cinta dalam jas putih

Indah dipandang



Indah dipandang

0Mata Nita terus saja memandangi mereka berdua yang berjalan ke arah lantai dua pusat perbelanjaan.     

"Kamu pilih buku yang mau kamu beli " Nita berkata pada Axel sesampainya di dalam toko buku, sesekali melihat ke arah putranya yang tengah memilih buku.     

Tiba-tiba ponselnya berdering, dan nama Erin tertera di layar ponsel miliknya.     

"Ibu dimana? " Teriakan erin di ujung telpon.     

"Di toko buku dengan Axel " jawabnya, matanya masih melihat ke arah Dion dan filla yang masih di lift entah hendak menuju ke lantai berapa.     

"Aku di salon lantai satu " jawab erin, "ada tulisan salon mince! "     

Nita mengernyit, "salon apa? "     

"Mince bu! "     

Nita terkekeh, "aneh nama salonnya, aku baru dengar. Beneran itu nama salon? "     

"Ya ampyunn, ibu iya beneran ini nama salon! " Teriak Erin, "hallow ibu, sudah berapa lama di kota ini salon mince tidak tahu? The best Korean hair style forever and ever,,, kekal abadi selamanya langganan Erin! "     

Nita dibuat Erin tidak dapat menahan tawanya, sampai dia baru tersadar telah kehilangan kedua sosok yang sedari tadi diintainya.     

"Selesai dari sini, aku meluncur kesana " ucap Nita.     

"Yes, di tunggu ibuku yang paling cantik! "     

Mereka pun mengakhiri pembicaraan mereka di telpon, dia melihat axel yang terlihat membawa banyak buku ketika ibunya itu sudah menunggunya di kasir.      

Nita tertegun melihat semua buku yang dibawa putranya itu. Setelah dia kehilangan dion dan filla, sekarang dihadapannya terlihat Axel yang membawa banyak buku.     

"Itu semua mau kamu baca? "      

"Sebagian aku akan berikan untuk perpustakaan di seberang jalan sekolah, disana banyak anak-anak yang berkumpul untuk membaca. Mereka tidak bisa membeli buku! " Axel memperlihatkan tawa lebarnya yang membuat Nita terhipnotis tidak dapat berbuat apapun.     

Nita tersenyum mengusap lembut rambut Axel, putranya itu benar-benar membuatnya bangga. Dia sudah memiliki jiwa sosial yang tinggi, tempatnya belajar selalu mengadakan acar rutin untuk berbagi dengan orang-orang di sekitar mereka yang memiliki kekurangan.     

"Aku boleh bermain game ketika ibu sedang mengobrol dengan teman ibu? " Tanya axel.     

"Iya " Nita tersenyum ke arahnya, dan mencari salon yang Erin sebutkan tadi. Setelah berputar-putar dan bertanya pada sekuriti akhirnya diapun menemukan salon yang dicarinya.      

"Hai, bu.. "     

Nita mendapati Aline, Karin, Erin dan Rafa menyapanya secara bersamaan. Sepertinya karena terlalu kompak sampai merubah penampilan pun dilakukan secara bersama-sama. Hanya kurang sosok lula, sasya dan tina yang harus berjaga siang tidak ikut bersama mereka.     

"Kompak! " Nita tersenyum ke arah mereka dan mengacungkan jari jempolnya.     

Sedang Axel setelah menggelengkan kepalanya dia langsung terduduk dan bermain dengan ponselnya. Dia selalu bingung dengan wanita yang mengikuti teman-temannya untuk berubah agar bisa disebut dengan setia kawan.     

"Kamu sudah selesai? " Tanya Nita pada Erin yang duduk di sampingnya, wanita bertubuh extra itu memang berpenampilan modis sehingga membuatnya terlihat berbeda dari yang lain. Ditambah lagi dengan kepercayaan diri yang besar dan kelucuannya ketika berbicara membuatnya terlihat begitu nyaman menjadi dirinya sendiri dan memiliki kesan wanita yang berkarakter ceria.     

"Kamu tidak ada janji dengan Dion? "      

Erin tersenyum menggelengkan kepalanya, "kak Dion bilang hari ini ada jadwal padat jadi tidak bisa keluar "     

Kedua alis Nita terangkat, "benarkah? Dia sibuk sekali ya.. "     

"Iya "      

"Lalu hubungan kalian sudah sampai mana? " Nita mulai menjadi wanita yang kepo maksimal, dia begitu penasaran dengan kelanjutan kisah mereka. Secara dia sudah berusaha mendekatkan mereka berdua, dan sepertinya dia ingin jawaban yang lebih dari sekedar pertemanan saja.     

"Masih tahap pendekatan " jawab Erin malu-malu, "kita masih curhat-curhat saja, aku nyaman bicara dengan kak Dion dan sebaliknya, itu sudah cukup. Saya belum berani ke hal yang lebih, karena jika terburu-buru mungkin terlalu terlihat begitu dipaksakan! "     

Nita tersenyum lega, karena Erin memang sudah mempersiapkan dirinya begitu baik tanpa harus dibantu lagi.     

"Kalau dia memang menyukaimu pasti dia sendiri yang akan mengatakannya " ucap Nita.     

Erin tersenyum dengan nasehat Nita, yang walaupun menjadi pimpinannya tetapi sudah menjadi seorang sahabat dan kakak sekaligus.      

"Iya, terima kasih ibuku paling cantik.. " Erin ingin sekali memeluk nita dengan erat jika dia diijinkan, wanita yang berada di sampingnya itu begitu membuatnya merasa diberi perhatian.     

"Aku lebih senang bersahabat sepertinya, bu. Dengan begitu kami tidak akan pernah merasa tersakiti dan disakiti, terlebih jika kita tahu orang yang kita sukai itu malah tidak menyukai kita. Aku sadar diri juga, laki-laki seperti kak Dion mana bisa menyukai wanita seperti aku! "     

Dahi nita berkerut, dia mengusap tangan Erin dengan lembut.     

"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika tuhan yang berkehendak, dan tidak semua laki-laki di sekitar kita itu selalu mendahulukan paras yang cantik saja. Ada di antaranya yang lebih mementingkan hati dan rasa nyaman. Bisa bayangin kalau semua wanita harus mempriotaskan kecantikan wajah.. "      

Lalu Erin dan Nita tertawa bersamaan setelah membayangkan jika semua wanita berwajah cantik. Itu hanya ada dalam dunia kartun dan novel saja.     

"Sepertinya lebih baik kita utamakan kualitas dibandingkan kuantitas? " Pertanyaan nita itupun membuat Erin kebingungan, dia tampak mengelus dagunya untuk bisa mencerna ucapan dari pimpinannya itu.     

"Itu artinya Erin harus menjadi wanita yang berkarakter! " Dia berkata pada dirinya sendiri, dan melirik ke arah Nita dengan senyuman.     

"Tapi aku boleh dong sekali-kali copy paste karakter ibu? Aku suka sekali jika bisa seperti kepala ruanganku ini.. "     

"Jadi diri sendiri saja! " Celetuk axel di sela-sela obrolan ibunya dengan Erin, tangan dan matanya masih fokus dengan permainan di ponselnya.     

"Ibu guru bilang kalau dibuat-buat itu tidak akan bertahan lama! "     

Kedua mata Nita dan Erin saling menatap, tidak lama setelah itu tawa mereka muncul. Menertawakan kata-kata Axel yang lucu, anak berusia sembilan tahun itu sudah pandai berbicara layaknya orang dewasa dan pintar seperti kedua orang tuanya.     

Dan kali ini mata Nita tertuju pada sosok aline yang telah selesai memotong rambutnya, dia melangkahkan kakinya menuju ke arah Nita.     

"Jika sudah selesai bagaimana kalau kita cari tempat makan? " Ucap Nita setelah memastikan semua rekan-rekannya telah selesai mempercantik diri.     

"Axel sepertinya sudah lapar " Nita melirik ke arah putranya yang masih terlihat tenang tidak seperti orang yang sedang dilanda rasa lapar.     

Dia harus bertanggung jawab karena membawa putranya itu, maka dia harus menjamin semuanya jangan sampai nanti Axel mengatakan pada ayahnya karena ibunya terlalu fokus pada teman-temannya sehingga tidak memperhatikannya.     

"Aku ke tempat kosmetik dulu ya bu.. " Karin ijin setelah memesan makanan, "Rafa dan erin juga ikut, kami akan cepat kembali "     

Nita tersenyum menganggukkan kepalanya, mereka sepertinya sengaja meninggalkan aline berdua dengannya agar supaya lebih leluasa bicara.     

"Apa aku boleh mengatakannya pada ibu tentang pak Adit? " Aline pun mulai menanyakan hal yang sedari tadi dia tahan-tahan untuk tidak dibicarakan di depan teman-temannya.     

"Tentang apa? "     

"Perjodohan orang tua kami.. " jawab aline dengan suara pelan, "ibu pasti tahu pak Adit tidak suka dengan saya dan sepertinya saya juga tidak menyukainya "     

"Kamu tahu darimana pak Adit tidak menyukaimu? " Tanya Nita.     

Aline memikirkan kembali ucapannya tadi setelah Nita mempertanyakan sumber yang dia ambil sehingga bisa mengatakan hal tersebut.     

Nita tersenyum tipis, "jangan membuat asumsi buruk seperti itu jika kita sama sekali tidak mengenalnya.. "     

"Karena jika pikiran kita sudah berpikir seperti itu, selamanya akan selalu buruk. Kita tidak akan pernah maju dengan baik ketika apa yang ada dipikiran kamu hanya dugaan yang belum tentu kebenarannya "     

Mendengar perkataan nita yang mengkoreksi seluruh ucapannya tentang Aditya tadi membuat Aline terdiam untuk mengambil sisi baik dari semua yang telah Nita katakan.     

"Orang tuamu pasti akan memberikan kalian waktu untuk saling mengenal " Nita melanjutkan perkataannya, "jadi gunakanlah kesempatan itu untuk lebih mendekatkan diri, mungkin seiring dengan berjalannya waktu kalian akan bisa dekat "     

"Tapi, bukankah pak Adit suka dengan ibu? "     

Pertanyaan dari Aline itu membuat tawa kecil nita muncul.     

"Aline " Nita berbisik ke arahnya sambil menoleh ke arah Axel, "jangan sampai putraku mengadu pada ayahnya karena ucapanmu tadi! "     

"Maaf.. " Aline menutup bibirnya dengan telapak tangannya.     

Tawa kecil nita masih terlihat di wajahnya, "jangan pikirkan itu, aku kan sudah punya suami. Kalau ada yang suka pun tidak akan berpengaruh buatku, tidak akan aku larang juga kamu dekat dengan pak Adit! "     

Aline tersenyum, "tipe wanita yang pak Adit suka itu, cantik, pintar, lembut, penuh kasih sayang. Cuma ada di ibu.. "     

Tawa nita semakin muncul, "kamu tidak perlu memuji seperti itu, tidak dipuji pun makanannya aku yang bayar tenang saja! "     

Mendengar candaan seperti itu Aline pun tertawa, suasana yang pada awalnya begitu di rasakan canggung olehnya mulai mencair dengan candaan Nita.     

"Aku tidak bisa menolak orang tuaku! " Aline berucap di antara tawanya. "Aku hanya anak perempuan yang tidak bisa melihat kedua orang tuaku bersedih karena memikirkan ku! "     

"Kamu anak yang baik " kali ini Nita yang memuji Aline, "setiap pilihan orang tua itu adalah yang terbaik, semua pasti telah mereka pertimbangkan. Kamu hanya perlu meyakinkan hatimu dan hati pak Adit kalau kalian bisa membangung masa depan bersama! "     

"Kenapa harus aku yang meyakinkan pak adit? Kenapa dia tidak meyakinkan dirinya sendiri! "     

Nita menggelengkan kepalanya, dia hanya melihat sisi keras kepala sahabatnya itu memang tidak akan pernah bisa dirubah. Itu artinya harus ada salah satu diantara mereka yang jadi sosok mengalah ketika kelak mereka melanjutkan hubungan mereka.     

"Apa ada yang salah dari ucapanku? " Tanya aline.     

Nita tersenyum, "aku katakan saja ini untuk berbagi pengalaman rumah tangga, sesekali kita bicarakan hal yang bermanfaat daripada bergosip. Ketika nanti kita telah berumah tangga, tidak ada lagi yang namanya aku untuk hidupku sendiri begitu juga dengan suami kita. Kita akan dihadapkan pada satu keadaan yang memaksa kita untuk menjadi orang yang cepat beradaptasi dengan pasangan kita.. "     

"Kamu harus siap untuk mengalah sesekali pada pasanganmu, menahan ego hanya untuk satu tujuan kebahagiaan keluarga " Nita melanjutkan perkataannya, dia sedikit malu ketika mengatakan hal ini karena jika dia harus mengakui orang yang lebih banyak mengalah adalah suaminya.      

"Ribet sekali! " Cetus Aline, satu tangannya menahan dagunya. Dia sepertinya tengah memikirkan hal yang akan dia hadapi jika harus dihadapkan dengan kehidupan rumah tangga, tapi sahabat yang berada di hadapannya itu terlihat sangat nyaman dengan kesemrawutan yang dapat dia ambil inti dari sebuah kehidupan rumah tangga.     

"Oh, iya. Kalau nanti pak Adit membawa wanita bernama syilla dan dia kenalkan sebagai pacarnya aku berani menjamin itu bohong! "     

Aline tertegun, "wahh,, mantap sampai tahu sebegitu dalamnya! "     

Nita tertawa malu, "aku mendukungmu dengan pak Adit! "     

"Pencalonan presiden kali di dukung! " Cetus Aline.     

Nita tidak dapat menghentikan tawanya, "aku merasa kalian pasti akan menikah! "     

Kedua mata aline membulat, "sejak kapan jadi peramal bu? "     

"Dengar! " Nita menepuk kecil tangan aline, "yang harus kamu lakukan adalah membuat pak Adit nyaman berada di dekat kamu, pertama kita serang terus sampai dinding pertahanannya runtuh! Setelah dia ketergantungan baru kita jual mahal, buat dia berbalik menjadi mengejar kita.. "     

Tawa aline kemudian muncul setelah diberikan trik khusus menarik hati laki-laki.     

"Iya, kalau aku dikejar-kejar karena jatuh cinta, kalau dikejarnya cuma supaya aku bisa deketin sama ibu gimana? "     

"Aline! " Cetus Nita sedikit kesal, "kamu mau aku poliandri? "     

"Kesannya aku wanita yang kurang bersyukur banget, di berikan suami paling baik sama tuhan masih cari laki-laki lain! "     

Aline terkekeh, "bercanda, bu. Baik banget sih bu jadi orang! Nggak cinta mati gimana coba dokter yoga, istrinya seperti ini.. "     

Nita telah menjadi besar kepala jika harus menerima semua pujian yang terus menerus Aline ucapkan, dia tahu Aline hanya tidak memiliki kepercayaan diri yang begitu besar pada apa yang ada dalam dirinya.      

Dia sulit mengakui bahwa dirinya pun cantik dan memiliki sifat yang menyenangkan, wanita yang jujur pada semua yang diucapkannya sehingga Nita yakin bahwa Aline akan menjadi seseorang yang terbaik bagi Aditya. Karena dia meyakini bahwa akan selalu ada orang baik yang diberikan Tuhan pada waktu yang tepat.     

Di lain tempat, jauh dari Nita dan aline yang tengah berbicara serius. Erin dengan dua rekan kerjanya dengan asyiknya memilih kosmetik yang menjadi andalan mereka ketika bekerja.     

"Apa lipstiknya tidak terlalu mencolok? " Rafa mengernyit melihat lipstik yang Karin dan Erin coba.     

"Beib " panggil erin dengan gaya manjah, "kita harus terlihat berbeda satu tingkat ketika kerja, jangan sampai kita disebut keluarga pasien atau malah disebut pasien karena penampilan kita! "     

"Betul! " Karin setuju dengan yang diucapkan Erin.     

"Kita kan jadi terlihat cantik ketika memberikan salam " gaya Erin sudah seperti seorang pembawa acara berita, "senyum, sapa, salam, santun, efektif dan efisien untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien! "     

"Wahh, mantap! " Karin memperlihatkan kedua jempolnya ke arah erin, "gue suka gaya Lo! "     

Lalu tawa mereka muncul bersamaan, mungkin hanya dengan hal kecil seperti inilah mereka bisa menghilangkan sejenak beban kerja yang didapatkan ketika bekerja seharian.     

"Itukan filla sama kak Dion.. " ucapan Rafa pelan ketika kedua matanya menangkap sosok filla dan Dion berada di tempat yang sama dan tengah asik memilih kosmetik. Mereka terlihat tertawa senang terlebih ketika memilih sebuah parfum, filla meminta Dion untuk memilihkan untuknya. Momen yang terlihat begitu indah dipandang, dan mereka terlihat sangat cocok.     

Tangan Rafa menyikut kecil tangan seniornya itu.     

"Ada apa? " Tanya Karin.     

Rafa tidak menjawab dengan ucapan, hanya matanya saja yang memberikan isyarat. Bola matanya bergerak ke arah samping kanannya, membuat Karin sedikit kebingungan tetapi seketika menoleh ke arah kanan dan akhirnya dia pun mendapatkan kedua sosok itu.     

"Perang dunia ketiga ini sih! " Cetus Karin pelan, dia mencari-cari sosok Erin yang hilang dari peredaran.     

"Jangan sampai Erin lihat, fa! " Dia lalu mengintruksikan pada Rafa untuk mencari Erin dan sebisa mungkin menghindarinya agar dia tidak melihat filla dan Dion yang juga berada di tempat yang sama...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.