat senang mendengarnya sayang. Semoga saja, ayah dan ibunya bisa menerimaku dengan sepenuh hati. Hanya itu yang kuharapkan."     

Saga mengangguk-angguk mendengar ucapan sang istri. Ia yakin, kalau orang tuanya akan menerima Alisa. Ia kembali memeluk tubuh wanita itu lagi.     

"Tuhan mendengar semua doa-doamu, sayang," bisik Saga lembut di telinga Alisa.     

"Iya, aku sangat bersyukur."     

Pria itu membuka jas dan kemejanya. Ia paham dengan sang istri yang ingin bermanja. Alisa membantu membawakan pakaian Saga dan meletakkannya di bak baju kotor.     

"Ayo, kemarilah sayang. Mendekat padaku." Saga menarik tangan Alisa perlahan. Ia membawa sang istri dalam pelukan.     

Mereka berdua berpelukan dengan mesra. Saga mengajak Alisa untuk naik ke atas ranjang. Suami istri itu merebahkan tubuh masing-masing di atas tempat tidur.     

Alisa langsung memanjakan diri di sisi Saga. Seperti kebiasaannya, ia tengah berada tepat di ketiak sang suami. Wanita itu menghirup dalam-dalam aroma ketiak Saga.     

"Kau sangat manja dengan suamimu ini. Kenapa kau suka sekali dengan aroma ketiakku?"     

"Karena aku menyukainya. Aroma ketiakmu sungguh khas."     

Alisa cengir-cengir sendiri. Ia tak pernah merasa bosan saat menciumi ketiak Saga seperti ini. Sang suami sangat maklum, karena dirinya sedang dalam masa ngidam. Ia juga tak menyuruh Saga untuk mandi.     

"Nanti kalau anak kita lahir, aku pasti akan cemburu padanya." Sang istri langsung melotot pada Saga.     

"Kau jangan seperti itu!"     

"Aku cemburu pada anakku sendiri, karena istriku sangat mencintainya sepenuh hati." Saga tersenyum. "Aku hanya bercanda sayang."     

"Aku juga mencintaimu sepenuh hati sayang. Kau dan anak kita." Alisa mengelus-elus perutnya sendiri.     

Mereka berdua sudah tak sabar lagi ingin melihat sang anak lahir ke dunia. Hari ini, Alisa merasa senang, karena sudah mendapat restu dari mertuanya. Semoga saja, mereka tak pernah memberi harapan palsu. Karena dirinya sangat ingin lebih mengenal dekat sosok Bu Angel dan juga Pak Surya.     

"Oh, ya, ibu dan ayah besok aku minta ke sini. Untuk menemanimu di sini. Atau ... kalian nanti bisa ngobrol sesuka hati."     

"Aku merasa canggung sayang. Apakah tidak apa-apa?"     

"Tentu saja tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja. Percayalah, mereka berdua akan menerimamu dengan baik."     

Saga terus membuat sang istri merasa senang hatinya. Namun, di sisi lain, Alisa masih merasa takut dan canggung, kalau semua ini tak sesuai dengan ekspektasinya.     

"Baiklah sayang. Aku harap, semuanya akan berjalan dengan lancar."     

"Tentu. Semuanya akan lancar."     

***     

Reva menemui Joseph di rumahnya. Pria itu senang karena melihatnya datang kemari.     

"Sayang, ayo masuk."     

Joseph langsung mengajak Reva masuk ke dalam. Kedatangan sang kekasih kemari pasti berkaitan dengan Saga dan Alisa. Ia akan terlihat seperti membantu, tapi di sisi lain punya maksud terselubung.     

Wanita itu duduk dengan begitu anggun. Joseph melihat lekuk tubuh Reva dengan penuh nafsu. Dengan belahan dada yang terbuka lebar. Di sana masih tersembunyi bongkahan dua bukit kembar.     

"Kenapa sayang? Apa kau perlu sesuatu?" tanya Joseph.     

"Tentu saja ada. Kau harus membantuku. Aku sudah mempersiapkan sesuatu untukmu."     

"Sesuatu?"     

Reva mengeluarkan sesuatu dari dalam tas selempangnya. Terlihat sebuah botol kecil transparan berisi cairan di sana. Joseph mengernyit heran.     

"Itu apa?" tanya Joseph lagi.     

"Ini adalah racun, yang bisa membuat Alisa keguguran."     

Kerongkongan Joseph terasa tercekat. Ia hanya diam saja, seolah-olah tak bisa mengeluarkan suara. Dirinya tengah memandang sosok wanita cantik di depannya.     

"Kau harus melakukan tugasmu dengan baik! Nanti akan kuberi tahu, kalau waktunya tepat. Simpan saja dulu racun ini."     

Joseph meraih botol kecil itu. Ia melihat-lihat dan mengamatinya dengan seksama. Reva tak main-main dengan sesuatu. Wanita seperti Reva memang sangat cantik, tapi juga licik, membuatnya sama sekali tak habis pikir.     

"Baiklah, aku akan simpan benda ini dan akan kulakukan tugasku dengan baik. Tapi, ada satu syarat."     

Pria itu memberi sebuah syarat yang harus Reva patuhi. Bila tidak, maka Joseph tak akan pernah mau menuruti semua ucapan Reva. Akhirnya, wanita itu penasaran dengan persyaratan tersebut.     

"Syarat? Syarat apa itu? Sebutkan saja."     

"Aku akan membawamu ke dalam kamarku. Kita akan bercinta lagi. Bagaimana, kau setuju?"     

Reva marah dan tampak menolak keinginannya. Kemudian, wanita itu bangkit dari duduk dan hendak berniat pulang dari sini. Namun, Joseph dengan sigap memegang pergelangannya dengan kasar. Membuat Reva spontan melotot.     

"Kau diberi hati, malah minta jantung! Aku sudah rela memberikanmu keperawananku dan itu pertama kalinya kuberi pada pria."     

Ada rasa bangga dalam hati Joseph, karena ia adalah pria pertama yang merebut kesucian Reva. Bukan, bukan dia yang meminta, tapi Reva yang menggodanya dan wanita itu pasrah begitu saja.     

"Bukankah kau senang mendapat pelayananku yang sangat baik ini? Aku bisa membuatmu terpuaskan. Kau berada di puncak kenikmatan saat itu."     

"Bullshit! Diam kau! Aku melakukan semua ini hanya untuk mendapatkan Saga kembali. Kau jangan pernah bermimpi untuk meminta lebih lagi padaku!" Reva mencoba untuk menjauh lagi darinya. Namun, Joseph masih memegangi pergelangannya dengan kuat.     

Pria itu tersenyum ketir. Hatinya bergejolak saat nama Saga disebut. Ia tahu, maksud dan tujuan Reva, tapi bukan berarti wanita itu lantas menyebut nama Saga secara terang-terangan. Joseph pun akhirnya cemburu.     

"Begitukah sayang?" Joseph tersenyum meremehkan. Ia menatap mata Reva dengan begitu lekat. Tangannya masih menggenggam pergelangan sang kekasih.     

Reva mencoba berontak berkali-kali dan minta dilepaskan pergelangan tangannya. Namun, Joseph tak mau. Pria itu tiba-tiba menggendongnya dan langsung membawa ke dalam kamar.     

"Jo, turunkan aku! Aku tak mau bersamamu!"     

"Diam Va!"     

Reva memukul-mukul dada bidang pria itu. Namun, itu semua tak sakit bagi Joseph. Lantas, mereka berdua sudah berada dalam kamar. Joseph sekarang seperti orang kesetanan. Ia langsung melucuti pakaian Reva dan membuat wanita itu menangis.     

Ia juga melepaskan pakaian demi pakaian Reva dengan kasar. Kemudian, merebahkan tubuh wanita itu di atas ranjang. Joseph membuka ritsletingnya sendiri dan ingin memasukkan junior besarnya ke dalam lubang kenikmatan.     

"Jo, jangan lewati batasmu!"     

Joseph memegang kedua tangan Reva dengan erat. Ia ingin mencium bibir sang kekasih. Namun, Reva sengaja memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan agar tak dicium.     

Setelah melewati perlawanan dari Reva, akhirnya Joseph bisa melampiaskan nafsunya juga. Ia sudah memasukkan si junior ke dalam lubang itu. Membuat Reva menjerit-jerit bukan main. Wajah sang kekasih sudah tak karuan karena menahan rasa sakit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.