Jodoh Tak Pernah Salah

Part 107 ~ Penyesalan Iqbal



Part 107 ~ Penyesalan Iqbal

3Naura sudah dibawa ke rumah sakit. Untung saja kondisinya baik-baik saja. Andai saja Iqbal dan Dila tak datang pada saat yang tepat mungkin nyawa Naura berada dalam bahaya atau Naura sudah tak ada di dunia ini lagi. Iqbal menggenggam tangan Naura dengan erat. Naura masih tidur karena efek obat bius. Ia mendapat lima jahitan di pelipisnya. Iqbal tak mau jauh-jauh dari sang istri. Ia setia menemani Naura.     

Sementara itu Dila sibuk mengurus Ria. Sikap keterlaluan Ria menyulut api amarah Dila hingga ia memperkarakan sang kakak ipar. Dila sudah tahu dari dulu siapa Ria, tapi Iqbal keras kepala ingin menikahi Ria karena ia sudah terjerat pesona Ria.     

Iqbal tak menyangka Ria sangat jahat dan banyak bersandiwara. Lebih tak menyangka ia akan membuang Allea jika Naura meninggal. Iqbal tak terima jika anak-anaknya disakiti. Naura tidak pernah membedakan kasih sayang Allea, Attar dan Aina. Merek diperlakukan sama. Cerita Allea tentang Ria yang sayang padanya ketika ada Iqbal ternyata benar. Ria benar-benar membedakan perlakuan ketiga anaknya. Kontras dengan Naura yang sangat menyayangi anak-anaknya.     

Selama ini Naura banyak mengalah dan tak menceritakan perangai Ria karena tak mau anak-anak jadi korban. Naura tak mau anak menjadi korban keegoisan orang dewasa.     

Rasa bersalah Iqbal semakin besar setelah ia tahu jika Naura menahan perasaan selama ini. Demi Attar dan Aina ia rela memendam luka lara. Naura, istri pertama yang luluh lantak hatinya menerima kenyataan untuk berbagi suami dan cinta. Tak banyak wanita yang rela berkorban demi kebahagiaan sang suami. Naura menerima kenyataan Iqbal menikah demi kebahagiaan sang suami mengejar cinta kedua.     

Naura mengalami kesakitan akan berbagi suami, cinta yang terbelah, keikhlasan bahwa suaminya telah mendua. Bukannya suami telah mendua, tapi Iqbal menduakan cintanya saat mereka masih pacaran. Ketika Naura sibuk kuliah kedokteran dan tak ada waktu untuk Iqbal, sejak saat itu Iqbal menjalin cinta dengan Ria, pramugari yang sering ia temui ketika perjalanan bisnis. Cinta Iqbal dan Ria bersemi di atas pesawat.     

Pesona Ria dan tutur bahasa yang halus telah membutakan mata Iqbal. Ia menjalin kasih dengan Ria hingga menjadikan dirinya bucin. Ketika Naura mengetahui perselingkuhannya, Naura memutuskan hubungan, namun Iqbal serakah tak mau melepaskan Naura atau Ria.     

Berkat ide gila Ria , ia bersandiwara mengalami kecelakaan.     

Kecelakaan yang ia alami membuat Naura luluh lantak, saat itulah Ria datang sebagai orang ketiga yang ingin mundur dari hubungannya dengan Iqbal. Dasar sandiwara yang apik. Naura tertipu. Ia mau kembali dengan Iqbal dan mereka menikah. Ria sok mengorbankan diri, rela menjadi yang kedua, asal Iqbal bahagia.     

Setelah akad nikah antara Naura dan Iqbal. Sorenya di tempat berbeda Iqbal melaksanakan akad nikah dengan Ria. Keluarga besar Naura marah besar mengetahui anak mereka di poligami. Tak menyangka Naura mengijinkan sang suami menikah lagi, padahal ia baru dinikahi tadi pagi.     

Naura bahkan berlutut pada mami dan papi agar merestui hubungan mereka. Orang tua mana yang rela anaknya dimadu apalagi Naura seorang dokter. Mudah baginya menemukan pengganti Iqbal. Banyak lelaki mengantri untuk mendapatkan cinta Naura.     

Orang tua Naura menyayangkan pilihan Naura mengijinkan Iqbal untuk menikah lagi karena bagi mereka tak ada yang akan bisa adil dalam poligami. Hanya Rasulullah yang bisa menerapkan keadilan yang benar-benar adil. Tapi mau bagaimana lagi, anak mereka kokoh pada pendirian mengijinkan Iqbal menikahi Ria.     

Naura membuka mata. Ia telah siuman. Ketika membuka mata ia melihat Iqbal tertidur seraya menggenggam tangannya. Naura mengelus rambut sang suami, lega mengetahui ia masih hidup. Hidup Allea terselamatkan. Seumur-umur Naura tak rela dan sudi jika Allea disakiti. Biarlah Ria saja yang jahat pada anaknya, tapi ia akan memperlakukan Attar dan Aina dengan baik layaknya anak kandung.     

Naura tak mau anak-anak mengalami trauma karena keegoisan orang dewasa. Anak-anak tak boleh dibawa dalam permasalahan mereka. Anak-anak malaikat kecil yang tak tahu apa-apa. Kasian mereka dilibatkan dalam urusan orang dewasa.     

Iqbal terjaga karena adanya sentuhan di kepalanya.     

"Sayang kamu sudah bangun? Aku ileran gak sayang?" Iqbal sumringah, mengucap syukur karena sang istri sudah siuman.     

"Sudah. Uda enggak ileran. Kok alay niru artis yang baru menikah itu?" katanya berusaha bangkit.     

"Tidak apa-apa biar kita kelihatan seperti pengantin baru. Jangan dipaksa bangun sayang. Berbaringlah."     

"Aku ingin bertemu Allea," rengeknya teringat sang putri.     

"Allea ada di sekolah. Dia baik-baik saja."     

Naura memeluk Iqbal dengan erat.     

"Uda datang di saat yang tepat. Kalau tidak, mungkin aku sudah mati," ujar Naura merengek bak anak kecil.     

"Cup.....cup... Jangan menangis lagi. Semuanya baik-baik saja.     

"Aku takut jika aku benar-benar mati saat itu. Bat nasib Allea. Aku tidak ingin dia kenapa-napa,", Isak Naura menangis tersedu-sedu.     

"Sudah. Jangan menangis lagi." Iqbal membujuk sambil mengelus punggung sang istri.     

"Maafkan tadi aku datang ke kamarnya dan menjambak rambutnya. Aku kesal padanya karena mengadu domba kita. Aku tidak mengatakan semalam Dila pendarahan karena tidak mau mereka malu. Apa kata dunia jika tahu mereka malam pertama, tapi Dila mengalami pendarahan. Tentu sangat malu Uda. Jadi aku merahasiakannya."     

"Tidak apa-apa. Aku yang salah, tidak percaya padamu. Seharusnya aku lebih mempercayai kamu tidak mudah menerima hasutan dari Ria. Harusnya aku percaya kamu tak bicara karena ada alasannya. Sekali lagi maafkan aku sayang. Aku tidak tahu jika kamu sangat terluka selama ini. Aku yang serakah tak bisa menjaga pandanganku."     

"Sudahlah. Semuanya sudah berakhir dan aku lega semua baik-baik saja."     

"Tidak ada yang baik-baik saja sayang. Semua harus diperjelas."     

"Apa maksud uda?"     

"Ria harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Aku tidak menyangka memperistri wanita ular seperti dia, mana sudah punya dua anak dengan dia."     

Naura mendaratkan telunjuk di bibir Iqbal.     

"Tidak boleh berkata seperti itu. Itu sama saja uda menyesali kelahiran Attar dan Aina. Mereka anak kecil yang tak bersalah. Mereka tak pernah minta dilahirkan. Jadi aku mohon jangan libatkan anak-anak. Lakukan itu demi aku."     

Iqbal menangis terisak-isak, terharu dengan kelembutan hati sang istri. Ia saja yang tidak tahu diri. Sudah punya istri cantik seperti Naura, teganya menyakiti perasaan sang istri.     

"Terima kasih sayang. Kamu tetap menyayangi Attar dan Aina. Aku kira kamu akan memperlakukan mereka seperti Ria memperlakukan Allea."     

"Jangan samakan aku dengan Ria. Kami berbeda dan aku tak sejahat dia."     

"Aku beruntung memiliki istri seperti kamu. Maaf aku khilaf. Aku ingin membuat pengakuan padamu."     

"Pengakuan apa?" Naura terlihat bingung.     

Iqbal menggenggam erat tangan Naura, menatap mata teduh sang istri.     

"Berjanjilah padaku. Kamu tidak akan marah."     

"Apa yang mau uda katakan?"     

"Berjanjilah dulu sayang. Jangan marah padaku dan menghajarku seperti Bara."     

Naura tergelak tawa mengingat kejadian semalam, menghajar Bara sampai babak belur. Ia sendiri bingung kenapa sebarbar itu.     

"Darimana uda tahu?"     

"Kenapa kamu tertawa?"     

"Lucu saja, aku bisa menghajar Bara hingga babak belur semalam."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.