cinta dalam jas putih

Pengakuan



Pengakuan

0Pagi ini nita mendapati semua stafnya tengah berkumpul di dalam kantornya, dia sedikit kebingungan. Pasalnya dia belum memberikan pengumuman pada mereka untuk acara staf meeting kali ini. Dan juga dia harus meminta persetujuan yoga, karena dia yang akan menjadi penengah.     

"Ada apa? " nita merasa kali ini ada hal tidak baik terjadi saat ini.     

Diantara mereka tidak ada karin dan aline, membuat nita semakin kebingungan melihat mereka tidak ada yang berani menjawab satu pun.     

Tidak lama kemudian aline dan karin datang ikut bergabung dengan mereka.     

"Semalam ada yang mengirim pesan pada kami untuk berkumpul pagi ini! " aline yang akhirnya bersuara.     

Nita mengernyit, dia sama sekali tidak pernah mengirimkan pesan yang aline sebutkan. Dia lalu terduduk di kursinya.     

"Saya yang mengirimkan pesan itu, Bu.. " tari akhirnya mengaku bahwa dia yang mengirimkan pesan tersebut tanpa sepengetahuan dan ijin dari nita. Tapi dia melakukannya karena satu alasan tertentu.     

Sebelum dia mengemukakan maksudnya mengirimkan pesan tersebut, dia melayangkan pandangannya mengingat kejadian kemarin ketika dia bertanya pada konsulennya, dokter yoga.     

flashback...     

"Dokter " tari memanggil konsulennya itu dengan suara pelan, dia telah selesai melakukan pemeriksaan di poliklinik.     

"Masuklah " yoga menerima tari dengan senyumannya.     

"Apa ada hal terjadi pada kehamilanmu? " yoga merasa kedatangan tari kali ini untuk berkonsultasi dengannya tentang kehamilannya.     

"Saya ingin menanyakan apa ibu kanita tidak apa-apa tadi? " tanyanya, "maksud saya, dokter mei mengajaknya berbicara berdua pasti ingin menanyakan tentang saya.. "     

Yoga tersenyum kecil, "tidak ada hal serius yang terjadi, dokter mei memang menanyakannya tapi dia bisa menanganinya dengan baik "     

Tari terlihat bernapas lega ketika mendengar pimpinannya itu baik-baik saja.     

"Tapi akan sampai kapan? " kali ini yoga yang berbalik bertanya padanya.     

"Kami tidak bisa selamanya menyembunyikanmu.. " yoga menyambung ucapannya.     

Ucapan yoga itu dibenarkan sendiri olehnya, memang dia menyadari semakin lama pun orang-orang akan memandanginya dengan penuh curiga.     

"Apa yang harus saya lakukan dokter? " dalam kebingungannya tari hanya bisa berkeluh kesah pada konsulennya. Dia begitu enggan mengatakannya pada Nita, sudah cukup membebaninya dengan kejadian hari ini.     

"Saya tidak ingin lagi memberikan beban yang begitu banyak karena harus melindungi saya "     

"Itu kewajiban kami sebagai pimpinan " ucapnya, "tapi jika itu menyangkut orang banyak kamu pasti tahu apa yang terjadi.. "     

Tari menganggukan kepalanya mengerti dengan apa yang yoga bicarakan, akan ada perkataan tidak menyenangkan semua orang pada dirinya, serta seluruh rekan kerjanya. Dia tahu ketika satu orang yang berbuat, di semua mata orang banyak pasti akan memandang ke dalam profesinya. Seperti dia yang berbuat kesalahan, semua rekan-rekannya yang mendapat julukan tidak baiknya.     

"Lakukanlah hal yang benar " saran yoga, "lakukan itu demi kebaikan dirimu sendiri dan semua rekan-rekan yang mendukungmu! "     

"Saat ini teman satu ruangan ada yang meragukan kebijakan ibu kanita " ucapnya, "dan semua ini karena saya.. "     

Yoga menghela nafasnya, dia tahu akan terjadi hal seperti ini jika nita memilih jalan seperti itu. Dia terlalu tidak tega jika itu menyangkut mahluk kecil dalam perut seorang wanita. Akan tetapi dia tidak memikirkan efek samping lebih jauh ketika dia mengambil keputusan seperti itu.     

"Saya harus mengembalikan nama baik ibu dan rekan-rekan saya.. " tari menyebutkan keputusannya.     

"Tapi ada satu hal yang saya takutkan, apa mereka masih akan mempercayai saya? "     

"Kita tidak perlu memikirkan hal seperti itu jika memiliki satu niat untuk jujur.. " ucap yoga.     

"Tidak semua orang dapat menerima dengan baik dengan kejujuran yang kita lakukan, kita hidup dengan manusia yang tidak sempurna bukan dengan malaikat-malaikat ciptaan tuhan! "     

Tari terdiam ketika perkataan yoga itu secara tidak langsung memotivasinya untuk dapat jujur pada semua orang, dia merasa belum dapat menerima perlakuan orang-orang yang yoga sebutkan tadi nanti.     

"Kamu hanya dapat memilih dua saja saat ini " yoga kembali memperingati tari yang berdiam diri setelah mendengar apa yang telah diucapkannya.     

"Mencari aman untuk dirimu sendiri tetapi mengorbankan semua nama baik rekan-rekanmu.. " yoga mengetuk-ngetuk pulpen yang di pegangnya diatas meja kerjanya, "atau kamu berani berterus terang pada mereka, bahwa yang kepala ruanganmu lakukan itu semata-mata karena kamu sedang hamil, bukan membeda-bedakan mereka! "     

"Tapi dari keduanya kamu akan mendapatkan rasa malu pada dirimu sendiri.. "     

Yoga menghela nafasnya kembali, "karena memang itu sudah menjadi konsekuensi tetap yang ada padamu saat ini... "     

Diberi putusan seperti membuat tari begitu putus asa, dia merasakan kesulitan yang dihadapinya seorang diri kali ini begitu berat.     

Bulir air mata mulai turun satu persatu, perlahan namun pasti dia keluar dari balik pelupuk matanya.     

"Maafkan jika saya terdengar begitu memaksamu " mendapati wanita yang berada di hadapannya itu menangis yoga mencoba memperhalus ucapannya. Dan sedikit geram dengan sahabatnya yang membiarkan wanita lemah ini menanggung akibat perbuatan mereka sendirian.     

Dia mendekatkan kotak tisu yang berada di sudut meja ke arah tari. Tidak baik baginya untuk menangis ketika sedang hamil, tetapi di lain hal mungkin hanya dengan cara inilah dia dapat sedikit meringankan beban yang dipikulnya. Wanita yang paling kuat pun akan menghilangkan sejenak masalahnya dengan tangisannya.     

"Pikirkan dahulu secara baik-baik " sarannya, "aku hanya akan memberitahumu, bahwa kepala ruanganmu juga tengah hamil saat ini. Jadi aku harap kamu mengambil keputusan yang baik.. "     

"Aku memohon kali ini bukan sebagai konsulenmu, tapi sebagai seorang suami dari kanita.. "     

Perasaan tari saat ini bercampur aduk, antara senang karena kehamilan kepala ruangannya dan sedih karena dia harus memutuskan seperti apa yang dokter sarankan untuknya. Dia sampai harus mendengar permohonan konsulennya demi melindungi istrinya.     

"Apa yang harus aku lakukan sekarang.. " umpat tari dalam hatinya, dia begitu melihat kesungguhan di wajah dokter yoga ketika dia menyebutkan permohonannya. Dia merasakan betapa beruntungnya nita mendapatkan suami yang begitu memberikan perhatiannya, walaupun sedang tidak bersama-sama dengannya saat ini.     

Disaat seperti ini, dia begitu merindukan sosok sang ibu yang menjadi satu-satunya orang yang akan mengerti kesulitannya dan kesedihannya saat dia tidak dapat memutuskan, hanya sosok ibunya lah yang begitu bijak memberikannya nasehat-nasehat sebelum dia mengambil keputusan.     

Setelah beberapa waktu memikirkan hal ini, akhirnya tari memutuskan untuk memberikan pesan singkat pada seluruh rekan kerjanya untuk bisa berkumpul sebelum kegiatan pada pasien dimulai, dia sengaja memakai nama kepala ruangannya itu agar semua rekannya bisa hadir...     

***     

Dan tari pun kembali pada keadaan dimana dia tengah berada di hadapan seluruh rekan kerjanya. Setelah tadi dia mengakui bahwa dia yang mengirimkan pesan singkat tersebut.     

Terlihat olehnya semua mata tertuju padanya, termasuk juga nita yang kebingungan dengan maksud tari yang melakukan hal seperti itu.     

"Saya ingin menjelaskan kesalahpahaman tentang perlakuan ibu kepala yang terlihat begitu khusus pada saya.. " tari mulai mengeluarkan suaranya.     

Lula dan rafa saling bertatapan, mereka tidak tahu sama sekali bahwa tari mendengar percakapan kecil mereka.     

Kedua alis nita terangkat begitu terkejut dengan apa yang diucapkan tari, dia sama sekali tidak tahu bahwa apa yang pernah tari bicarakan itu memang karena ada hal seperti ini yang didengarnya. Dia merasa menjadi pimpinan yang tidak peduli pada seluruh rekan-rekannya.     

Tari mengambil nafas dalam- dalam sebelum dia bicara kali ini.     

"Ibu baik seperti itu karena sikap penyayangnya muncul pada seorang wanita hamil yang belum menikah! " akhirnya dia mengatakannya secara terbuka dihadapan semua rekan kerjanya.     

Hampir semua orang terkejut, tidak dengan Karin dan aline yang terlebih dahulu mengetahuinya. Mereka hanya tersenyum kecil, sebagai tanda rasa salut mereka pada tari yang berani mengakui kesalahan dirinya dihadapan semua orang.     

Nita terdiam, dia hanya tidak menyangka bahwa tari akan secepat ini akan mengakuinya sendiri dihadapan semua orang.     

"Dan sampai saat ini saya belum menikah! "     

Hal ini semakin membuat rekan sebayanya begitu terkejut dengan pengakuan tari. Mereka semua memandangi tari dengan penuh rasa tidak percaya.     

Nita terlihat mengusap dahinya dengan satu tangannya, dia belum mempersiapkan dirinya untuk mengahadapi hal yang terjadi diluar dugaannya itu.     

"Saya,,, " tari menundukan kepalanya, terlihat tetesan air matanya jatuh dari tempat seharusnya, kedalam kedua tangan yang tersimpan diatas pangkuannya.     

"Sudah cukup! " nita mengusap pundak tari memberikan isyarat bahwa dia harus menyudahi pengakuannya.     

Dia berdiri disamping tari, dan memandangi semua stafnya secara bergantian.     

"Saya minta maaf " ucapnya pada semua orang yang berada di ruangannya kali ini.     

Semua orang begitu terkejut mendengar pernyataannya kali ini.     

"Saya tahu hal ini tapi tidak memberitahukan hal ini pada beberapa orang diantara kalian " ucapnya, "mungkin karena saya juga seorang wanita, jadi saya berpikir tidak ada gunanya menceritakan keburukan seseorang pada semua orang.. "     

"Saya tidak pernah memikirkan bahwa hal ini akan membuat kesalahpahaman, saya benar-benar minta maaf.. "     

"Pada awalnya saya hanya berpikir bahwa saya seorang bidan, yang bertanggung jawab melindungi mahluk kecil tidak berdosa. Tentang dosa biar orang tuanya yang menanggungnya... "     

"Tapi saya lupa, ini dunia kerja! " sambungnya, "yang setiap sekecil apapun kesalahan yang dilakukan akan menjadi bahan pembicaraan orang lain diluar sana. Itulah alasan saya menunda untuk memberitahukan kalian.. "     

"Jika tindakan saya ini sangat salah, tolong maafkan saya karena mengambil keputusan ini sendiri! "     

"Ibu melakukan hal yang baik " puji aline kali ini, "setiap keputusan yang diambil pasti telah dipikirkan secara matang oleh ibu "     

"Iya, saya akan mendukungnya " Karin setuju dengan aline, "saya juga bangga dengan tari yang mau mengakui sendiri dihadapan kami, saya hanya bisa mendoakan semoga permasalahanmu akan secepatnya terselesaikan.. "     

"Terima kasih kak " ucap tari.     

"Ibu terlalu baik.. " erin menjadi melankolis melihat tangisan tari, dia ikut menangis"tari kamu yang sabar ya.. "     

Shasya pun yang begitu lama satu tim dengan tari begitu tidak bisa menahan airmatanya, dia merasa menjadi orang yang tidak peka pada kejadian besar yang menimpa sahabatnya itu. Tidak ada kalimat yang keluar dari bibirnya.     

"Ibu saya minta maaf " lula dengan cepat menghampiri nita dan memegang tangan Nita. Dia terlihat gemetar saat memegang tangan nita.     

"Saya salah mengira selama ini " dia terlihat merasa bersalah dengan apa yang sudah dia ucapkan waktu itu.     

"Saya juga minta maaf, bu " kali ini rafa yang mendekat ke arah Nita.     

Kedua tangan nita mengusap dengan lembut pundak kedua rekannya itu.     

"Tidak apa-apa, kita lupakan saja hal itu " ucap nita, "yang terpenting adalah sikap toleran kalian pada sahabat kalian yang sedang diterpa masalah "     

"Kita harus belajar bijak menyikapi masalah sekarang ini.. "     

Kedua orang yang berada di hadapan nita itu menganggukan kepalanya, dan berganti memeluk tari untuk meminta maaf.     

Nita bisa tersenyum kecil untuk saat ini, semua stafnya mau menerimanya dengan baik, mereka orang-orang terbaik yang di takdirkan bersama nita saat ini. Dan dia mulai berpikiran akan hal yang akan terjadi ke depannya, dia hanya bisa berharap semua akan baik-baik saja...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.