Arrogant Husband

Sang Pendosa



Sang Pendosa

0Saga tetap mengusir kedua orang tuanya dari rumah. Ibu dan sang ayah tetap memohon, tapi tak Saga pedulikan sama sekali.     

"Saga, ibu mohon ... maafkan kesalahan ibu dan ayah, Nak."     

"Kalian berdua sudah mengecewakan aku dan Alisa."     

Alisa berdiri di ruang tamu sambil menitikkan air mata. Langkahnya tak bergerak sama sekali. Tatapan kedua mata mengarah ke depan, memandang kedua mertuanya.     

Hancur sudah hati Alisa. Ditambah dirinya mengalami keguguran. Tak ada lagi harapan yang tersisa. Ia pun kembali lagi ke atas kamar dan membiarkan Saga di luar, mengurus kedua orang tuanya.     

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Itulah yang dirasakan oleh Alisa sekarang. Harapan yang ia nantikan selama ini, harus musnah. Menunggu sang buah hati lahir, malah janinnya tiada.     

Sesampainya di kamar, Alisa langsung menuju ke atas tempat tidur. Wajahnya ia tutupi dengan kedua tangan sambil menangis.     

"Sayang?"     

Tiba-tiba, Saga telah datang di kamar. Ia langsung menghampiri sang istri yang sedang menangis. Pria itu mulai memeluk tubuh Alisa. Mencoba menenangkan lagi. Ia mengelus-elus rambut panjangnya.     

"Maafkan aku," ujar Saga. "Aku terlalu percaya dengan mereka berdua. Aku kira, mereka akan berubah dan bisa menerimamu."     

"Sudahlah." Alisa menghapus air matanya. "Aku tak memikirkan masalah orang tuamu lagi. Aku tak ingin dekat dengan mereka mulai sekarang."     

Rasa sakit hati yang dialami oleh Alisa sudah meluas. Tak dapat dibendung lagi. Bahkan, wanita itu tak ingin berhubungan dengan mereka.     

Suami istri itu masih sangat sedih karena telah kehilangan bayi mereka. Namun, keduanya mencoba saling menguatkan satu sama lain.     

"Sayang, kita ikhlaskan saja semua yang telah terjadi. Mungkin ... Tuhan punya rencana yang lebih indah lagi untuk kita berdua," ujar Saga.     

"Ini berat ...," lirih Alisa masih menangis. Kehilangan anak memang tak mudah untuk mereka berdua.     

"Ini juga berat untukku sayang. Tapi, kita berdua akan mencobanya. Melewati ini bersama-sama." Saga masih memeluk Alisa. Ia mengusap-usap lengan sang istri.     

Bersama dengan Saga, perlahan-lahan Alisa mencoba untuk bangkit dan tak berlarut-larut dalam kesedihan. Ia sudah ikhlas dengan kehilangan anak karena keguguran. Mungkin, Tuhan akan punya sesuatu yang lebih indah lagi untuk mereka kelak.     

"Tetaplah bersamaku," pinta Alisa.     

"Iya sayang."     

***     

Bu Angel dan Pak Surya sudah sampai di rumah mereka. Wanita paruh baya itu terlihat bersedih.     

"Ibu tak menyangka, bahwa Reva akan senekat itu pada Alisa."     

"Loh, kenapa? Bagus kan bu? Saga bisa sama Reva lagi nanti."     

Kali ini, Bu Angel tak sependapat dengan sang suami. "Yah, Saga sudah benci sama kita berdua. Ibu sekarang tak memikirkan Reva, tapi memikirkan Saga! Bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan kepercayaannya lagi."     

"Sudahlah bu. Paling dalam beberapa hari ke depan, Saga bakalan memaafkan kita berdua," ujar Pak Surya yang merasa yakin.     

"Ayah seyakin itu?" tanya Bu Angel.     

"Kenapa tidak?"     

Bu Angel tak ingin meladeni suaminya bicara. Wanita paruh baya itu lalu menuju ke dalam kamar seorang diri. Ia masih memikirkan tentang anak semata wayangnya.     

***     

"Pasti kau kan yang meracuni Alisa, iya kan?" Reva mencengkeram kerah baju Joseph, hingga pria itu terdengar mengembuskan napas berat.     

"Kalau iya memang aku, kenapa sayang? Aku melakukan semua itu untukmu," ujar Joseph.     

Joseph melihat Reva yang terlihat panik. Harusnya wanita itu senang, karena musuhnya telah berhasil ia lumpuhkan. Alisa sudah keguguran dan itu pasti membuat Saga sangat hancur.     

"Kenapa kau begitu? Bukankah kau harusnya senang?"     

Entahlah. Reva terlihat tak senang dan merasa panik. Ia tak menyangka, Joseph lebih nekat daripada dirinya.     

"Entah kenapa, aku sedih saat Alisa keguguran seperti ini. Aku tak tega melihat Saga bersedih seperti tadi."     

Joseph pun mendekat pada Reva. Pria itu terlihat tengah menggodanya.     

"Sudahlah, jangan pikirkan Saga lagi. Biarkan dia bernasib seperti itu."     

Joseph telah berhasil membuat Saga hancur, berkeping-keping karena telah kehilangan seorang anak. Pria itu pasti sedih dan menangis. Ia merupakan pembalasan yang Joseph berikan padanya, karena telah merebut Reva pada zaman dulu. Hingga sekarang pun, Reva masih mengejar cinta Saga.     

Joseph tak akan pernah menyerah untuk mendapatkan cinta Reva. Wanita itu harus menjadi miliknya seutuhnya. Tak boleh ada yang merebut wanita itu, termasuk Saga. Ia akan menghalalkan segala cara.     

Ia memegangi kedua pundak Reva, lalu meletakkan kepala wanita itu di dadanya. Joseph mengelus-elus rambut Reva dengan lembut. Ia menyuruh Reva agar berhenti menangisi Saga.     

"Jangan menangis terus sayang. Aku tak mau melihatmu seperti ini terus." Joseph mencoba untuk menghapus air mata yang ada di wajah Reva. Sekarang, wanita itu terlihat diam.     

Kemudian, pria itu memajukan bibirnya ke bibir Reva. Ia mengecup singkat bibir mungil itu. Terasa kenyal dan manis.     

Setelah dikecup seperti itu, membuat Reva tersadar. Saat Joseph mengecupnya tadi, dirinya seolah terhipnotis.     

"Jo?"     

"Iya sayang?"     

"Kenapa kau mencintaiku sampai dengan sekarang?" tanyanya.     

Tatapan mata Reva kali ini begitu dalam. Wanita itu ingin tahu, kenapa Joseph masih saja mencintainya. Padahal dirinya telah banyak jahat pada orang lain.     

"Padahal aku adalah wanita yang jahat," ujar Reva. Joseph langsung meletakkan jari telunjuknya ke bibir Reva. Ia tak mau, kalau Reva sampai menyebut dirinya jahat.     

"Kita semua adalah pendosa. Tergantung dari cara kita masing-masing untuk melakukan kejahatan atau kebaikan."     

Joseph telah cinta buta pada Reva. Sampai dirinya bisa menerima wanita itu apa adanya. Reva boleh saja terlihat jahat di mata orang, tapi di mata Joseph, wanita itu tetap seperti dulu, yang terlihat cantik dan baik hati.     

"Baiklah, Jo. Aku sebaiknya pulang dulu."     

Dengan wajah lesu, Reva ingin segera pulang dari rumah Joseph. Ia terlihat tak bersemangat kali ini. Reva melangkah perlahan menuju ke pintu depan. Joseph pun mengantarkannya.     

Reva segera masuk ke dalam mobil. Sekilas, ia melambaikan tangan ke arah pria itu. Joseph berdiri tegak menatapnya.     

"Hati-hati di jalan sayang," ujar Joseph.     

Mobil Reva perlahan menjauh dari rumahnya. Joseph masih berdiri tegak di depan rumah. Sampai mobil itu benar-benar sudah tak terlihat lagi, barulah dirinya masuk ke dalam.     

Saat di perjalanan menuju ke rumah, Reva mencoba untuk fokus menatap ke jalan. Entah kenapa, dirinya masih dibayang-bayangi oleh wajah Saga. Saat pria itu memarahinya tadi. Ekspresi Saga yang menangis. Semua terekam jelas di kepalanya.     

"Apakah aku sejahat itu?" tanyanya pada diri sendiri. "Aku hanya ingin Saga kembali lagi padaku. Hanya itu saja. Dia harus jadi milikku lagi." Reva memukul stir kemudi mobil. Ia tak tahu harus melakukan apa sekarang, setelah kejadian ini terjadi.     

Saga sangat marah padanya. Pria itu bahkan telah bersumpah untuk tak akan pernah kembali lagi di hidupnya. Bahkan, Saga tak menatap ke arah matanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.