Jodoh Tak Pernah Salah

Part 136 ~ Curhatan Dila



Part 136 ~ Curhatan Dila

0Dila menatap mata bening Mira. Ia baru saja sampai apakah harus cerita sekarang?     

"Mir kita tunda dulu ceritanya bagaimana? Gue lagi mau happy happy sama lo," kata Dila bernegosiasi.     

"Enaknya lo cerita aja dulu, biar plong. Habis gelap terbitlah terang," ujar Mira berkelakar.     

"Gimana ceritanya lo bisa nikah sama suami lo? Siapa namanya?"     

"Aldebaran biasa disapa Bara."     

"Next."     

"Gue terpaksa menerima perjodohan ini karena enggak mau ayah dan bunda malu. Gue udah capek lihat mereka disindir tetangga karena status gue yang masih gadis. Gue nggak pengen mereka terbebani dengan status gue saat itu. Ayah berinisiatif menjodohkan gue dengan anak sahabatnya yang kebetulan juga belum menikah. Dengan berat hati gue menerima perjodohan ini karena gue jujur lagi putus asa saat itu karena gue dan Fatih nggak jelas. Gue nggak tahu kapan dia kembali dari Mesir. Jangankan menghubungi dia via telepon, media sosialnya saja tidak aktif dan gue enggak bisa hubungin dia sekedar buat cerita," kata Dila mulai menangis.     

"Next."     

"Jadi gue menerima perjodohan itu. Hingga suatu hari tibalah saatnya gue dipertemukan sama calon suami gue.Ternyata calon suami gue adalah nasabah prioritas di kantor gue. Dia adalah seorang pengusaha muda yang sukses dan terkenal lah di kota Padang atau pun di Jakarta. Kami sudah saling mengenal sebagai nasabah dan pihak bank. Lalu kami bicara empat mata dan kami bersepakat untuk menikah karena usia kami sudah lanjut. Gue udah 30 tahun dan Bara 35 tahun. Sebulan setelah itu kami melangsungkan pernikahan."     

"Kenapa lo gampang memutuskan untuk menikah Dila? Sementara lo enggak mencintai dia?"     

"Mau bagaimana lagi Mir? Mungkin ini sudah suratan takdir gue. Gue sudah terlalu lama menunggu Fatih, tapi Fatih tidak memberi kabar. Delapan tahun gue menunggu tanpa komunikasi. Kurang setia apa gue? Sampai kapan gue menunggu? Sementara orang tua gue udah malu dengan status gue.     

Gue dicap perawan tua. Gue dibilang terlalu milih-milih pasangan bahkan yang lebih kejam gue dibilang lesbian penyuka sesama wanita. Nyesek nggak sih gue dibilangin kayak gitu? Mereka menggosipkan gue. Percuma aja cantik, kerjaan bagus, udah punya jabatan sayang masih jomblo."     

Mira emosi mendengar cerita Dila.     

"Uh kalau gue dengar langsung pengen gue cubit dan remas jantung mereka. Lemes banget mulutnya, kayak mereka nggak punya anak gadis aja itu. Over banget ngegibahin lo. Tante sebelah yang menyebalkan itu ya?" Dila mengangguk.     

"Kalau dia sama and the gank-nya nggak usah didengerin. Mulutnya kan emang dari dulu kayak gitu Dil. Harusnya lo lebih bijaksana aja. Nggak perlu deh dengerin omongan orang, karena kita hidup bukan dengerin omongan orang. Kita hidup dengerin apa kata hati kita dan kita yang tahu bagaimana kita bisa bahagia bukan mereka. Trus gimana pernikahan lo dengan suami? Apa kalian sudah saling menjajaki dan mulai ada tumbuh benih-benih cinta?"     

"Boro-boro ada benih cinta Mir yang ada gue menderita menikah sama Bara."     

"Kenapa begitu Dila? Apa yang terjadi?"     

"Bara banyak rahasia Mir dan rahasianya itu sangat mengejutkan bagi gue."     

" Rahasia?"     

"Iya dia punya rahasia besar, tapi lo janji ya nggak bakal cerita sama orang lain dan sama keluarga gue tentang suami gue?"     

Mira mengacungkan jarinya,"Gue janji."     

"Ternyata suami gue nggak nikah sampai umur 35 tahun bukan karena dia trauma dengan kisah cintanya di masa lalu seperti ceritanya ke gue, tapi karena dia seorang gay."     

"What??? Gay? Serius lo?"     

"Apa gue terlihat lagi berbohong sama lo?"     

Mira mendelik tak percaya ucapan sahabatnya.     

"Ini sulit gue percaya Dila. Lo menikah dengan pria gay?"     

" Iya suami gue seorang gay bahkan Bara memiliki kekasih. Mirisnya kekasih dia pernah mencoba membunuhnya gue ketika kami pergi honeymoon ke Kandui Resort."     

Mira langsung memeluk bila seraya menangis.     

" Ya Allah Dilla malang banget sih nasib lo. Nggak nyangka kalau nasib lo bakal begini. Ternyata enggak semudah yang gue kira. Gue tahu ini nggak mudah bagi lo memiliki suami gay dan gua jika di posisi lu belum tentu bisa sekuat lo Dil. Lebih baik lo di sini aja dulu, tenangkan pikiran lo. Berapa lama lo disini?"     

"Gue ambil cuti selama tiga bulan. Maafkan kedatangan gue mengganggu."     

"Lo enggak ganggu kok. Ya udah lo tenangin pikiran lo di sini, lupakan semua masalah lo. Lupakan masalah lo sama suami lo dan pertengkaran lo sama om Defri. Yang penting lo disini happy-happy sama gue, sama anak-anak. Gue akan berusaha ngebahagiain lo selama disini," kata Mira menyeka air mata Dila.     

"Dila jangan nangis lagi, kalo lo sedih gue juga bakalan sedih Dila."     

Bila menangis terisak-isak di dalam pelukan Mira.     

"Jujur gue, gue juga nggak kuat menghadapi semua ini dan ini sangat berat bagi gue Mir. Kenapa nasib mentakdirkan gue seperti ini? Ibarat film ini udah sad ending."     

"Gue ngerti perasaan lo Dil. Pasti nggak mudah bagi lo. Gue aja yang dengernya aja nggak sanggup apalagi lo yang ngalamin sendiri punya suami gay."     

"Nggak mudah Mir. Terlalu banyak masalah gue dan suami, apalagi suami gue orangnya tegas, enggak punya hati, kejam dan suka mengintimidasi. Gue nggak sanggup berpasangan sama dia. Dia terlalu keras, berambisi dan menyimpang. Dosa apa gue hingga dijodohkan dengan pria gay?"     

"Lo jangan bilang gitu. Mungkin sudah suratatakdir lo. Rencananya berapa lama lu tinggal di sini?"     

"Gue mungkin agak ngerepotin lo.Rencananya mau tinggal di sini sampai cuti gua abis."     

"Tiga bulan ya?" Dila mengangguk.     

"Selama itu lo disini gapapa? Keluarga lo nggak dicariin lo atau bagaimana?"     

"Keluarga gue nggak bakalan mencari karena gue udah angkat kaki di rumah. Ayah ngusir gue. Kami bertengkar karena masalah uda Iqbal, Uni Ria dan uni Naura."     

"Lah kok bisa sih lo jadi kebawa gitu?"     

"Ayah waktu itu lagi emosi. Ayah pengennya uda Iqbal menceraikan uni Ria karena perbuatan dia udah keterlaluan, mempermalukan keluarga. Ternyata dia seorang penjudi dan keluarganya juga pejudi ulung. Mereka suka meminta uang sama uda Iqbal untuk berjudi. Keluarga uni Ria diciduk polisi ketika lagi berjudi di rumah. Beritanya viral dan ayah malu karena ditertawai punya besan penjudi. Karena malu ayah menyuruh uda Iqbal menceraikan uni Ria. Ketika itu gue bela uda dan ingatin ayah enggak usah ikut campur urusan rumah tangga mereka. Ayah marah sama gue dan mengungkit masalah gue yang dicap perawan tua. Jadi Ayah malu punya anak gadis yang udah umur 30 tahunan tapi belum nikah dan kata ayah gue payah nggak bisa cari jodoh sendiri."     

"Om Defri sih gitu terus. Kebiasaan. Kalau lagi emosi orang yang nggak nggak ada sangkut-pautnya dibawa-bawa. Yang sabar aja Dila. Punya Bapak kayak om Defri."     

"Walaupun gitu ayah tetaplah wa ayah gua Mir. Cuma ya gitu gue nggak nyangka orang tua gue sendiri mencibir nasib gue yang perawan tua. Gini banget ya kalau perawan tua belum nikah pasti bakal jadi bahan omongan dan jadi beban bagi orang tua. Sementara laki-laki enak, umur berapa pun dia belum nikah nggak bakalan bebannya seperti kita perempuan."     

"Terus, apa rencana lo selanjutnya? Pernikahan lo dan Bara?"     

"Gue akan meminta cerai sama Bara atau setidaknya gue melakukan pembatalan pernikahan ketika pernikahan kami sudah berusia enam bulan. Jika pembatalan pernikahan, status gue masih gadis bukan janda. Lo kan tau gimana image janda dimata masyarakat."     

"Ya gue paham. Dila lihat itu sunsetnya udah muncul," kata Mira menunjuk langit.     

"Wow bagus banget," kata Dila takjub.     

" Nggak pernah gue liat sunset sebagus ini," kata Dila dengan riang.     

Sejenak Dila lupa dengan permasalahan yang tengah membelitnya. Setelah sunset berakhir, Dila dan Mira kembali pulang ke rumah Mira untuk beristirahat.     

Dila berharap kepergiannya ke Australia bisa menghilangkan beban pikirannya dan ia bisa dengan tegar menghadapi masalahnya ketika sampai di kota Padang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.