Jodoh Tak Pernah Salah

Part 99 ~ Kemarahan Naura



Part 99 ~ Kemarahan Naura

0Air mata Naura tak hentinya mengalir. Hatinya sakit bak teiris sembilu. Tak perlu dijelaskan, Naura sudah tahu apa yang terjadi pada Dila.     

Bara memperkosanya, bukannya memperkosa tapi terlihat ingin membunuh Dila. Naura membawa Dila ke klinik pribadi temannya, akan jadi berita dan bencana jika Dila ia bawa ke rumah sakit tempatnya bekerja.     

Syakir menangani Dila dengan telaten, ia melihat gurat kesedihan dan kekhawatiran di wajah Naura. Awalnya Naura yang akan menjahit luka Dila, namun gemetar dan emosionalnya Naura membuat Syakir ragu.     

Syakir meminta Bella membantunya menjahit luka Dila. Naura diminta duduk dan menenangkan diri.     

Tika, istrinya Syakir memberikan segelas teh manis hangat untuk menenangkan, menghilangkan ketegangan Naura.     

"Minum dulu Naura," titah Tika memberikan segelas teh hangat.     

"Terima kasih," balas Naura sungkan mengambil teh dari tangan Tika lalu meminumnya.     

"Tidak usah khawatir. Dia akan baik-baik saja." Tika mencoba menghibur.     

"Benarkah?" Terlihat keraguan di mata Naura.     

"Jangan khawatir, aku yakin dia baik-baik saja."     

Naura takut dan histeris. Ia memeluk Tika, menangis melampiaskan emosinya.     

"Aku sangat menyayangi dia Tika. Aku tidak ingin sesuatu terjadi padanya. Dia lebih dari seorang adik bagiku."     

Tika mengatup kedua pipi Naura.     

"Semua akan baik-baik saja. Dia akan sembuh. Percayalah suamiku akan memberikan yang terbaik."     

"Aku tak pernah se-khawatir ini."     

"Kamu begini karena memiliki hubungan emosional padanya. Siapa yang melakukan semua ini padanya?"     

"Suaminya."     

"Apa?"Mata Tika membulat tak percaya suami bisa menggauli istrinya seperti ini.     

"Sebesar apa miliknya sampai melukai seperti itu? Amerika atau Arab?" Tanya Tika yang terdengar lucu di telinga Naura.     

Naura terkikik dalam tangis.     

"Ini bukan masalah ukuran. Dia memaksa, adikku tak siap. Makanya dia seperti itu."     

"Jangankan aku yang sudah lama menikah, jika dipaksa melayani suamiku akan kesakitan apalagi dengan adikmu," maki Tika meluapkan perasaannya.     

"Hmmmmmm." Syakir berdehem mendekati Naura dan Tika.     

Naura bangkit mendekati Syakir.     

"Bagaimana keadaannya?"     

"Dia baik-baik saja, aku memberi bius untuk meredakan nyerinya. Untuk beberapa waktu ia tak boleh bercinta, kalau tidak robek lagi."     

"Alhamdulilah." Naura mengucapkan syukur.     

Bella muncul menyusul Syakir. Naura memainkan telunjuknya isyarat Bella untuk mendekat.     

"Ada apa dokter?" Bella terlihat gugup.     

"Kau tahu apa yang terjadi?"     

Bella menggeleng menerbitkan kekecewaan di wajah Naura. Tak akan dapat penjelasan.     

"Aku dihubungi teh Dian. Teteh minta bantuan, katanya bos dia butuh dokter."     

"Begitu. Baiklah kamu boleh pulang," usir Naura ketus.     

"Pulang dengan apa dokter? Aku tidak bawa mobil dan hari juga sudah makan. Naik taksi online aku tak berani."     

Naura menepuk keningnya.     

"Maaf aku lupa."     

"Biar aku saja yang mengantar Bella." Syakir menawarkan diri mengantar Bella pulang.     

"Papa boleh antar," kata Tika melirik Syakir memberi ancaman.     

"Jika papa nakal aku akan..."Tika memberikan isyarat menunjuk selangkangan Syakir dan menirukan gerakan mematahkan.     

Antara kaget dan tertawa mendengar ancaman sang istri.     

"Jangan khawatir mama, aku masih sayang dengan diriku. Aku menikahi buldozer," balas Syakir berlari menghindari amukan Tika.     

Sesaat Naura tersenyum melihat interaksi antara Tika dan Syakir. Suami istri yang unik.     

"Kamu terlalu kejam Tika."     

"Tidak apa-apa. Biar tahu," jawab Tika tersenyum manis.     

Bara dan Dian menyelonong masuk. Awalnya mereka menunggu di mobil, tapi Bara penasaran dengan kondisi Dila.     

"Bagaimana keadaan Dila?" Tanyanya bak hantu muncul di hadapan Naura dan Tika.     

"Kau," kata Naura menunjukkan seringai iblis.     

"Jawab pertanyaanku!" hardik Bara otoriter.     

"Jangan menghardikku!" ketus Naura menanggalkan sepatu dan memukulkannya pada Bara.     

Naura membabi buta memukul Bara menggunakan sepatu, bahkan sepatunya berhasil menampar wajah tampan Bara.     

"Kau bajingan dan brengsek. Teganya kamu menyakiti Dila seperti ini. Kau bukan manusia." maki Naura melampiaskan emosi.     

Dian berusaha melerai namun isyarat Tika menghentikan langkahnya.     

Terpaksa, Dian menyaksikan Naura menghajar Bara sekonyong-konyongnya. Bahkan wajah Bara memar akibat pukulan Naura.     

"Naura sudah!" Lerai Tika ketika Naura akan memukul selangkangan Bara.     

"Kamu bisa membunuhnya." Tika mengingatkan.     

"Tapi dia," ujar Naura menunjuk Bara.     

Tika menggelengkan kepala isyarat untuk berhenti.     

"Dia sudah terluka, Kamu bisa dipenjara karena menganiaya pejabat daerah," sarkas Tika menatap Bara.     

"Simpan energi kamu buat besok."     

Naura menghempaskan diri di atas sofa. Ia melanjutkan minum teh. Dian membantu Bara bangkit dan mendudukkannya di sofa tak jauh dari Naura.     

Tika memberikan P3K pada Dian.     

"Bersihkan luka Bapak Ketua," sarkasnya lagi menyindir Bara.     

"Baik. Terima kasih." Dian mengambilnya, dengan telaten membersihkan luka Bara.     

Dian membersihkan wajah Bara dengan alkohol, lalu memberi obat luka dan menutupi bekas luka dengan plester.     

"Bisakah kau menjelaskan Bapak Ketua DPRD Sumbar?" Suara melengking Naura memenuhi ruangan.     

Bara ragu, matanya melirik Dian. Mereka bicara dalam bahasa kalbu.     

Dian melototi Bara agar bicara, ia sendiri sangat penasaran bagaimana ceritanya gay akut macam Bara bisa memperkosa Dila? Ia sendiri yang terang-terangan merayu dan memberikan tubuhnya ditolak mentah-mentah. Kenapa dengan Dila, Bara bisa melakukannya? Dian yakin Bara tak melakukannya sekali, tapi berkali-kali.     

"Jika kau tak mau bicara. Pergi dari sini!" Usir Naura kasar.     

Bara kaget tak siap dengan reaksi Naura. Ia takut akan dipukuli lagi jika Naura tahu kejadian yang sebenarnya.     

"Bos, lebih baik pergi dari sini daripada babak belur lagi." Dian mengingatkan.     

"Aku tidak mau pergi. Dila istriku dan aku berhak mengetahui keadaannya."     

"Istrimu?" Naura bangkit.     

Bara berjalan mundur takut dipukuli lagi. Kejantanannya masih ngilu dan sakit.     

"Aku tidak akan memukulmu lagi, tapi kau harus bicara!"     

"Aku tidak akan cerita. Privasi suami istri," katanya mengelak.     

"Jadi begitu," balas Naura ancang-ancang melepaskan sepatu.     

Dengan sigap Dian melindungi bosnya.     

"Jangan uni. Bos sudah terluka."     

"Kau jangan menghentikan aku! Ini urusanku dan dia."     

"Uni jangan banyak marah nanti tensi darahmu tinggi."     

"Kau!" Desis Naura tak suka.     

"Naura tahan emosimu," kata Tika melerai.     

"Bagaimana aku tidak emosi jika dia menyakiti Dila. Jika tak ingat dia suaminya Dila mungkin dia sudah aku kebiri. Aku potong kejantananmu," ancam Naura bak petir di siang bolong.     

"Jaga bicaramu Naura," suara bariton Bara menggelegar. Biasa, tak mau kalah dan disalahkan.     

"Jika aku katakan kejadian ini pada keluarga besar bagaimana?"     

Deggggg.... Jantung Bara berdebar. Ini bukan pertanyaan tapi lebih ke ancaman. Bara menggeleng tak mau Naura mengatakan kondisi Dila pada keluarga. Bara takut keluarganya dan keluarga besar Dila. Bukan takut dipukuli, tapi lebih ke rasa malu dia menggauli Dila hingga pendarahan. Bukankah itu memalukan jika diketahui keluarga besar?     

"Jangan!", cegahnya.     

"Lalu kenapa kau melakukan semua itu?"     

"Bisa kita bicara berdua saja? Ini terlalu privasi. " Bara bernegosiasi.     

"Tidak mau!" Tolak Naura tegas.     

"Jika kau tidak mau bicara silakan pergi dari sini!" Usir Naura sekali lagi.     

"Bos lebih baik kita pergi. Dila baik-baik saja. Uni Naura akan merawatnya."     

Bara melayangkan tangannya ke udara. Isyarat Dian untuk berhenti bicara.     

"Diamlah Dian!"     

"Bos sudah dua kali diusir," kata Dian berbisik di telinga Bara.     

"Jika tidak mau diusir, ceritakan kejadian tadi sama uni Naura."     

"Bilang saja kamu juga kepo dengan apa yang terjadi antara aku dan Dila," desis Bara dengan mata melotot.     

Dian menutup mulutnya, niat terselubungnya ketahuan.     

"Aku muak melihatmu Bara. Pergi dari sini sebelum aku menghancurkannya kejantananmu," ujar Naura berkacak pinggang siap menghajar Bara.     

"Kau jangan bicara sembarangan! Seharusnya kejantanan Iqbal yang kamu hancurkan karena dia beristri lagi. Kamu di poligami."     

Kemarahan Naura naik ke ubun-ubun karena Bara membahas rumah tangganya. Beraninya orang luar mengusik rumah tangganya. Reflek, Naura melepas sepatu dan melemparnya pada Bara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.