Jodoh Tak Pernah Salah

Part 333 ~ Kedatangan Lona



Part 333 ~ Kedatangan Lona

0Lona tak dapat menyembunyikan kekagetannya ketika mendapatkan kabar Zico menjalani operasi akibat tulang telapak tangannya retak. Perasaannya tidak enak dan sebagai seorang ibu takut terjadi sesuatu pada anaknya.     

Lona tak pernah datang ke kota Padang. Fahmi menjemput ibu sang bos ke bandara.     

"Bagaimana keadaan Zico?" Tanya Lona ketika berada di dalam mobil.     

"Bapak sudah lebih baik Bu," jawab Fahmi dengan rasa hormat. Pria itu yang memberi tahu Lona keadaan Zico.     

"Kenapa Zico bisa di operasi?" Tanya Lona emosional.     

"Sebaiknya Ibu tanya saja pada Pak Zico. Saya rasa tidak etis jika saya yang bicara."     

"Katakan saja Fahmi! Zico pasti tidak ingin jujur padaku."     

"Tapi Bu."     

"Tidak ada alasan. Beritahu aku apa yang terjadi!"     

Fahmi pun menatap sopir meminta saran melalui pandangan mata. Sang sopir mengangguk.     

"Seorang wanita datang tiba-tiba ke kantor Bapak. Lalu mereka bertengkar dan dia menganiaya Pak Zico hingga beliau terluka parah dan harus di operasi."     

"Ya Allah siapa yang melakukannya?" Lona melirik Fahmi yang duduk di sebelah sopir.     

"Saya kurang tahu Ibu."     

"Baiklah. Terima kasih informasinya. Aku akan tanya pada anakku."     

"Sebaiknya begitu Bu."     

Satu jam perjalanan dari bandara Internasional Minangkabau mereka sampai di rumah sakit Harapan. Lona pun tergesa-gesa menuju ruang perawatan Zico. Di depan pintu kamarnya Zico ada beberapa orang bodyguard bersiaga. Fahmi memerintahkan mereka untuk menjaga Zico, mengantisipasi jika sewaktu-waktu Dian datang lagi.     

Fahmi membantu Lona membukakan pintu kamar rawat Zico. Laki-laki itu sedang disuapi makan oleh perawat. Tangannya masih terluka dan tak sanggup memegang sendok.     

"Zico," panggil Lona emosional.     

"Mami." Zico memanggil ibunya. "Kapan mami datang?"     

"Baru saja. Mami langsung kesini dari bandara. Kamu boleh pergi." Lona melirik perawat dan mengusirnya secara halus.     

Perawat yang merupakan bawahan Zico menurut.     

Perawat itu pun mengerti dan meninggalkan Lona dan Zico.     

"Apa Fahmi yang memberi tahu mami?"     

"Jika bukan dia siapa lagi Zico." Lona mengambil makanan Zico lalu menyuapkannnya.     

Zico terharu dan matanya berkaca-kaca karena di suapi ibunya. Selama ini hubungan mereka sangat buruk dan sering bertengkar. Malah saat Zico kecil tak pernah disuapi ibunya. Ibunya terlalu sibuk bermain-main menikmati masa mudanya.     

Makanan Zico tandas tak bersisa. Bukan karena makanannya enak, tapi karena Lona yang menyuapinya.     

"Terima kasih mami," ucap Zico membersihkan mulutnya dengan tisu.     

"Sama-sama." Lona merapikan rambut Zico.     

"Cerita sama mami apa yang terjadi?"     

"Bukankah mami sudah tanya pada Fahmi?"     

"Ceritanya kurang lengkap. Mami ingin dengar ceritanya dari mulut kamu. Ada apa sebenarnya Zi? Kenapa kamu terluka seperti ini?"     

"Dian datang mami," ucap Zico pelan.     

"Apa?" Mata Lona membelalak dan tak percaya dengan apa yang ia dengar.     

"Kenapa reaksi mami seperti itu?"     

"Ke-kenapa dia bisa datang ke kantor kamu? Jangan bilang dia yang melukai kamu?"     

"Tebakan mami benar." Zico tersenyum miris.     

"Kenapa dia bisa melakukannya Zi? Maksud mami. Untuk seorang wanita dia terlalu sadis melakukan semua ini padamu."     

"Dia membalaskan dendamnya padaku."     

"Kamu membiarkan dia memukulmu?" Lona tak habis pikir dengan sikap Zico.     

"Biarkan saja mami. Apa yang dia lakukan belum seberapa dengan apa yang aku lakukan padanya."     

"Tapi Zi….."     

"Sudahlah mi. Kejahatanku padanya lebih besar. Biarkanlah dia melepaskan sakit hatinya padaku."     

"Kamu bukan Zico yang mami kenal. Kamu terlalu baik."     

"Apa aku tidak pantas jadi orang baik sehingga mami meragukan aku?"     

"Bukan begitu Zi. Bukan seperti karakter kamu."     

"Saatnya berubah mami. Rumah tanggaku kacau dan berantakan karena aku mendapatkan karma. Apa yang aku tanam sekarang aku tuai."     

"Jangan bicara seperti itu Zi."     

"Aku masih ingat ketika dia menyumpahiku. Aku tidak akan bahagia. Aku hidup menanggung rasa bersalah. Apa pun kebaikan aku tak akan dilihat orang lain. Sumpah dia berlaku mami. Aku termakan sumpah dia. Apa salahnya aku memperbaiki diri?"     

Lona memeluk anaknya dengan perasaan tercabik dan terkoyak. Semenjak sembuh dari gangguan emosi. Zico jadi melankolis. Perceraiannya merupakan titik balik dari seorang Arzico Aditia. Zico melakukan hipnoterapi untuk menyembuhkan gangguan emosinya.     

"Dian tahu mami, jika kita melakukan tes DNA pada Alvin. Dia datang bukan sebagai korban pemerkosaan tapi sebagai seorang ibu yang takut anaknya kita ambil. Dia tidak mau Alvin aku dekat dengan Alvin dan dia menaruh rasa curiga padaku."     

"Apa?"     

"Aku sudah meminta detektif kepercayaanku mencari tahu apa yang terjadi pada Dian selama lima belas tahun terakhir ini."     

"Apa yang terjadi padanya?"     

"Aku merasa bersalah dan telah jahat padanya. Dia mengalami depresi dan bahkan beberapa kali melakukan bunuh diri. Dia tidak bisa terima kenyataan apalagi dia ketika tahu dia mengandung. Alvin tidak bisa digugurkan karena usia kehamilan Dian sudah tua." Zico menangis sendu.     

"Untuk kehamilan Dian mami mensyukurinya. Jika dia tidak hamil anakmu kita tidak akan tahu bagaimana kesehatanmu. Kita tidak akan tahu jika kamu bukan pria mandul."     

"Jika waktu bisa dikembalikan aku ingin menebus dosaku lima belas tahun yang lalu dan bertanggung jawab atas kehamilan Dian. Aku akan mendampingi dia melahirkan anak kami." Zico bercerita beruraian air mata.     

Kenapa dia begitu brengsek di masa lalu?     

"Mami tahu penyesalan kamu. Tapi dia juga harus tahu jika kamu mengalami ganguan kecemasan kala itu."     

"Tidak mi." Zico menggeleng. "Yang salah dan bajingan itu aku. Menjijikkannya aku memperkosa Dian dan Bara. Untuk Bara perbuatanku sangat terkutuk. Dia pantas membunuhku."     

"Jangan bicara seperti itu Zi."     

"Aku bajingan mami."     

"Itu dulu bukan sekarang."     

"Bagi mereka aku tetap saja bajingan yang harus menerima pembalasan mereka."     

"Setidaknya Dian harus tahu jika kamu sudah berubah bukan bajingan lima belas tahun yang lalu."     

"Mami tidak semudah itu dia akan percaya padaku." Zico tersenyum miris.     

"Mami berharap kalian berjodoh dan menikah demi Alvin. Anak itu layak bahagia karena sejak kecil sudah menderita dengan sikap ibunya."     

"Wajar Dian trauma karena Alvin fotokopi diriku. Pasti dia akan teringat perkosaan itu ketika menatap wajah anaknya. Dia wanita yang hebat. Bisa menjadi wanita tangguh dan kuat seperti sekarang. Dia berlatih bela diri agar tidak ada lagi laki-laki yang melecehkannya. Dia bahkan sekolah inteligen agar bisa melacak keberadaanku. Dia benar-benar menakjubkan."     

"Apa rencana kamu?" Lona berpangku tangan.     

"Aku ingin mendapatkan maaf dari Dian. Aku ingin memperbaiki hubungan kami demi Alvin."     

"Kenapa tidak berusaha mengambil hati Dian. Mami rasa kalian cocok."     

"Tidak mungkin mami." Zico geleng-geleng kepala.     

"Mendapatkan maaf dari dia entah bisa apa tidak."     

"Jangan pesimis Zi."     

"Kamu lari dari tanggung jawab juga ada andil kami. Kami yang menjadikan kami seorang pengecut. Kami jahat Zi."     

"Sudahlah mi. Kita tidak perlu saling menyalahkan. Kita harus memperbaiki diri. Urusan Dian biar aku tangani dan jangan ikut campur. Jangan mengacaukan segalanya mami." Zico memberikan ultimatum pada sang ibu.     

"Kenapa kamu berkata seperti itu Zi?"     

"Karena aku tahu bagaimana mami. Aku yakin mami akan menemui Alvin bagaimana pun caranya. Aku harap mami tahan diri."     

"Zi," panggil Lona lirih.     

"Tak ada bantahan mami."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.