cinta dalam jas putih

Misi Besar



Misi Besar

0"Ponselmu dari tadi berbunyi " ucap yoga ketika melihat Nita yang baru saja keluar dari kamar mandi.     

Nita memanyunkan bibirnya, dengan kekesalan yang begitu terlihat di wajahnya. Bukan kesal karena Aline tidak mengangkat telponnya, tapi keteledorannya menyimpan sesuatu. Dia selalu melupakan ponselnya itu, dan dia berharap kali ini tidak akan menghilangkan ponselnya itu kembali karena ini adalah dari yoga, yang walaupun bukan yoga sendiri yang membelinya tapi nita tidak mau mengecewakannya kali ini.     

"Kenapa tidak diangkat? " Tanya yoga dibarengi dengan senyuman,     

"aku tidak semangat mengobrol! " Nita masih termangu memandangi ponselnya yang terus menyala dengan tertulis nama aline.     

Yoga menggelengkan kepalanya, "bukannya kamu mau memberitahu aline supaya Erin belajar menjadi kriteria yang diinginkan Dion? "     

Nita terdiam sejenak, dan lalu menyadari ucapannya yoga yang terdengar aneh.     

"Oppa dokter tahu darimana? " Nita mengernyit. "Aku kan cuma bicara sama Axel! "     

Yoga tertawa kecil, menyelimuti axel yang sudah tertidur di tempat tidur terpisah. Sepertinya dia sangat kelelahan karena perjalanan tadi, membuatnya tidur lebih awal malam ini. Dia memang anak yang sangat pengertian pada kedua orang tuanya itu.     

"Dari siapa lagi " jawaban yoga klise, tapi matanya tertuju ke arah Axel. Dia tidak mengatakan nama Axel tapi dari sikapnya menunjukan bahwa putranya itu memang tidak bisa berbohong.     

"Cepat angkat, Erin masih punya waktu tiga hari sampai bidan filla datang! " Saran yoga.     

Nita menanggapinya dengan senyuman malu, "jangan tertawakan aku ketika bicara " ancamnya.     

Yoga tertawa kecil, "iyaaa.. "     

Dia hanya akan fokus pada laptop yang dibukanya, dan mendengarkan apa yang yang akan dibicarakan istrinya itu pada aline.     

Nita akhirnya menerima telpon dari Aline.     

"Ibu kanita kemana saja dari tadi aku telpon! " Suara aline terdengar keras dari telpon ketika Nita belum bersuara. Membuat Nita harus sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya.     

"Telingaku masih bisa mendengar baik-baik aline! " Nita tidak kalah menjawab kekesalan aline, tapi nadanya tidak menekankan rasa marahnya.     

"Kenapa tidak diangkat telponku tadi? "      

"Ketinggalan di hotel! " Jawab Nita pendek.     

"Kebiasaan ibu kepala nih teledor sama barang milik sendiri " aline menanggapi kebiasaan sahabatnya itu sejak lama.     

"Jadi kamu menelpon mau mengomentari kebiasaan burukku? " Tanya dengan bola matanya yang membulat dan bibirnya yang merah dia gigit karena kesal.     

Yoga diam-diam melirik ke arah istrinya yang serius berbicara di telpon, dengan tingkah lucunya yang terus terang saja membuatnya gemas. Melihat bola matanya yang indah bergulir ke kiri dan ke kanan, pipinya yang memerah karena rasa kesalnya, dan bibir tipisnya yang cerewet di gigit oleh gigi-giginya. Penampilannya yang terlihat seksi dengan robe bermotif dendalion yang dipakainya dan rambutnya yang terurai menyempurnakan penampilannya malam ini.     

"Sudah, yak cukup berantemnya " aline yang memulai dia juga yang akhirnya menyudahi.     

"Satu jam lagi aku jaga malam " ucap aline, "ceritakan apa yang ingin dibicarakan lewat telpon tadi?      

"Dion ikut dengan kami sekarang ini " Nita berucap sambil menutupi mulutnya agar tidak di dengar yoga, tapi sebenarnya terdengar juga oleh suaminya itu.     

"Sumpah? Demi apa? "      

"Nggak sumpah demi apa-apa juga " jawab Nita datar.     

"Satu mobil? "     

"Iya "     

"Satu kamar? "     

"Aline " geram nita, "seriusan ini! "     

Terdengar tawa aline di ujung ponselnya, dia begitu lama tidak dapat menahan tawanya. Sudah lama dia tidak bisa melemparkan candaannya lagi pada sahabatnya ini.     

"Aku tutup nih! " Ancam Nita.     

Seketika tawa aline terhenti dan mencoba mendengarkan perkataan Nita kali ini.     

"Serius apa ini? " Tanya aline kemudian.     

"Jadi tadi itu kita ngobrol di perjalanan, ternyata dia itu perempuan yang di sukai ya sebelum kerja di rumah sakit. Dia bidan juga, tapi wanita itu berkulit putih, lemah lembut, dan mungil.. "     

"Tunggu dulu " aline menyela, "Erin berkulit putih juga, lemah lembut??.. bisa diaturlah, tapi mungilnya ini yang susah! "     

Nita tertawa kecil mendengar perkataan aline yang selalu saja di luar dugaan tapi sangat sesuai dengan realita.     

"Parahnya lagi, bidan itu pindah dinas ke rumah sakit hari Senin besok! "     

"Apa?? " Teriak aline lagi-lagi membuat Nita harus menjauhkan ponsel dari telinganya.     

"Biasa aja, Bu! " Cetus Nita, "ini di kota besar bukan hutan belantara! "     

"Hehehe... Maaf, maaf . Aku hanya terhanyut oleh emosiku yang tiba-tiba muncul! "     

"Ihh,,, lebay deh! " Nita bergidig mendengarkan ucapan aline.     

"Apa tidak ada tempat lain selain rumah sakit? Seperti sinetron saja gitu kebetulannya.. "     

"Mana aku tahu " Nita mengangkat pundaknya.     

Kali ini dia beranjak dari duduknya, dan bolak-balik seperti setrikaan sambil memegang ponselnya yang masih melekat di telinganya.     

"Jadi aku harus apa? " Aline baru bertanya ke inti dari pembicaraan mereka.     

"Buat Erin mungil dalam waktu tiga hari! "      

"Bu,,, Bu,,, " aline memanggilnya, "memangnya aku tukang permak ya? "     

"Ibu kanita... Erin itu wanita besar, bukan celana jeans yang bisa dikecilin sesuai ukurannya hari ini juga? "     

Nita menutup mulutnya menahan tawanya, dia terlalu menggebu-gebu.     

"Bukannya ibu bilang, jangan mengorbankan diri pada orang yang belum pasti menerima kita... "     

"Iya, tapikan kita belum tahu. Mereka belum mengenal satu sama lain "      

Terdengar suara nafas aline, "ya ampun saking sayangnya kita sama junior sampai kebingungan seperti ini "     

"Sekarang aku harus apa? " Lalu aline meminta pendapat dari Nita.     

"Iya apa saja, yang penting tiga hari ini berubah! " Ucap Nita.     

"Buat aline langsing dulu " Nita melanjutkan perkataannya, "mulai malam ini jangan biarkan dia makan makanan berat, atau ngemil! "     

"Kalau lapar makan buah " Nita melanjutkan tips-tips awal untuk diet.     

Dia berhenti berkata ketika mendengar tawa yoga, seketika dia menoleh ke arah yoga yang menertawakannya.     

Karena terlalu fokus dia lupa ada suaminya yang terganggu konsentrasi kerjanya karena mendengarkan pembicaraannya di telpon.     

"Iye,,, " jawab aline, "besok aku paksa dia ikut olahraga zumba ato kelas yoga, karena kalau jogging ujung-ujungnya pasti suka ajak makan bakso di abang-abang yang berjualan dekat lapangannya! "     

"Bingung aku juga sama anak satu ini, jadi semua yang dimakannya itu diserap begitu baik oleh tubuhnya dan menjadi daging-daging di tubuhnya! "     

"Dia yang mau pendekatan kenapa kita yang sibuk yah? " Tanya Nita pada aline, seraya menoleh ke arah jam di dinding dan lalu berpindah ke arah yoga yang masih memandangi laptopnya dan satu tangannya yang mengusap kening.     

"Lakukan yang aku katakan tadi sekarang juga, dan segera pergi bekerja. Jangan sampai aku mendapat laporan kamu telat datang " ucapan Nita sedikit bernada ancaman kembali pada aline.     

"Besok aku telpon untuk memberitahukan padamu menu-menu yang harus Erin makan " Nita kembali melanjutkan perkataannya tanpa memberikan aline kesempatan, "dan sekarang sudah selesai, aku tutup telponnya! "     

"Tapi... " Nita hanya mendengar sedikit suara aline karena dia telah lebih dulu menutupnya.     

Dia merasa bersalah karena terlalu asik dengan sahabat-sahabatnya sampai lupa yoga sedari tadi kelelahan karena harus membuat laporan.     

Setelah dia menyimpan ponselnya, Nita lebih dekat ke arah yoga dan berdiri di belakangnya. Dia mencoba membantu meringankan rasa lelahnya dengan pijatan lembut di bahu yoga.     

"Belum selesai laporannya? " Tanya Nita.     

"Hampir selesai " jawabnya, "heboh sekali bicara di telponnya, serius comblangin Erin! "     

Nita tersenyum malu, tangannya masih terus memijat bahu yoga.     

"Aku merasa tiba-tiba terdorong untuk mencoba supaya mereka saling kenal saja, bukan memaksa mereka harus jadian. Kan ada istilah tak kenal maka tak sayang.. "     

Yoga tertawa kecil, meraih pinggang ramping milik nita. Membawanya agar duduk di pangkuannya.     

"Asal jangan sampai ikut-ikutan suka saja! " Yoga mencubit kecil pipi Nita, "niatnya comblangin temen, terbawa perasaan nantinya! "     

Nita tersenyum, menyimpan kedua tangannya di bahu yoga dengan posisi saling berhadapan.     

"Apa terlihat seperti kurang kerjaan? "     

Yoga menertawakan nita tanpa suara, "tenang saja, nanti aku kerjain kamu! "     

"Mulai lagi deh, kerjaan sendiri saja belum beres! " Nita melihat ke arah laptop milik yoga.     

"Dari tadi itu aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi karena melihat kamu bicara seperti itu dengan aline! "     

"Maaf, aku malah mengganggu! "     

"Bukan karena itu, tapi kamu terlihat seksi tadi, berbicara dengan ekspresi lucu dengan satu tangan yang memainkan rambut itu membuatku seperti merasakan jatuh cinta lagi pada wanita yang sama.. "     

Nita tersenyum di beri rayuan gombal seperti itu oleh laki-laki yang menjadi telah suaminya.     

"Kalau laki-laki sudah merayu itu pasti ada maunya.. " tebak nita.     

Dia lalu beranjak dari pangkuan yoga dan menyimpan laptop milik yoga di meja samping tempat tidur. Dan mematikan lampu utama.      

"Amankan? " Nita menyalakan mode senter dari ponselnya sehingga dia bisa melihat wajah yoga dengan pertanyaannya yang sedikit nakal.     

Ada tawa dari yoga menanggapi pertanyaan nakal dari nita.     

"Awas yah! " Dia lalu menarik Nita untuk masuk kedalam selimut bersamanya.     

"Jangan berisik nanti Axel terbangun! " Yoga berbisik ke telinga Nita. Walau dalam keadaan gelap dia masih bisa melihat sosok Nita dari cahaya lampu dari luar jendela.     

"Yang berisik itu oppa dokter " nita mengikuti yoga berbisik di telinga yoga, "aku tidak mau kalau sampai Axel bangun, lihat kita, melihat sesuatu yang tidak boleh dilihatnya... "     

Nita berhenti bicara karena yoga memberikan ciuman yang membuatnya tidak dapat mengeluarkan kata-kata apapun.     

"Aku merindukanmu.. " yoga telah mengunci nita pada posisi missionaris, memulainya dengan satu ciuman yang penuh gairah setelah waktu yang lama menunggunya pulih setelah kuretase yang dijalaninya. Mereka melakukannya dengan sangat hati-hati walaupun jarak tempat tidur mereka dengan axel memang cukup jauh mereka tetap saja merasa was-was. Jangan sampai tiba-tiba Axel terbangun di situasi yang tidak tepat.     

Dan malam ini memberikan sensasi berbeda pada kedua pasangan paling romantis ini, bercinta ketika putra mereka tidur satu ruangan. Setiap ada gerakan dari Axel membuat mereka terkejut, membuat kefokusan mereka menjadi buyar seketika. Yang akhirnya membuat mereka menertawakan perbuatan mereka yang mengendap-endap seperti maling di malam hari.      

"Besok pagi ada undangan dari seniorku untuk golf, kamu dan Axel temani aku.. "      

"Ya.. " nita yang telah tertidur masih bisa mendengar suara yoga di sampingnya, dia sedikit kelelahan setelah tadi harus bermain petak umpet dari axel untuk bisa melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.     

Ternyata kehidupan berumah tangga itu tidak mudah, dia tahu sekarang mengapa perselingkuhan lebih sering muncul ketika telah hadir seorang anak. Karena hubungan yang mendekatkan mereka sedikit terganggu, mereka jadi jarang bercengkrama berdua karena ada kehadiran mahluk kecil di tengah-tengah tempat tidur mereka. Untuk sebagian besar wanita mungkin tidak akan menjadi masalah, mereka terkadang lebih bisa menahannya tetapi pada berbeda dengan laki-laki. Walaupun Nita percaya tidak semua laki-laki seperti yang berada dalam pikirannya.     

Dan lagi dia tidak akan khawatir jika berada di rumah, karena Axel sudah berpisah kamar. Jadi semua kekhawatiran Nita dapat sedikit berkurang.     

"Bu, hotel ini hebat juga ada lapangan golfnya! " Axel berkata pada Nita berjalan disampingnya di sebuah lapangan Padang rumput yang terhampar begitu indah dan rapi seperti sebuah karpet.     

"Katanya kepergian ayah kemari bekerja, tapi malah bermain golf! " Anak berusia sembilan tahun itu memberikan komentarnya pada kegiatan ayahnya pagi ini.     

"Acara pekerjaannya nanti pukul sembilan " Nita memberi penjelasan, "ini masih pukul enam, karena kalau mau sehat itu harus olahraga! "     

"Mereka berdua terduduk di sebuah kursi yang yang dapat menjangkau kan pandangan mereka ke semua penjuru lapangan. Dan Dion pun sudah berada di belakang mereka.     

"Orang berada itu olahraganya aneh-aneh, bola sekecil itu dipukul pakai tongkat supaya bisa masuk ke dalam lubang tidak berfaedah sekali.. " Nita merasa umpatannya yang diucapkannya itu hanya dapat terdengar olehnya, tapi selain Axel Dion pun ternyata dapat mendengarnya.     

Dia tertawa malu, "jaman bubu dulu cuma main kelereng sama congkak saja... "     

Dia malu bukan main karena Dion juga ternyata mendengarnya.     

Dion terlihat menutupi rasa ingin tertawanya, "aneh-aneh ya Bu, ada yang berebutan satu bola buat dimasukin ke gawang, kalau menurut orang yang tidak suka olahraga pasti akan bilang kenapa tidak bawa bola masing-masing saja lalu masukin ke gawang, beres.. "     

Nita cengir serasa menggaruk kepalanya yang tidak gatal, terlihat Axel yang menertawakannya.     

"Ibu di skak Matt sama om Dion! " Cetus axel berbisik pada Nita yang semakin membuatnya bertambah malu, jiwa wong ndeso nya berteriak meronta tidak berdaya.     

Lain kali dia harus lebih berhati-hati ketika akan mengemukakan pendapatnya tentang sesuatu yang dia tidak tahu seninya atau dia akan termakan oleh ucapannya sendiri.     

"Bubu tidak suka lihat siaran olahraga om, makanya dia selalu tidak mau temani ayah ketika bermain golf " Axel lalu membocorkan rahasia itu pada Dion yang sudah bisa mengambil hatinya, "ibu selalu bilang lempar saja pakai tangan supaya bolanya cepat masuk ke lubang! "     

Dan kali ini dia sepertinya dia sudah tidak memiliki muka dihadapan dion, dan rasanya Nita ingin ikut bola itu saja masuk ke dalam lubang.     

"Axel... " Nita memanggilnya dengan penuh permohonan, memohon agar supaya dia tidak membocorkan hal-hal yang membuatnya malu di depan umum khususnya Dion yang sedari tadi hanya menanggapi perkataan Axel dengan tawa kecilnya.     

Sedang malu-malunya dengan wajahnya yang memerah karena di tertawakan Dion dan Axel dia dihampiri seseorang yang memanggilnya dari arah sampingnya.     

"Axel " suara seorang laki-laki memanggil putranya itu, dengan suara yang khas yang sangat Nita kenal membuatnya seketika menoleh ke arah suara yang telah berdiri sosok lelaki berpakaian rapih dengan jas berwarna hitamnya serta sepatunya yang terlihat hitam mengkilat, dengan rambut klimis khas nya tersenyum lebar ke arah Nita..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.