Jodoh Tak Pernah Salah

Part 360 ~ Mencari Dian ( 1 )



Part 360 ~ Mencari Dian ( 1 )

0Setelah mengantar Dila ke kantornya Bara pun mencari keberadaan Dian. Bara sudah berusaha menghubungi diam namun ponselnya pun tidak diangkat. Sikap Dian membuat rasa curiga Bara semakin tinggi.     

Bara pun jadi ingat penembak jitu yang mengarahkan pistolnya pada Zico tiba-tiba menghilang ketika dia dan Dila sudah sampai di tempat si penembak. Otaknya coba berpikir keras. Ada apa sebenarnya? Kenapa penembak itu tiba-tiba saja menghilang?     

Bara membanting stir menuju kantornya. Ketika sampai di kantor dia ke meka resepsionis. Tertulis nama Tiwi di nametag si resepsionis.     

"Apa Dian sudah kembali?" Tanya Bara gusar seraya menyugar rambut.     

"Eh, Bapak," sapa Tiwi kaget. Tumben bos besar sudah ada di kantor. Bukannya hari ini jadwal Bara tidak ada di kantor dan tak ada meeting sama sekali?     

Semenjak jadi anggota dewan. Pekerjaan Bara sebagai pebisnis diambil alih orang kepercayaannya. Tetap penandatanganan kontrak melalui Bara namun prosesnya dieksekusi oleh orang-orang kepercayaannya. Bara sesekali datang dan meeting jika klien ingin dengannya.     

Perusahaan Bara yang ada di Jakarta pun di kelola oleh sahabatnya. Tetap di bawah pengawasannya.     

"Dian ada di dalam?"     

"Tidak ada Pak. Tadi teteh datang setelah itu dia pergi lagi," jawab Tiwi.     

"Baiklah." Bara mengerti.     

Pria itu masuk ke dalam ruangannya. Perasaan Bara tidak enak dan merasakan ada sesuatu buruk yang akan terjadi. Bara memastikan sesuatu. Pria itu menggeser lemari buku. Dibalik lemari itu Bara menaruh brankas yang tersimpan dalam dinding. Bara memutar kombinasi angka, kode membuka brankas. Tiga kali putaran brankas itu terbuka. Surat-surat berharga masih terletak pada tempatnya, tidak ada satu pun yang hilang.     

Mata Bara memicing ketika melihat salah satu pistolnya berkurang. Bara memiliki senjata api. Senjata itu telah teregistrasi dan dibeli secara resmi. Bara kaget dan shok. Ia sangat yakin jika Dian yang mengambil senjata ini. Kode brankas hanya dia dan Dian yang tahu. Bara sangat percaya pada Dian. Berapa jumlah harta dan surat-surat berharganya Dian tahu. Tanpa ragu kode brankas juga diberi tahu pada Dian.     

Bara sangat mempercayai Dian sehingga tak ada rahasia di antara mereka. Bara menganggap Dian seperti adiknya sendiri. Apa pun tentang dirinya dipercayakan pada Dian. Bara melindungi Dian melebihi dirinya sendiri. Sadar jika masa depan Dian hancur karena dia. Sadar petaka itu tak akan terjadi jika dia buat ulah. Keuangannya juga diatur oleh Dian meski semenjak menikah Dila juga ikut mengatur keuangannya.     

"Apa yang sedang kau rencanakan Dian? Aku takut kamu membuat sesuatu. Kamu tidak boleh melakukannya. Aku takut rencanamu akan menjadi blunder. Berbalik pada dirimu sendiri. Harusnya kamu mendengarkan aku Dian. Sekarang kita tidak bisa membalas dendam pada Zico ada Alvin yang harus kita jaga perasaannya," kata Bara ketika berada dalam mobil.     

Bara masih berpikir kemana Dian pergi. Mencoba menghubungi Dian kembali namun tak dapat jawaban. Bara pun mengirimkan pesan pada Dian tapi tak mendapatkan balasan.     

Bara membawa mobilnya tak tentu arah, ia mendatangi ke tempat yang yang sering mereka kunjungi. Bara pun pergi ke tempat Dian nongkrong dan bertemu dengan teman-temannya, namun tak ada hasil. Keberadaan Dian tidak diketahui.     

Hari sudah sore menjelang malam. Sudah sangat telat menjemput Dila. Bara pun bergegas menuju kantor Dila untuk menjemput istrinya dan membawanya pulang ke rumah. Semakin lama perasaan Bara semakin tidak enak ada satu hal yang mengganjal di dalam hatinya.     

"Ada apa sayang?" Tanya Dila pada Bara ketika sudah berada di dalam mobil.     

"Dian tidak ada dimana pun. Aku takut dia berbuat sesuatu. Tadi aku datang ke kantor dan membongkar brankas ternyata salah satu senjata api aku hilang."     

"Apa?" Mata Dila membulat mengetahui sang suami memiliki senjata api.     

"Kenapa kamu memiliki senjata api sayang? Apakah kamu memilikinya secara legal atau membelinya dari pasar gelap?"     

"Tenanglah. Senjata itu aku miliki dengan cara legal. Sudah memiliki sertifikat dan teregistrasi. Aku memiliki feeling jika Dian mengambil senjata itu untuk membunuh Zico, tapi aku tidak sudi menghubungi pria itu sekedar menanyakan kabarnya."     

"Apa perlu aku yang turun tangan?"     

"Tidak usah. Pria itu lebih tahu cara melindunginya dirinya sendiri. Aku lebih takut dengan Dian. Dia bisa saja melakukan sesuatu diluar kendali. Dian masih memiliki depresi, aku takut karena depresi dia bertindak anarkis dan brutal lalu membunuh Zico. Aku masih ingat ketika melihat Zico, Fatih dan Alvin berada di mesjid Raya. Aku melihat keteduhan di mata Zico dan kebahagiaan di mata Alvin. Anak itu senang bisa berkumpul dengan ayahnya. Anak itu telah memaafkannya. Alvin seolah menyiratkan padaku, jika masih membenci Zico berarti aku menyesali kelahirannya di atas dunia ini. Aku terlanjur berjanji pada Alvin tidak akan melakukan sesuatu pada ayahnya."     

"Karena sebab itu kamu lindungi Zico ketika penembak jitu itu akan membunuhnya?" Tanya Dila dengan tenang.     

Wajah Dila yang teduh dan tenang melegakan Bara. Melihat wajah sang istri membuatnya tenang. Bara menyandarkan kepalanya di bahu sang istri seraya berpikir apakah yang harus dia lakukan untuk menemukan Dian.     

"Apakah kamu sudah menanyakan pada Alvin di mana maminya?" Dila mengemukan pendapatnya.     

Bara mengangkat kepala dari bahu Dila sambil menyugar rambutnya.     

"Astaga. Kenapa aku sampai lupa? Kenapa aku tidak bertanya pada Alvin?" Bara tepuk jidat.     

"Sebaiknya kita ke sana, ke rumah Dian maksudnya. Kita tanya langsung pada Alvin. Kebetulan aku juga sudah pulang. Aku juga ingin bertemu dengan anak itu," kata Dila bersemangat.     

Bara membanting stir menuju rumah Dian. Semakin dekat dengan rumah Dian perasaannya semakin tidak enak. Entahlah jantungnya berdegup kencang, jantungnya berdetak lebih cepat tapi bukan jatuh cinta. Ada kecemasan disana. Kecemasan akan tindakan Dian, kecemasan tentang Zico dan cemas dengan nasib Alvin.     

Pintu pagar tidak terkunci. Bara dan Dila langsung ke dalam rumah seraya memanggil-manggil nama Alvin, namun panggilan mereka tidak mendapat tanpa sahutan. Bara pun semakin khawatir terjadi sesuatu pada ponakan kesayangannya.     

Bara terus melangkahkan kaki menuju taman belakang rumah. Disana dia melihat Alvin sedang berbicara dengan seorang pria dewawa. Bara menaruh telunjuknya di bibir mengisyaratkan Dila untuk diam, tak mengeluarkan suara.     

"Om. Terima kasih om telah menyelamatkan papiku," ucap Alvin pada pria itu.     

Bara dan Dila tidak mengetahui siapa laki-laki yang dipanggil om oleh Alvin. Laki-laki itu membelakangi mereka sehingga tak bisa melihat wajahnya.     

"Aku mendengar mami menelpon seseorang untuk mengeksekusi papi. Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada papiku. Aku tidak ingin mami menjadi seorang pembunuh. Aku tidak tahu siapa yang bisa aku hubungi selain om. Jika Alvin menelpon om Bara percuma karena om Bara pun memiliki dendam pada papi. Terima kasih om Jimmy." Alvin terharu menyeka air matanya.     

*****     

Terima kasih telah membaca cerita ini menggunakan koin. Satu koin dari kalian sangat berharga bagi gue. Kalian dapat hiburan dan gue dapat penghasilan. Jangan amuk gue karena season satu Bara dan Dila akan segera tamat. Kuatkan jantung kalian dan jangan teror gue di IG ya. Nikmati saja alurnya dan banyak kejutan ke depannya. Maaf gue update malam karena udah mulai kerja. Jatah cuti melahirkan sudah habis dan enggak bisa nulis di kantor. Pegawai bank enggak boleh pegang HP ketika kerja     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.