Jodoh Tak Pernah Salah

Part 339~ Bantuan Bara



Part 339~ Bantuan Bara

2Bara terhenyak dan kaget membaca berita tentang Egi dan Davi. Bara kenal ketiga pelaku yang mencoba melecehkan Egi. Mereka anggota komunitas gay di klub.     

"Sayang kamu ada baca berita di media sosial?" Dila datang seraya memegang handphone.     

Bara menepuk pahanya dan meminta Dila duduk di pangkuannya. Dila pun menuruti keinginan suaminya. Dila segera duduk di paha suaminya. Bara merapikan rambut Dila dan mencium tengkuk istrinya. Akhir-akhir ini Bara sangat senang melakukannya.     

"Pak ketua jangan nakal-nakal." Dila memperingatkan suaminya.     

"Kalo nakal sama istri sendiri apa salahnya?" Bara malah iseng meremas bagian penting dari istrinya. Meremas dengan gemas.     

"Sayang." Mata Dila membelalak.     

"Apa?" Bara malah mencuri satu ciuman dari Dila.     

"Sayang jangan nakal. Jawab dulu pertanyaanku." Dila berusaha menepis tangan suaminya yang sedang menjelajahi tubuhnya.     

"Aku sudah baca berita viral di media sosial. Berita Egi bukan?"     

"Iya. Kenapa Egi memberontak ketika ketiga pria itu melecehkannya? Kenapa ada Davi? Bukankah Davi itu aktor terkenal. Kenapa bisa temanan sama Egi? Apa desas-desus Davi gay itu benar?" Dila memastikan sesuatu pada suaminya.     

Bara memainkan alisnya seraya menggoda istrinya.     

"Ayolah sayang. Bicara." Dila merajuk manja.     

"Jika tak mau bicara jangan harap bisa gesek kartu ATM." Dila mengeluarkan senjatanya. Bara paling takut kalo tak bisa gesek kartu ATM.     

"Enggak mau," teriak Bara panik. Jika gesek kartu ATM tidak boleh bisa puyeng. Sakit kepala atas mau pun kepala bawah.     

"Cepat cerita!" Titah Dila berpangku tangan.     

"Davi memang gay dan anggota komunitas gay. Dia sengaja tak memakai medsos dan menutup rapat kehidupan pribadinya karena ini."     

"Really?" Mata Dila membelalak seraya memegangi perutnya.     

"Amit-amit jabang bayi. Kok bisa cowok ganteng kayak dia gay. Gagal ngefans."     

"Fans itu sama suami sendiri aja enggak usah sama orang lain."     

"Enggak mau." Dila menggelengkan kepala.     

"Kenapa?"     

"Kamu bukan artis. Itu Egi benaran udah straight ya sayang?"     

"Sepertinya sudah. Pasti bakal heboh ini kasus. Davi enggak pernah diberitakan soal kehidupan pribadinya sekalinya ada kasusnya luar biasa. Bakal amshiong dia. Apalagi Samuel, Rayyan dan Rizal ketahuan seorang gay."     

"Dasar laki-laki tidak punya otak. Beraninya melecehkan sesama laki-laki. Gay itu harus dilempar dari ketinggian. Sudah jelas Tuhan melaknat kaum mereka dan binasanya kaum sodom agar mereka mengambil pelajaran."     

Bara merasa terenyuh dan hatinya serasa dicabik mengingat penyimpangannya dulu.     

"Pasti dulu kamu maki aku karena gay ya sayang?"     

Dila menyesalkan ucapannya. Terlalu geram tak ingat suaminya mantan gay. Pasti Bara sudah tersinggung dengan ucapannya.     

"Maaf sayang," cicit Dila tak enak hati.     

"Tidak usah merasa tidak enak. Kenyataannya memang seperti itu. Lagian aku bukan gay kenapa tersinggung?" Jari jemari Bara meremas bagian sensitif Dila hingga ia berteriak.     

"Benar bukan gay tapi suami mesum," gerutu Dila melepaskan tangan Bara dari dadanya.     

"Tidak apa-apa mesum toh sudah halal." Bara berkelit.     

Dila menghindar dan lari. Tidak mau lagi disergap Bara. Terjadilah aksi kejar-kejaran seperti adegan di film India. Pada akhirnya Bara bisa menangkap sang istri dan menggendongnya ke atas ranjang.     

Bara melempar tubuh Dila ke atas dan menghimpitnya. Bara menggesekkan bagian sensitif tubuhnya.     

"Sayang. Sepertinya aku membuat kamu marah lagi." Goda Dila mengalungkan tangannya ke leher Bara.     

"Tidak. Kamu tidak membuat aku marah. Hanya membuat aku jadi bernafsu." Bara melepaskan pakaiannya atasnya dan melepaskan pakaian Dila satu persatu.     

"Lebih baik kita buat anak. Lebih menyenangkan," goda Bara menghujam Dila dengan ciuman panas yang memabukkan.     

Bara membuka lebar paha istrinya, dalam satu hujaman yang cepat dia memasuki Dila. Desahan dan racauan terdengar dari kamar mereka. Untunglah mereka hanya berdua di rumah. Jadi mereka bebas mendesah dengan suara yang keras tanpa merasa malu.     

Bara mendominasi permainan hingga mereka berdua mendapatkan pelepasan. Seperti biasa Bara mengangkat kaki Dila dan mengganjal pantat Dila dengan bantal.     

Setelah menahan kaki Dila selama tiga puluh menit. Bara pun berbaring di sebelah Dila.     

"Sayang kita program bayi tabung gimana?" Bara memberikan usul.     

"Kenapa?" Dila bangkit dari ranjang dan duduk menyandar di kepala ranjang.     

"Kita subur lo sayang. Buktinya aku pernah hamil."     

"Bukan begitu Dila. Umurku sudah tiga puluh lima. Terlalu telat untuk menikah. Setidaknya dengan bayi tabung kita bisa punya anak kembar. Aku mau punya anak agar rumah kita ramai. Tidak seperti aku jadi anak tunggal. Orang tua merasa kesepian." Bara tertunduk lesu mengingat Herman kesepian pasca meninggalnya sang mama.     

"Baiklah jika itu keinginan kamu." Dila menggenggam erat tangan suaminya.     

Setelah itu mereka berdua mandi menyucikan diri. Kembali mengobrol di atas ranjang.     

"Soal Egi tadi. Dia sebenarnya sudah sembuh. Aku masih berkomunikasi dengan Clara."     

"Oh Clara."     

"Kamu kenal?" Bara melihat Dila.     

"Kenal. Dian yang kenalin. Dia juga membantu aku membongkar kedok Egi di depan tantenya."     

"Apa kata dia?" Dila penasaran bagaimana caranya Egi sembuh.     

"Dia melakukan hipnoterapi."     

"Coba telepon Clara. Aku ingin dengar apa yang terjadi dengan Egi. Kadang berita di media belum tentu sama dengan kenyataan."     

Bara mengambil telepon dan menghubungi Clara. Loudspeaker sengaja diaktifkan agar Dila mendengar percakapan mereka. Syukurlah wanita itu segera mengangkatnya.     

"Clara apa yang terjadi?" Tanya Bara tanpa basa-basi.     

Clara langsung mengerti maksud dari Bara.     

"Mereka mencoba memperkosa Egi. Mereka ingin membuktikan apakah Egi sudah straight apa belum."     

"Dimana Egi dan Davi? Bagaimana mereka bisa ada di kafe Samuel?"     

"Egi dan Davi masih diperiksa. Pengacaraku telah mendampingi mereka. Mereka tak sengaja ketemu dan ngobrol di kafenya Samuel. Sengaja disana karena dikasih tempat privat sama Sam. Davi takut fansnya dia tahu soalnya tidak bawa bodyguard."     

"Bagus. Sudah seharusnya lo kasih pengacara buat mereka. Kalo perlu jebloskan bajingan itu ke penjara. Jelas Egi sudah straight mereka masih saja mengganggu." Bara geram dengan sikap ketiganya.     

"Apa pun yang terjadi lo harus dampingi Egi. Bagaimana pun dia masih terombang-ambing dan butuh bimbingan. Jika lo enggak ada disisi Egi gue takut dia akan kembali gay."     

"Mentang-mentang udah sembuh. Nasehat lo bijak sekali." Clara malah menggoda Bara.     

"Kayak bukan Bara yang gue kenal. Sepertinya pengaruh Dila sangat positif sama lo."     

Dila tersenyum manis karena dipuji.     

"Enggak usah puji istri gue entar hidungnya gede karena bangga," cebik Bara menggoda istrinya.     

"Hahahaha." Clara tak bisa menahan tawa.     

"Ra gue mau ngomong serius sama lo. Sam, Rizal dan Rayyan lo harus jebloskan ke penjara. Gunakan koneksi lo agar kasus mereka segera mendekam dalam penjara. Jika tidak ada gue yang akan bantu Egi."     

"Kenapa lo begitu peduli dengan Egi."     

"Perjuangan Egi untuk straight harus diapresiasi. Gue melakukannya sebagai sahabat."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.