Jodoh Tak Pernah Salah

Part 147 ~Pesta Tuan Smith ( 6 )



Part 147 ~Pesta Tuan Smith ( 6 )

2Bara keberatan melepaskan topengnya. Jika ia melepaskan topeng otomatis Dila tahu jika ia telah berada di Australia. Rencananya yang ia susun dengan Dian akan berantakan.     

"Buka.....buka..... buka.... buka..... buka..... buka....," teriak para tamu. Mereka penasaran siapakah yang menang.     

"Ayolah tampan buka topengnya. Aku penasaran dengan wajahmu. Kenapa kamu begitu hebat menari?" puji Mira penasaran dengan pria bertopeng yang menari bersama Dila.     

Nyonya Smith melirik Dila, meminta Dila untuk membuka topeng. Dengan ragu-ragu Dila pun membuka topeng di wajahnya. Wajah cantik bak Raline Shah membuat para tamu kagum. Tak hanya pintar menari tapi juga sangat cantik bak dewi Yunani kata mereka.     

"Sekarang giliranmu buka topeng. Para tamu ingin melihat siapakah pemenang kompetisi menari di pesta ulang tahun pernikahanku," kata Tuan Smith.     

Bara keberatan membuka topengnya. Sementara itu Dian gelisah, dia tak ingin Bara membuka topeng. Jika Bara membuka topeng saat ini, Dila akan mengetahui jika Bara ada di dekatnya dan akan mencoba kabur lagi. Dian memutar otak bagaimana caranya agar Bara tidak tidak membuka topengnya.     

Bara yang tak jua membuka topeng membuat Dila kesal. Bara dan Dian bicara dalam bahasa isyarat. Tanpa disadari Bara, Dila mendekatinya dan melepaskan topengnya.     

"Kau,"cebik Dila kesal. Dila tak bisa menyembunyikan rasa kaget. Ia sudah menduga jika pria yang berdansa dengannya adalah Bara, tapi ia menepisnya. Tak mungkin Bara mengetahui keberadaannya.     

"Hai sayang," kata Bara tersenyum.     

"Kau menyebalkan," kata Dila menendang kaki Bara, tapi lelaki itu sempat menghindar.     

Bara menarik tangan Dila dan membungkam mulut Dila. Ia mencium bibir Dila. Ia mengecup dan mengulum bibir sang istri. Tubuh Dila mendadak kaku mendapat serangan mendadak dari Bara.     

Tepuk tangan meriah diberikan pada Bara dan Dila atas aksi ciumannnya. Zyan berdecak sebal karena ada pria lain yang berani mencium Dila di depan umum.     

"Siapa pria itu? Beraninya dia mencium Dila?" Mira tak dapat menyembunyikan keterkejutannya.     

"Dila kenapa diam saja? Harusnya tampar pria itu." Mira menambahkan.     

"Entalah sayang. Daripada kamu iri. Sini aku cium," lirik Mark nakal seraya mengecup bibir Mira.     

"Kau nakal sayang, tapi aku suka," balas Mira balik mencium Mark.     

Saat Bara melepaskan ciumannya, Dila berlari meninggalkan panggung. Tak mau kecolongan lagi Bara berlari mengikuti Dila.     

"Tuan Smith terima kasih hadiahnya. Besok aku akan berlibur di resortmu," kata Bara sebelum pergi.     

Dila pergi dari gedung pesta disusul Zyan dan Bara. Zyan mengekor di belakang Dila.     

"Dila mau kemana?" tanya Zyan.     

"Jangan dekati aku. Tidak. Biarkan aku tinggal sendiri," balas Dila kesal.     

"Dila kenapa kamu marah-marah?" tanya Zyan kebingungan. Tanpa alasan jelas Dila marah padanya.     

"Jangan mendekat. Kau jangan sok peduli padaku. Aku ingin pergi dari sini. Kau jangan mengikutiku."     

" Dila," panggil Bara berlari menyusul Dila dan Zyan.     

"Si brengsek itu ternyata dia mengejar aku. Kenapa dia bisa sampai tahu jika aku ada di Perth? Tuhan kenapa aku tidak bisa lepas dari dia?" ucap Dila seraya memandang langit.     

"Dia mengikuti aku kemana pun aku pergi."     

Dila melepaskan sepatu high heels dan ia terus berlari meninggalkan kedua pria tersebut. Bara takut kehilangan istrinya untuk kedua kalinya, dia pun memacu larinya agar lebih kencang. Zyan pun demikian, ia pun tak mau tak mau ketinggalan jauh dari Dila.     

Zyan harus menyusul Dila dan mencari tahu kenapa Dila tiba-tiba melarikan diri dari pesta. Ini benar-benar aneh buatnya apalagi pria asing yang ingin bersama Dila yang membuatnya curiga. Pria itu tak hanya mengajak Dila berdansa tapi juga menciumnya. Zyan mengerti suatu hal. Ia sengaja dibuat jatuh ketika berdansa bersama Dila sehingga pria asing itu yang berdansa dengan Dila.     

Zyan merungut kesal karena merasa dicurangi, ia tidak terima karena Bara telah mencuranginya. Ia tidak bisa mengikuti lomba bersama Dila.     

"Tidak akan kubiarkan kau mendekati Dila. Tidak, dia bukan Dila tapi Vani. Sekali Vani milikku dia akan tetap jadi milikku."     

Bara berhasil meraih Dila. Ia memegang pergelangan tangan Dila.     

"Lepaskan aku brengsek," umpat Dila mencoba melepaskan diri.     

"Kita harus bicara Dila. Kamu tidak bisa kabur seperti ini. Kamu adalah istriku dan kamu tidak boleh pergi tanpa izin suami. Istri macam apa kamu, pergi meninggalkan suaminya. Sudah satu bulan lebih Dila kau pergi."     

"Dan tolong kau berkaca. Kau sendiri suami macam apa? Apakah kau sudah menjadi suami yang baik dan benar untukku? Jangan sok-sok menasehati aku jika kelakuanmu masih belum benar."     

"Aku tahu aku salah, tapi setidaknya beri aku kesempatan."     

"Kesempatan?"     

"Aku tidak bisa dan aku tidak mau menerima kamu. Dua bulan lagi aku kembali untuk mengurus perceraian kita."     

Bara menarik tangan Dila tapi langsung ditepis oleh Dila.     

"Jangan pernah pernah menyentuh aku. Aku tidak sudi disentuh tangan kotormu."     

"Dila mari kita pulang dan kita bicarakan masalah kita dengan kepala dingin tanpa ada emosi."     

"Tidak," tolak Dila dengan tegas. "Tidak ada lagi yang harus kita bicarakan. Bara, kau dan aku sudah berakhir semenjak aku menulis surat itu. Surat itu artinya aku minta cerai dari kamu."     

"Aku tidak akan pernah menceraikan kamu sampai kapan pun. Selamanya kamu akan menjadi istriku."     

"Dalam mimpimu."     

"Ikut aku." Bara memaksa.     

"Bung...aku memang tidak mengerti apa yang kalian bicarakan tapi sepertinya dia tidak mau pergi denganmu." Zyan menyela. Ia menarik tangan Bara dan lengan Dila.     

"Jangan ikut campur," kata Bara dalam bahasa Inggris.     

"Kau menyakiti dia."     

"Dia istriku." Bara melotot menatap Zyan.     

"Jangan bohong kau," kata Zyan tak percaya.     

"Kita harus bicara Dila. Lebih ikut bersamaku sekarang daripada aku paksa," ucap Bara mengancam.     

"Kau tidak bisa memaksanya. Aku tidak percaya kau suaminya. Jika benar kau suaminya kenapa dia lari darimu?"     

"Tutup mulutmu dan jangan banyak bicara," kata Bara dengan gigi bergemeletuk.     

"Zyan dia suamiku," akhirnya Dila memperjelas semuanya.     

"Mari kita bicara," kata Dila menatap Bara.     

"Kau sudah dengar? Aku ini suaminya Dila dan jangan berani mengganggu istriku." Bara memperingati Zyan.     

"Ayuk sayang kita ke mobil," ujar Bara kekanakan. Ia ingin pamer pada Zyan jika ia suami Dila.     

"Zyan aku pergi," kata Dila berpamitan.     

"Jika ada apa-apa hubungi aku," balas Zyan tak rela melihat Vani-nya pergi dengan laki-laki lain.     

Selepas Dila dan Bara pergi. Zyan melepaskan kekesalannya. Ia mengambil batu dan melemparnya ke sembarang arah.     

"Vani hanya milikku. Dia tidak boleh dimiliki oleh orang lain. Aku akan mengambil Vani dari pria itu. Vani diciptakan hanya untukku." Zyan berteriak emosi.     

Zyan tak mau kecolongan untuk kedua kalinya. Cukup satu kali kehilangan Vani dan ia tak mau kehilangan untuk kedua kalinya. Bagaimana pun caranya ia harus mendapatkan Vani kembali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.