Jodoh Tak Pernah Salah

BaraDila 7



BaraDila 7

3Bara dan Dila mengantarkan anak-anak ke sekolah. Meski usia anak mereka baru menginjak empat tahun, keduanya sepakat menyekolahkan mereka. Dila sudah mengasah bakat dan kemampuan ketiga anaknya sejak dini. Keduanya berjalan bergandengan tangan seperti pasangan pengantin baru. Bara tak mau berpisah dengan Dila meski hanya sekejap. Pria itu ingin menebus waktu yang telah lama mereka lewatkan. Bara menyesali tak ada disamping Dila ketika hamil dan melahirkan triplets.     

Bara dan Dila melambaikan tangan pada ketiganya lalu pulang ke rumah. Bara sangat perhatian dan bucin pada sang istri. Pria itu membukakan pintu mobil. Dila tersenyum sumringah mendapatkan perlakuan manis sang suami.     

"Sayang ini bukan jalan ke rumah?" Dila mengingatkan Bara karena salah jalan.     

"Memang bukan jalan pulang."     

"Kita mau kemana?"     

"Kemana aja asal selalu berdua."     

"Modus. Gombal."     

"Kamu suka kalo aku gombal bukan? Hanya sama kamu sayang aku kayak gini. Kamu itu pake apa sih? Kok aku cinta dan sesayang itu ke kamu."     

"Kamu yang pelet aku. Tahu-tahu mau aja jadi istri kamu. Diam aja ketika diperawani."     

"Masih ingat aja." Bara tersenyum lucu lalu mencubit pipi Dila. "Enak enggak diperawani?"     

"Sakit dan sampai pendarahan." Dila menekankan ucapannya.     

"Masih marah aja. Kalo enggak perawani kamu waktu itu enggak mungkin aku straight. Udah jalannya kali."     

"Tapi aku jadi objek penderita," cicit Dila menjulurkan lidah.     

"Durhaka. Enggak boleh sama suami kayak gitu. Fungsi lain lidah tahu ga?"     

"Alah modus." Dila sudah menebak apa maksud ucapan suaminya.     

"Gemes banget sih." Bara menggenggam tangan Dila.     

"Sebenarnya kita mau kemana sayang?"     

"Nanti kamu bakal tahu." Bara membelokkan mobil menuju sebuah perumahan cluster di Pantai Indah Kapuk.     

"Kita ke rumah siapa?"     

"Jangan bawel. Ikuti aja kemana suami bawa. Enggak bakal menyakiti kamu kok paling dibuat enak."     

"Mulai." Dila mencubit lengan sang suami. Entah kenapa pria itu suka berbicara mesum.     

Keduanya turun mobil. Sebuah rumah megah bercat putih telah menyambut mereka. Konsep American Style. Dila suka sekali dengan rumahnya.     

"Kamu beli rumah buat kita?'     

"Enggak." Bara menggeleng.     

"Lantas?"     

Bara menekan bel rumah. Seorang perempuan cantik, berkulit putih membukakan pintu rumah. Meski pos satpam ada tapi tak ada yang berjaga disana.     

"Uni Naura," pekik Dila bahagia. Ia melompat lalu memeluk Naura dengan erat.     

"Dila." Naura pun kaget dan excited. Tak menyangka akan bertemu dengan Naura setelah bertahun-tahun. Keduanya berpelukan erat.     

"Gimana kabar kamu Dil?" Naura terharu hingga meneteskan air mata.     

"Baik Uni. Kabar Uni gimana?"     

"Seperti yang kamu lihat." Naura melepakan pelukan. "Yuk masuk ke dalam Bara, Dila."     

Dila dan Bara masuk ke dalam rumah Naura. Dian sudah memberi tahu Bara tentang keberadaan Naura, Defri, Ria dan Iqbal. Bara pun berencana ingin menjalin kembali silaturahmi dengan keluarga Dila. Meski ia masih marah pada Defri dan Iqbal tapi Bara ingin berbaikan demi istrinya. Defri dan Iqbal orang terpenting dalam hidup Dila. Bara ingin membahagiakan istrinya.     

Dila bingung menatap foto keluarga Naura. Hanya ada foto Naura, Ria, Allea, Aina dan Attar. Sosok Iqbal tak ada dalam potret keluarga itu. Lalu Dila melihat pajangan foto Naura dan Allea. Hanya berdua tanpa ada sosok Iqbal, sang kakak.     

"Uni," panggil Dila penuh selidik.     

"Ya." Naura ikut menatap potretnya dan Allea. Naura mengerti kenapa Dila kaget.     

"Kenapa tidak ada uda dalam foto keluarga kalian? Apa yang terjadi?"     

"Duduk Dil, Bar. Kita minum dulu. Baru aku cerita." Naura pergi ke dapur mengambilkan minum dan cemilan.     

Bara dan Dila duduk di sofa. Batin Dila bertanya-tanya apa yang terjadi dengan rumah tangga udanya. Apa yang terjadi setelah ia menghilang? Bara menggenggam erat tangan sang istri. Bara tak mau menceritakan pada Dila. Biar Naura saja yang cerita tentang rumah tangganya dengan Iqbal.     

Naura kembali ke ruang tamu membawakan dua cangkir cappuccino hangat dan cemilan. Naura menaruhnya di atas dan mempersilakan keduanya untuk minum.     

"Anak-anak mana Uni?" Tanya Bara sebelum minum cappuccino.     

"Mereka sekolah."     

"Uni Ria mana?" Mata Dila memendar menatap sekeliling rumah. Tak ada tanda-tanda keberadaaan Ria.     

"Ria di rumah satu laginya. Kami satu komplek cuma beda blok."     

"Kok gitu?" Dila semakin curiga.     

"Ria sudah bercerai dari Iqbal dan sudah menikah lagi."     

"Apa?" Tangan Dila bergetar memegang cangkir minuman. Untung Bara memegang tangganya sehingga minuman itu tidak tumpah.     

"Kami berdua sudah bercerai dari Iqbal sejak empat tahun yang lalu."     

"Apa?" Dila tak dapat menyembunyikan rasa kagetnya.     

Naura menceritakan peristiwa KDRT yang dilakukan Iqbal padanya dan Ria. Naura menceritakan dengan detail. Tak lupa menceritakan jika anak-anak menyaksikan kekerasan yang dilakukan Iqbal pada mereka.     

Dada mengurut dada. Sesak dan perih ia rasakan. Iqbal mendapatkan karma. Pria itu memisahkannya dengan Bara ternyata rumah tangganya sendiri hancur. Dila menutup mulutnya, menyadari sumpah yang ia ucapkan pada Iqbal benar-benar terjadi. Tuhan memberikan hukuman dalam waktu yang cepat.     

"Maafkan aku Uni. Karena aku kalian bercerai." Dila benar-benar menyesal. Mengusap wajahnya berkali-kali.     

"Tak ada yang perlu dimaafkan Dil. Perceraian kami harus terjadi demi mental anak-anak. Uni tak ingin anak-anak rusak memiliki ayah seperti Iqbal."     

"Aku menyesal telah menyumpahi uda. Aku pernah bilang dia telah menghancurkan rumah tanggaku. Suatu saat rumah tangganya akan hancur."     

"Bukan karena salah kamu. Tuhan yang sudah mentakdirkan kami berpisah."     

"Sejak kapan Uni tinggal di Jakarta?"     

"Sejak kamu pergi. Kepergian kamu menorehkan luka yang dalam bagi Uni, bunda dan yang lainnya. Jangan pergi lagi Dila." Naura menggenggam erat tangan Dila. Matanya berkaca-kaca. Akhirnya bertemu dengan mantan adik ipar yang telah ia anggap seperti adik.     

Bara meninggalkan keduanya agar bisa mengobrol lebih leluasa. Bara memilih merokok diluar seraya melihat laporan proyek dari grup WA kantor.     

"Aku ga akan pergi lagi Uni." Dila menyandarkan kepalanya di bahu Naura. Sudah lama ia ingin berbagi dengan sang kakak ipar. Ia sangat mengenal Naura dengan baik. Jika tidak terlalu tersakiti tidak mungkin Naura menggugat cerai. Dimadu saja Naura bisa menerima dan sabar. Kesalahan Iqbal melakukan KDRT sudah diluar batas. Naura tak bisa bersabar.     

"Janji Dila. Jangan pernah pergi lagi. Meski Uni bukan kakak ipar kamu lagi, tetaplah nersikap seperti dulu. Jadilah adik Uni. Kamu teman Uni dalam suka dan duka."     

"Baik Uni. Aku tidak akan meninggalkan Uni. Aku akan bersama Uni."     

"Bagaimana ceritanya kamu bisa ketemu Bara? Bukannya dia hilang ingatan?"     

"Ingatan dia telah kembali sejak kami bertemu di Pangkor Laut Resort." Dila mengisahkan pertemuanya dengan Bara dan bagaimana mereka kembali bersama.     

"Oh gitu ceritanya." Naura malah tersenyum mendengar cerita Dila.     

"Kok Uni senyum?"     

"Kalian pasti udah buka puasa. Pantes wajah Bara sumringah ya." Naura tergelak tawa menggoda Dila.     

"Uni," cebik Dila menutup wajahnya karena malu.     

*****     

Baca kisah Rere dan Dino di novel "TERJERAT PESONA DUDA TAMPAN". Dijamin diabetes dan senyum-senyum sendiri. Simpan Di Library Kalian ya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.