Jodoh Tak Pernah Salah

Part 152 ~ Honeymoon Kedua ( 1 )



Part 152 ~ Honeymoon Kedua ( 1 )

0Dian membuka pintu ruang VIP, terlihat Tuan Smith dan asistennya telah datang.     

Bara tersenyum sebelum menyapa,"Good Morning Tuan Smith."     

"Good Morning Aldebaran," balas Tuan Smith merentangkan tangan untuk memeluk Bara.     

Mereka berdua berpelukan. Tuan Smith juga memeluk Dian.     

"Silakan duduk," kata Tuan Smith mempersilakan mereka duduk.     

"Sudah lama Tuan?" tanya Bara basa-basi tak enak jika Tuan Smith sudah menunggu terlalu lama.     

"Tidak. Kami baru saja sampai."     

"Syukurlah. Kami jadi tidak enak jika anda sudah menunggu dari tadi."     

"Oh tidak. Kami juga baru sampai sepuluh menit yang lalu."     

"Mana istrimu? Kenapa datang dengan sekretarismu?" tanya Tuan Smith     

Bara menggigit bibir bawahnya. Tuan Smith mengingatkan Bara akan kekesalannya dengan Zyan yang mendekati Dila.     

"Ada. Dia sedang di depan bersama anak anda."     

"Zyan ada disini. Bukankah dia pergi tur?" Tuan Smith menoleh pada sekretarisnya.     

"Sepertinya tidak Tuan," balas sekretaris Tuan Smith bernama Thomas.     

"Kenapa tidak bawa kesini?" tanya Tuan Smith lagi pada Bara.     

"Kita membicarakan bisnis tidak enak bawa istri," jawab Bara canggung.     

"Jangan terlalu formal Bara. Semalam aku suka melihat penampilan kamu dan istri. Benar-benar mengagumkan. Kalian sudah terbiasa menari."     

Bara menggaruk kepalanya yang tak gatal, ia sedikit malu mengingat kejadian tadi malam.     

"Tidak juga Tuan. Kami baru pertama kali dansa."     

"Kenapa begitu fasih seperti penari professional?"     

"Mungkin sudah bakat dan kami ikut larut dalam tarian itu," jawab Bara sekenanya.     

Tuan Smith menepuk pundak Bara pelan,"Kalian pasangan serasi. Aku merasa melihat diriku dan istriku ketika muda saat kalian menari."     

"Aku jadi malu Tuan. Terima kasih atas pujiannya."     

"Mengenai proyek kita di Ponorogo aku setuju melakukan investasi disana. Melihat proposal yang kau berikan tempat itu sangat potensial dijadikan tempat wisata alam. Aku lihat alam disana masih asri dan belum terjamah manusia."     

Senyum terkembang dari kedua sudut bibir Bara dan Dian. Tuan Smith menyetujui kerja sama untuk pembangunan resort dan tempat wisata alam di Ponorogo.     

"Aku salut dan terkesan denganmu Aldebaran. Kau selalu menjadi terdepan dari pesaingmu. Selalu bisa menggali potensi tiap daerah. Tidak salah aku menggelontorkan uangku untuk berinvestasi pada perusahaanmu."     

"Aku sangat tersanjung dengan pujian Tuan. Aku masih tahap belajar dan belum sehebat Tuan," kata Bara merendah untuk meroket.     

"Kau terlalu rendah hati Aldebaran. Nanti kau akan lebih sukses dari pada aku. Aku berada di titik ini tidaklah mudah. Semua dimulai dari nol. Istriku mendampingiku dari nol sampai sekarang. Aku sangat mencintai istriku. Jangan lupa siapkan perjanjian kerja samanya. Nanti pengacaraku dan pengacaramu mengesahkan kerja sama kita."     

Bara mengangguk senang. Tanpa banyak tanya Tuan Smith setuju berinvestasi di resort barunya.     

"Aku salut dengan cinta kalian," kata Bara menjilat.     

"Maaf tuan," kata Dian menyela.     

"Iya ada apa?" Tuan Smith menatap Dian.     

"Anda seorang pebisnis hebat. Kenapa Zyan jadi vokalis band bukan pebisnis seperti anda?"     

Tuan Smith terdiam, menimbang- nimbang apakah akan cerita soal Zyan apa tidak. Setelah berpikir sejenak ia memutuskan untuk cerita.     

"Dulu aku memang memaksa Zyan ikut belajar bisnis bersamaku cuma Zyan menolak. Dia tidak punya passion di bidang bisnis. Ia lebih tertarik dengan dunia musik. Dia suka bernyanyi mengekspresikan diri. Dulu aku memaksa dia untuk berbisnis sekarang tidak lagi."     

"Kenapa Tuan?" Bara jadi penasaran dengan Zyan. Setidaknya ia harus menggali informasi tentang Zyan.     

"Sejak kecelakaan itu aku tak berani memaksanya. Jika aku paksa Zyan akan depresi dan...." Tuan Smith enggan melanjutkannya.     

"Ini masalah keluarga dan aku tidak bisa cerita," lanjut Tuan Smith.     

"Tidak apa-apa Tuan. Senyaman anda saja," senyum mengembang dari bibir Dian.     

"Thomas mana voucher menginapnya?"     

Thomas memberikan amplop putih pada Tuan Smith, lalu amplop itu diberikan ke Bara.     

"Selamat menikmati honeymoon kedua Aldebaran. Aku harap kalian akan dikaruniai momongan setelah honeymoon."     

Bara mengambil amplop dari Tuan Smith dan membukanya. Resort Tuan Smith berada di pulau Rottnest.     

"Terima kasih atas kemurahan hatinya Tuan."     

"Kau jangan sungkan. Mari kita makan," kata Tuan Smith mempersilakan mereka menikmati sarapan pagi.     

Mereka berbincang dengan hangat sesekali tertawa dalam percakapan mereka. Bara melirik Dian dan memberi isyarat.     

Dian mengerti dengan maksud Bara, ia pamit undur diri. Ia harus melaksanakan tugas dari Bara yang sedang bucin dengan Dila.     

Dian membeli seikat bunga mawar dan tak lupa membuat kartu ucapan. Ia meminta pelayan restoran untuk memberikannya pada Dila yang sedang sarapan dan berbincang dengan Zyan.     

"Apa ini?" tanya Dila ketika menerima seikat bunga dari pelayan restoran.     

"Seseorang meminta aku memberikannya pada anda," kata si pelayan ramah.     

"Terima kasih," kata Dila. Si pelayan pun undur diri.     

Kening Zyan berkerut melihat Dila mendapatkan kiriman bunga.     

Siapa yang mengirim bunga untuk Vani? Berani sekali dia….Aku tidak boleh kalah, jika dia kasih seikat bunga aku akan kasih taman bunga. Gumam Zyan dalam hati.     

Dila mencium aroma bunga yang dikirim untuknya. Ia sangat suka dengan bau bunganya. Baunya beda dengan bau bunga mawar yang ada di Padang. Dila mengambil kartu ucapan yang ada di bunga dan membacanya.     

Indahnya bulan tak seindah wajahmu     

Manisnya madu tak semanis senyummu     

Terima kasih telah datang di hidupku sayang     

Kau telah mengalihkan duniaku     

Mr A     

Dila meremas kartu ucapan itu karena kesal. Ia tahu jika bunga ini kiriman dari Bara. Spontan ia membuang bunga mawar itu ke tong sampah. Sebenarnya ia sangat suka dengan bunga itu tapi karena pengirimnya Bara ia terpaksa membuangnya. Ia tak mau Bara besar kepala jika ia menerima bunga itu.     

"Kenapa dibuang Dila?" tanya Zyan kebingungan.     

"Tidak apa-apa."     

"Sayang bunganya jika dibuang. Itu mawar mahal dan limited edition."     

"Biarkan saja. Aku tidak pernah memintanya."     

"Andai bunga itu dari aku apa kamu juga akan membuangnya?"     

"Tergantung."     

"Tergantung apa?"     

"Jika aku suka, aku tidak akan membuangnya."     

"Besok-besok aku akan kirim untuk kamu."     

"Tidak usah Zyan, aku tak suka."     

"Buat Vaniku aku tak masalah."     

"Kenapa kau selalu memanggil aku Vani? Namaku Dila bukan Vani," gerutu Dila marah. Ia tak suka Zyan memanggilnya Vani.     

Dila bangkit dari bangkunya pergi meninggalkan Zyan. Sudah berulang kali Zyan memanggilnya Vani. Dila tak mau jadi pelampiasan.     

"Dila tunggu," kata Zyan mengejar Dila. Ia harus memberi penjelasan, tak mau kesalahpahaman ini berlanjut.     

Dila mengacuhkan panggilan Zyan, ia berjalan tanpa mempedulikan Zyan. Ia mempercepat langkahnya agar tak bisa di kejar. Dila berjalan menuju ruanganya lalu menutup pintu agar Zyan tidak dapat masuk. Karena berjalan terburu-buru Dila terpelanting. Untunglah seseorang menahan tubuhnya.     

"Hai sayang," kata Bara memperlihatkan barisan gigi putihnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.