cinta dalam jas putih

Confide in One



Confide in One

0Aditya melihat waktu di jam tangan yang dipakainya.     

"Memang ada berapa staf di instalasi sarana saat ini? " dia bertanya pada dirinya sendiri, selama ini dia melupakan hal kecil seperti ini. Dia tidak pernah menghiraukan hal kecil seperti ini tetapi begitu memiliki pengaruh besar. Ada bagian-bagian yang dianggapnya remeh, rumah sakit sebesar ini mempunyai keterbatasan sumber daya manusia di bidang sarana. Dia akan mencatatnya dengan baik dalam memori pikirannya untuk dia munculkan di rapat yang akan datang.     

"Aku bosan! " teriak dokter Edwin.     

Dia beranjak dari duduknya, menggerakkan badannya ke kiri dan ke kanan ketika dia merasakan kaku di pinggangnya.     

"Ini.. " aditya memberikan laptopnya pada Nita yang termangu.     

"Ada banyak permainan seru disitu! " ucapnya.     

Nita tertawa kecil, aditya pikir dia adalah seorang anak kecil yang bisa menghilangkan jenuhnya dengan diberikan satu permainan.     

Tapi karena itu merupakan satu niat baik dari sang pimpinan, nita menerimanya saja. Meskipun dia tidak pernah mau bermain game seperti itu karena dia sama sekali tidak bisa menang, dia lakukan saja untuk menghargai niat baik seseorang padanya.     

"Ayo dokter ceritakan sekarang tentang kehidupan dulu sebelum bergabung dengan rumah sakit.. " aditya mencoba bicara lebih akrab dengan dokter Edwin, mereka pernah beberapa kali bersama dalam kegiatan rapat. Tapi baru saat ini mereka berbicara akrab seperti ini.     

"Sebelum bergabung di rumah sakit ini, saya bekerja di rumah sakit swasta harapan di jalan kota.. "     

Mendengar itu, nita langsung menoleh ke arah dokter Edwin. pasalnya dulu pun pernah merasakan perawatan karena perdarahan yang dialaminya di rumah sakit tersebut. Dia tidak pernah sekalipun melihat dokter edwin melakukan visite padanya.     

"Tunanganku meninggal di rumah sakit tempatku bekerja setelah mengalami kecelakaan. Dan itu alasan aku memutuskan untuk bergabung dengan rumah sakit ini.. "     

Aditya tersenyum menepuk kecil pundak dokter Edwin, dia memberikan satu semangat pada sahabat barunya itu.     

"Dan,,, " suara dokter edwin berubah kembali menjadi ceria, "pertama kali aku memiliki seorang kekasih kelas dua SMP dan aku mendapatkan gadis terfavorit di sekolah yang juga kakak kelasku! "     

"Kamu menyukai yang lebih tua darimu rupanya! " cetus aditya tertawa kecil dalam gelengan kepalanya.     

"Aku pernah tenar di jamanku! " cetus dokter Edwin, "memiliki banyak pacar! "     

Kedua alis nita terangkat, dia terlihat menahan tawanya. Dia baru menyadari ternyata dibalik sikap wibawa dan tegas yang dimiliki dokter edwin tersimpan selera humor tinggi.     

Jika melihat dari fisik, siapapun pasti tidak akan bisa menolaknya. Jadi nita percaya saja jika diapun bisa berhasil mendapatkan wanita manapun yang dia inginkan, termasuk kakak kelasnya tersebut.     

"Tapi wanita yang membuatku jatuh hati tidak ada satupun dari mereka! " cetusnya, "ada satu wanita yang selama dalam hidupku datang dan membuat aku merasa bahwa aku akan terus berjuang hanya untuk dia.. "     

"Dia wanita yang menjadi cinta pertamaku.. "     

Nita memalingkan pandangannya ke arah lain, tidak akan merasa aneh jika seorang laki-laki playboy berkata gombal seperti itu.     

Tidak memiliki perasaan pada semua yang dipacarinya itu terdengar aneh di telinga nita, jika seseorang sudah tertarik untuk mendekati lawan jenis pasti bukan hanya indera penglihatan saja yang digunakan. Pastilah ada indera perasa dari hati seseorang yang dibawa ke dalam pikiran dan memerintahkan tubuhnya untuk menjadikannya sebagai target yang harus di dekati.     

"Kenapa reaksi bidan Kanita seperti itu? " aditya memperhatikan nita yang sepertinya tidak begitu tertarik dengan kebanggaan dokter edwin yang memiliki banyak pacar di usia mudanya dulu.     

Nita tersenyum kecil, "ini jadi seperti acara golden memories, pak! "     

"Mengenang masa lalu yang indah.. " lanjut Nita, dia membalas tatapan aditya yang sedari tadi memperhatikannya.     

"Ini baru sesion pertama edisi dokter Edwin! " cetusnya, "dan nanti selanjutnya pak adit yang mendapat kesempatan untuk curhat! "     

Mereka berdua tertawa, mendengarkan ucapan nita yang memang selalu apa adanya tidak ada yang dibuat-buat. Kedua laki-laki itu percaya bahwa seorang wanita akan begitu menarik perhatian mereka hanya dengan rasa percaya dirinya yang terpancar ketika berbicara dengan banyak orang.     

Dan wanita yang terduduk di hadapan mereka ini sama seperti itu, selalu terlihat menarik ketika membicarakan tentang hal apapun.     

"Saya rasa sekarang pun dokter edwin menjadi favorit semua dokter koas-koas disini! " cetus aditya, "semua dokter hebat disini banyak dibicarakan oleh mereka.. "     

Aditya kembali melihat ke arah Nita, "dokter yoga pun selalu menjadi favorit mereka, sebagai konsulen paling tegas dan berwibawa di mata mereka! "     

Nita hanya menanggapi dengan senyuman tipis, dia tidak akan pernah terpengaruh dengan perkataan seperti itu. Karena kali ini dia yang boleh berbangga diri, ketika para koas cantik itu hanya bisa mengidolakan suaminya dia sudah memiliki yoga seutuhnya.     

"Aku sebenarnya ingin di favoritkan oleh seorang bidan! " celetuk dokter Edwin.     

"Mulai deh.. " nita membelalakan matanya seraya tertawa kecil, sehingga kata yang diucapkannya tidak menjadi dominan.     

"Tapi tidak ada bidan yang memfavoritkan aku saat ini! " dokter edwin bersikap begitu berlebihan, dia memakai akting wajah sedih dan tangisan pura-puranya untuk menyempurnakan aktingnya dihadapan nita dan aditya.     

Nita tersenyum dengan gelengan kepalanya, dokter edwin benar-benar telah berubah sekarang ini. Mungkin karena efek terkunci yang begitu lama, membuat ingatannya kembali ke masa mudanya. Di abad kejayaannya.     

"Kenapa profesi bidan sangat di favoritkan oleh laki-laki saat ini? " aditya memberikan pertanyaan aneh, pertanyaan yang tidak langsung mewakili perasaannya. Jauh dalam lubuk hatinya, dia sangat menginginkan wanita berprofesi bidan yang memiliki sifat unik dan bernama kanita.     

"Pak adit juga diam-diam ada bidan yang sedang diincar ya? " dokter asal menebak ketika aditya melayangkan pertanyaan seperti itu.     

Dokter Edwin menertawakannya, dia merasa tebakannya kali ini benar. Melihat reaksinya yang terkejut dengan wajah memerah seperti itu.     

Nita menggaruk keningnya yang tidak gatal, menarik nafasnya dalam-dalam. Kedua laki-laki itu bertingkah seolah mereka masih berusia belasan tahun, mengungkapkan semua curahan hati mereka. Membuktikan bahwa laki-laki kuatpun tetaplah manusia, mereka terkadang membutuhkan seseorang teman untuk mau mendengarkan cerita mereka.     

"Seharusnya kalian cepat-cepat menikah! " cetus nita dalam hatinya, "kesepian akut membuat mereka berbicara tanpa tujuan, seperti seorang yang bicara ngawur ketika terkena demam tinggi! "     

Tawa nita dalam hatinya terdengar keras oleh pikirannya, dia begitu senang bisa menertawakan kedua pimpinannya itu walau hanya dalam hati.     

"Tapi tidak semua bidan, cuma dia saja yang menarik! " cetus dokter edwin menunjuk ke arah nita.     

"Iya.. " aditya membenarkan diiringi tawa kecilnya memandangi nita yang membulatkan matanya karena ucapan dokter Edwin.     

"Kenapa komat-kamit seperti itu? " dokter edwin bertanya pada Nita, dia begitu gemas dengan sikap lucunya seperti itu.     

"Kamu tidak percaya cinta pertama itu sulit dilupakan? " tanya dokter edwin pada nita.     

Nita mengernyit, tawa ketusnya muncul mendengar pertanyaan tersebut.     

"Makanya saya belum menikah sampai sekarang ini! " dia memberikan pengumuman.     

"Saya memiliki cinta pertama yang tidak dapat dimiliki seumur hidup saya... "     

Nita terdiam sejenak, sebelum dia menanggapi ucapan dokter Edwin.     

"Dokter masuk saja ke klub galamon! " cetus nita, dia terlihat mengetikan sesuatu di laptop aditya.     

Aditya dan dokter edwin saling bertatapan, terlihat kerutan di dahi mereka mendengar klub yang nita sebutkan tadi.     

Wajah nita memerah karena harus menahan tawanya, dia telah selesai mencari sesuatu yang disebutkannya tadi.     

"Gabungan laki-laki susah move on! " nita lalu memperlihatkan situs yang disebutkannya tadi pada dokter edwin dan Aditya.     

Mereka berdua memastikan kebenaran klub tersebut dengan menatap layar laptop begitu dekat.     

Setelah beberapa detik, tawa mereka berdua menggelegar. Menertawakan diri mereka sendiri. Mereka sulit menghentikan tawanya, membuat mereka harus memegang perut mereka.     

Nita tertawa aneh melihat kelakuan mereka berdua, dia menyilangkan kedua tangannya. Keberadaannya seperti layaknya obat nyamuk bakar, berwujud dan bermanfaat untuk mengusir semua kepenatan yang sebenarnya begitu banyak dipikiran kedua laki-laki itu.     

"Kamu jahat sekali menyuruhku masuk klub seperti itu! " cetus dokter edwin pada nita, dia menghapus kumpulan air di ujung matanya karena terlalu senang.     

Aditya hanya memandangi mereka berdua secara bergantian, dia tidak seperti dokter edwin yang terlihat begitu terbuka bicara dengan Nita. Yang membuatnya bisa terlihat lebih akrab dengan nita.     

"Kamu kan perempuan masa tidak percaya dengan cinta pertama yang sulit dilupakan! "     

Nita menggelengkan kepalanya ketika lagi-lagi dokter edwin mengungkapkan hal itu kembali.     

"Hati manusia bisa berubah dokter " jawabnya, "suatu saat nanti jika sudah menemukan orang baru, pasti kita dengan mudah melupakan yang lama. Itu bukan berarti habis manis sepah dibuang, tapi kita hanya belum tahu saja bahwa hati kita juga bisa diajak kompromi! "     

"Jika selalu seperti itu, kenapa cinta pertama sulit dilupakan? " aditya ikut bertanya.     

Kali ini mereka seperti dalam suatu acara talkshow yang tengah membahas cinta pertama.     

Nita tersenyum, dia kembali membawa laptop milik aditya kehadapannya mencari sesuatu kembali.     

Kedua laki-laki itu sudah banyak berbasa-basi, dan nita harus memberikan mereka satu pelajaran paling penting dalam hidup.     

"Ternyata benar, laki-laki itu punya dua warna! " cetus nita, tangannya masih berfokus pada laptop. "luarnya saja terlihat hitam begitu tegas, tapi didalam hatinya pinky! "     

"Wah, jahat sekali Bu bidan bicaranya! " dokter edwin menanggapi dengan tawanya.     

Aditya pun sama seperti dokter Edwin, ternyata kali ini dia akan menyukai berlama-lama seperti ini dengan mereka karena dia seperti telah mendapatkan kebahagiaan tersendiri.     

"Memangnya bidan Kanita tidak memiliki cinta pertama? " pertanyaan dari aditya tersebut menghentikan jari-jari nita yang sedang mengetikan sesuatu.     

Dia terdiam, dan terus menatapkan pandangannya ke arah layar laptop didepannya. Mencoba mencari jawaban yang harus dia ucapkan...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.