cinta dalam jas putih

Orang Asing



Orang Asing

0Axel terduduk di kursi meja makan dengan wajah muram yang dia perlihatkan pada nita pagi ini. Dia sepertinya tidak begitu bersemangat memakan sarapan yang nita siapkan, dan segelas susu yang nita siapkan pun hanya dia minum seteguk.     

"Axel.. " panggil Nita ketika melihat axel yang terlihat lesu, "kamu kenapa? sarapannya tidak enak? mau bubu ganti sarapannya? "     

"Tidak usah , bu. Aku akan memakannya." suara axel juga terdengar tidak bersemangat seperti hari biasanya.     

Sosok yoga datang dengan memberikan satu kecupan di pipi Nita, lalu menghampiri axel dan mencium kepala putra kesayangannya itu.     

"Kenapa sarapannya masih utuh? " tanya yoga pada axel. "bukankah itu sarapan favorit kamu?... kamu sakit? "     

Axel menggelengkan kepalanya, dia hanya berani memperlihatkan wajah yang tidak bersemangat itu pada nita.     

"Semalam aku tidak bisa tidur, yah. " ucap Axel, lalu meminum seteguk susu sebelum kembali berkata. "aku dengar suara bubu semalam, aku khawatir karena teriakan bubu "     

Mendengar axel berkata seperti itu membuat yoga tersedak oleh teh yang sedang diminumnya karena terkejut.     

Mata nita membulat, wajahnya langsung memerah dan melihat ke arah yoga yang juga sedang melihatnya.     

Bola mata yoga bergerak-gerak ke samping arah Axel, dia memberikan isyarat pada nita untuk menjelaskan pada axel karena hanya namanya yang axel sebut.     

"Itu.. " nita tertawa malu, sambil berpikir apa yang harus dia katakan.     

"Ibumu ketakutan melihat hantu " yoga menyela dan memberikan Axel jawaban, "dia ketakutan melihat film yang semalam dia tonton.. "     

"Maaf ya sayang bubu ganggu kamu semalam.. " Nita berkata seraya memegang tangan axel.     

"Tidak apa-apa bu, aku semalam hanya ketakutan ayah menyakiti bubu lagi seperti dulu. Aku tidak tahu bubu sedang nonton film hantu "     

Nita terkejut mendengar ucapan Axel yang menunjukan rasa khawatirnya. "Semua yang axel pikirkan itu tidak benar, ayah bukan orang seperti itu. Dia justru sangat baik sekali.. "     

"Kenapa dia jadi menyalahkan aku lagi " yoga bicara pelan pada nita dengan wajah yang pura-pura tidak terpengaruh dengan perkataan anak kecil yang sudah menyindirnya.     

"Maafkan aku yah, aku sudah berkata buruk " ucap axel seraya menghampiri yoga dan berdiri disampingnya.     

Yoga tersenyum dan mengusap kepala Axel, "ayah maafkan, sekarang makanlah sarapanmu "     

"Baik yah.. " axel kembali ke tempat duduknya dan kembali memakan sarapannya.     

Nita mengedipkan matanya seperti boneka ke arah yoga, memberikan isyarat pada yoga bahwa dia mempunyai pelindung yang paling setia di rumahnya dan dia akan selalu menang. Senyuman penuh kebanggaan dia tunjukan pada yoga.     

Dan yoga hanya dapat menanggapinya dengan mengelus dada dan menarik napasnya dalam-dalam, karena semua itu memang yoga pernah perbuat pada nita dan axel selalu mengingatnya.     

"Kamu yakin dengan tempat barumu kali ini? " tanya yoga pada nita.     

Nita tersenyum dan memegang satu tangan yoga, "tenang saja, ini bukan tempat baru oppa dokter. Aku kan dulu dinas di ruang bersalin sebelum di poli, jadi tidak usah khawatir.. "     

"Baiklah, aku harap kamu akan bisa beradaptasi kembali disana " yoga memberikan semangat pada Nita.     

"Terima kasih oppa dokterku yang paling keren dan baik hati " nita bersiap untuk keluar dari mobil, tapi yoga menahannya dengan menarik tangannya.     

"Kamu harus memberikan aku ciuman pagi dulu! " celetuk yoga sambil tersenyum genit ke arah nita. Dia menunjuk pipinya dengan jari telunjuknya .     

Tawa nita muncul melihat kelakuan manja yoga, dan kedua alis nita terangkat tidak mempercayai dibalik sikap tegas yoga terkadang muncul sikap yang sangat tidak nita duga.     

"Ini di parkiran pak dokter!.. jangan suka aneh-aneh deh.. " nita mencium tangan kanan yoga dan segera keluar dari mobil.     

Nita menarik napasnya dalam-dalam ketika dia berada di depan pintu ruang bersalin. Ini memang bukan tempat baru baginya, ruangan ini adalah ruangan pertama yang telah memberikan nita begitu banyak ilmu dan keterampilan medis yang selama ini belum pernah dia dapatkan.     

"Jika di mimpiku aku terpisah dengan oppa dokter karena menjadi bidan PTT, ternyata pada kenyataannya sekarang seperti ini kami terpisah.. " suara nita dalam hatinya, seraya melangkahkan kakinya ke dalam ruangan.     

Tempat dengan kondisi yang masih sama ketika terakhir nita menginjakan kakinya dulu karena harus berpindah ke poliklinik, bau khas cairan desinfektan menjadi ciri khas di ruang bersalin yang membuat Nita mengingat hari ketika pertama dulu dia bekerja.     

"Kak Nita! " teriak esti rekan satu shiftnya terdahulu begitu senang melihatnya, "akhirnya aku bisa melihatmu lagi kak.. "     

Nita tersenyum senang, karena di antara rasa takutnya tuhan telah mengirimkannya satu sahabat lama.     

"Dimana Lia? " tanya nita memutarkan pandangannya ke seluruh ruangan.     

"Dia masih cuti kak.. " Esti masih memegang tangan Nita erat.     

"Esti, ini sedang kerja bukan waktunya kangen-kangenan! " suara kak sani yang bernada ketus muncul di belakang mereka.     

Nita berbalik dan segera mencium tangan seniornya itu.     

"Esti kamu jaga di pemulihan, karena nita baru kembali lagi di ruang bersalin kamu jaga di ruang tindakan dan aline akan membantumu di hari pertama ini.. " kak Sani memang terkenal bukan orang yang suka berbasa basi, dan kali ini pun dia masih seperti itu.     

"Kak sani.. " panggil esti, "aku boleh bantu kak nita ya kak,, lagipula sedang tidak ada pasien di pemulihan "     

Kak sani tampak berpikir dalam beberapa detik, sebelum akhirnya menjawab. "baiklah, kamu boleh ikut dengan kakak kesayanganmu itu! "     

"Terima kasih, kak.. " esti kegirangan, dan segera menarik tangan Nita untuk masuk kedalam ruang tindakan.     

Nita melihat empat orang pasien terbaring di tempat tidur, dan membaca status masing-masing pasien untuk dia ingat.     

"Nita " tiba-tiba seseorang memanggilnya.     

Nita tersenyum melihat aline yang dulu menjadi teman paling dekat dengannya ketika sama-sama berjuang untuk bisa bekerja di rumah sakit.     

"Pasien ibu evi dengan kala dua lama itu akan dilakukan tindakan ekstraksi vakum, sementara aku minta persetujuan keluarga kamu siapkan alatnya dan menjadi asisten dokter Edwin.. "     

"kak aline biar aku saja yang asisten dokter Edwin " sela esti yang mendapat tanggapan sinis dari seniornya, aline.     

"Tidak apa, aku saja.. " nita menerima semua perintah dari aline dengan senang hati.     

"Kak aline itu benar-benar menyebalkan! " cetus esti berbisik pada Nita, "setelah kak nita mutasi ke poliklinik, dia seperti mencari muka sama semua senior disini.. "     

"Berhentilah membicarakan temanmu esti, pagi-pagi itu harus membicarakan hal yang baik-baik " ucap nita sambil menyiapkan alat-alat untuk tindakan vakum ekstraksi.     

Nita berusaha tidak berprasangka buruk pada sahabatnya, Aline. Walaupun sebenarnya selintas tadi dia merasakan ada perubahan sikap sahabatnya itu pada Nita, dan dia merasa aline telah berubah, mungkin karena gosip yang beredar tentang dirinya dan aline mempercayai.     

Muncul di hadapan nita sosok lelaki yang sudah menggunakan apron dan sarung tangan, dia lebih gagah dan muda dari yoga.     

"Itu dokter edwin, kak.. " bisik esti pada nita.     

Nita segera mengambil satu sarung tangan steril dan apron untuk dipakai dan menjadi asisten dokter edwin.     

Dokter edwin melihat sekilas ke arah Nita dan kembali melakukan pemeriksaan pada pasien di sampingnya, "saya tidak mau orang baru yang menjadi asisten saya! "     

Nita dan esti saling bertatapan, mendengar perkataan dokter Edwin seperti itu membuat nita menjadi merasa tidak enak hati.     

Dia tersenyum kecil ke arah esti segera memberikan apron dan sarung tangan yang dipegangnya pada esti.     

"Kak... " esti melihat ke arah Nita, dan Nita hanya memberikan isyarat dengan senyuman dan anggukan kepalanya. Dia tahu Esti pasti merasa tidak enak padanya karena ucapan dokter Edwin tadi.     

Mungkin nita belum mengetahui sifat dokter edwin karena ini adalah hari pertama dia kembali ke ruang bersalin, dan pertama kali bertemu dengan dokter Edwin.     

"Kamu bantu esti yang sedang hecting! " dokter edwin bicara ketus pada Nita yang berdiri di sampingnya.     

"Baik, dok " Nita segera mengambil sarung tangan dan berdiri disamping Esti, dia tidak tahu mengapa dia merasa dokter edwin tidak suka dengan kehadirannya walaupun nita sama sekali tidak mengetahui alasannya.     

"Kak Nita bantu aku.. " esti merengek pada Nita, wajahnya sudah penuh dengan keringat.     

"Ini besar sekali rupturnya, kakak saja yang hecting.. "     

Nita tersenyum menggelengkan kepalanya karena esti sama sekali tidak berubah, masih selalu ragu dengan kemampuannya. "sekali ini saja ya.. "     

Nita mengambil alih tindakan yang semula Esti kerjakan dengan memberikan penjelasan tentang bagian-bagian mana yang harus di lakukan hecting dan tehnik-tehnik penghectingan ruptur perineum.     

"Kak sebentar ya,, " esti dengan cepat melepas sarung tangannya yang penuh darah, "sepertinya aku harus ke toilet dulu! " dengan cepat esti berlari meninggalkan nita sendirian mengerjakan tugas yang seharusnya menjadi pekerjaannya.     

Nita tersenyum menanggapi sikap kekanak-kanakan Esti dengan tangan dan pandangannya yang masih fokus pada tindakan hecting yang dilakukannya.     

"Bukannya kamu mau ke toilet? " nita membalikan badannya ketika mendengar suara langkah kaki yang menuju ke arahnya.     

Nita langsung terdiam melihat sosok dokter edwin yang muncul di belakangnya.     

"Aku pikir kamu hanya seorang bidan yang mendapatkan pekerjaan disini karena kedekatanmu dengan dokter yoga! " ucapan dokter Edwin begitu terdengar sangat pedas pada nita, wajah sinis pun dia perlihatkan ke hadapan nita. "kamu bisa juga melakukan tindakan hecting rupanya.. "     

Seketika wajah Nita memucat, dan jantungnya terasa berdetak keras dan cepat. Dia merasakan sakit di hatinya mendengar ucapan sang dokter yang baru pertama kali dia kenal.     

"Kamu jangan berpikir aku akan mengistimewakanmu karena kamu dekat dengan dokter yoga! " ucap dokter Edwin ketus, "aku hanya melihat seseorang dari kemampuannya bukan dari wajah ataupun kedudukannya, apalagi yang memiliki hubungan gelap! "     

Nita masih dalam diamnya dengan kepala yang tertunduk, dia masih kebingungan apa yang salah pada dirinya sampai semua orang membencinya seperti itu.     

Setelah beberapa waktu dia menyelesaikan pekerjaannya sendiri, dia mencoba mencari esti yang tidak kembali setelah dia ijin tadi.     

"Kak aline jahat banget sama kak nita "     

Nita begitu mengenal suara Esti yang sedang bicara dengan seseorang di ruang ganti.     

"Siapa suruh curang, kalau mau jadi kepala ruangan itu harus bisa bersaing sehat bukan menghalalkan segala cara. Dan tadi itu dokter edwin yang sudah terlanjur percaya dengan omongan kita terlihat gak suka sekali sama Nita! " kali ini aline yang berkata. "terus kenapa kamu mau membantuku ngerjain dia? itukan lebih jahat.. "     

"Aku kan dukung kak sani yang jadi kepala ruangan, dan kak aline wakil kepalanya. Aku juga nggak suka sama wanita yang suka jadi simpanan buat menopang kehidupan. Setelah mendengar orang-orang membicarakannya seperti itu, aku jadi ilfeel kak.. "     

Tawa kaget nita muncul tanpa suara, lagi-lagi dia harus mendengar sesuatu yang menjelekan reputasinya. Dia memutuskan untuk menjauh dari ruang ganti agar dia tidak menjadi lebih sakit hati karena orang-orang yang membicarakannya itu adalah teman-teman dekatnya dahulu ketika dia masih bekerja di ruang bersalin, dan hari ini mereka semua berubah menjadi orang asing baginya dan bahkan sengaja mengucilkannya.     

Nita terduduk di kursi yang berada di belakang nurses station dan membaca kembali status pasien yang tergeletak di meja.     

"Nita, aku dan esti istirahat pertama. Kita istirahat bergantian! " ucap aline.     

"Ya.. " nita berusaha untuk tetap bersikap baik dan tersenyum pada aline dan esti.     

"Oh, iya tolong sekalian kamu tulis laporan persalinan pasien yang tadi dokter Edwin vakum ya.. tadi aku tidak sempat nulis "     

"Apa?? " suara nita pelan, dia belum sempat memperlihatkan wajah kesalnya pada aline dan esti yang sudah cepat-cepat berjalan sambil tertawa senang.     

"Sabar nita,, anggap saja kamu mendapatkan ospek lagi! " nita mengobati kekesalannya sendiri, dia segera mengambil status pasien yang tadi aline sebutkan dan mulai menulis laporan walaupun dengan sedikit kekesalan dalam hatinya.     

"Permisi.. " suara seseorang di ujung pintu.     

"Ya " Nita berbalik dan menghampiri sosok tersebut.     

"Ini untuk bidan kanita "     

Nita teraneh menerima kiriman nasi kotak untuknya, "dari siapa pak? "     

"Dari pak aditya, tolong tanda tangan disini "     

Kedua alis nita terangkat, tapi dia tidak mungkin mengembalikan makanan tersebut melihat pegawai kantin yang sudah bersusah payah mengantarkan makanan tersebut serta kebaikan dari atasannya pak aditya, akhirnya nita menerimanya.     

"Permisi... "     

Nita baru saja berbalik, ketika mendengar suara seseorang di belakangnya.     

"Pak itor " Nita tersenyum melihat pak itor yang dia kenal sebagai supir yang yoga pekerjakan untuk menjemput axel.     

"Bu, pak dokter menyuruh saya mengantarkan ini untuk ibu "     

Nita menerima sebuah bungkusan berwarna putih dari tangan pak itor. Dia tersenyum melihat isi dalam bungkusan tersebut, berisi roti dengan rasa coklat kesukaannya dan susu cair yang juga favoritnya.     

"Terima kasih pak " ucap Nita "oh, iya. Pak itor pasti belum makan, bawa ini untuk dimakan nanti di rumah "     

Nita bukan tidak menghargai pemberian dari Aditya, tapi sekarang ini dia merasa tidak berselera untuk makan. Dia berpikir memberikan makanan itu pada pak itor supaya bermanfaat daripada dia harus membuangnya. Dan dia akan memakan makanan yang yoga berikan untuknya. Walaupun tindakannya ini terkesan jahat pada aditya.     

"Terima kasih oppa dokterku makanannya,,, ini manis sekali, aku jadi tambah sayang.. " nita menulis pesan singkat di ponselnya yang dia kirimkan untuk yoga.     

Beberapa detik kemudian dia mendapat pesan singkat balasan dari yoga.     

"Habiskan makanannya, kalau tidak, aku akan membawamu kembali ke poliklinik! "     

Kata-kata dari yoga itu membuat nita seketika tertawa.     

Nita merasa walaupun hari ini begitu buruk untuknya, semuanya terhapus dan hilang begitu saja dari pikiran nita dengan makanan dan pesan singkat yang yoga kirimkan untuknya. Dia seperti mendapatkan kembali kekuatan dari perhatian yang yoga berikan padanya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.