cinta dalam jas putih

Yunna Rielsa Pratama



Yunna Rielsa Pratama

0"Aku sepertinya sudah tidak bisa menahannya lagi! " kali ini kedua telapak tangan nita meremas pakaiannya.     

Yoga kebetulan sekali menangkapnya dengan kedua matanya, dia meraih satu tangan nita agar dapat memindahkan kesakitannya pada tangannya.     

"Sebentar lagi sampai " ucap yoga meyakinkan nita, terlihat dari wajahnya yang terlukis senyuman untuk memberikan semangat.     

Nita menganggukkan kepalanya dalam kesakitannya. Dia masih bisa melengkungkan sudut bibir pada yoga.     

"Yoga, kamu yang benar dong kalau sedang membawa mobil! " ucapan ibunya itu membuat yoga seketika melepaskan tangannya.     

"Kamu ini semakin berumur malah tambah kekanak-kanakan! " komentarnya pada sikap yoga.     

"Ibu! " suara yoga sedikit meninggi.     

Kali ini nita yang meraih tangan yoga agar dia bisa mengendalikan kekesalannya karena ibunya yang tidak berhenti marah padanya.     

Ketika yoga menoleh ke arahnya, dia hanya menganggukkan kepalanya. Seolah-olah memberitahukan yoga untuk diam saja menerima kemarahan sang ibu, karena nita tahu itu adalah salah satu cara seorang ibu ketika dia sedang merasa cemas.     

Nita tidak mau yoga ikut berkata dengan nada tinggi pada ibunya hanya untuk memperlihatkan bahwa apa yang dia lakukan adalah benar.     

"Karin! " nita sedikit berteriak ketika sahabatnya itu hanya mondar-mandir di hadapannya.     

"Kenapa kamu malah mondar-mandir! " cetus nita lalu berusaha mengambil nafas dalam-dalam.     

"Aku sudah tidak kuat! " dia berteriak dan terlihat tidak dapat menahan dirinya untuk tidak mengedan, karena dorongan dari bayi dalam rahimnya yang begitu kuat.     

"Tunggu sebentar " karin berdiri di sampingnya, "dokter yoga sedang memakai handscoon "     

"Kamu saja yang periksa sekarang! " nita lagi-lagi harus berteriak, "atau kamu mau aku laporkan supaya di pindahkan ke bagian cleaning service karena tidak mau melakukan pemeriksaan! "     

"Kanita kamu tega sekali,,, " karin seketika memucat, "baiklah aku periksa " dia yang kedua tangannya telah memakai handscoon akhirnya menerima dengan berat hati, ancaman nita lebih menakutkan dari kesalahan apapun yang pernah dia buat.     

"Bukannya kamu waktu itu dipasang shirodkar " karin terheran ketika nita yang sudah dalam keadaan posisi litotomi, dia melakukan pemeriksaan dalam pada nita.     

"Karin sepertinya aku mau mengedan,,, " nita masih berusaha menahannya.     

Karin cengar-cengir dia memperlihatkan wajah polosnya, "karena memang pembukaannya sudah lengkap dan kepala bayinya sudah berada di station plus 2 "      

"Karin!!! " nita geram, "masih bisa tertawa lagi! "     

"Cepat lahirkan bayinya! " dia sudah hampir kehabisan tenaga, harus menahan rasa sakit dari kontraksi ditambah menahan kejengkelannya pada sahabatnya itu.     

"Kamu harus melahirkan di ruang bersalin " ucap karin, "ini kan masih di ruang ponek! "     

"Ternyata kamu memang benar-benar mau dipindahkan! " nita semakin geram, terlebih yoga sudah lama tidak muncul kembali hanya untuk mengambil sepasang sarung tangan steril.     

"Iya,,, iya,,, aku siapkan alatnya ibu kepala " karin dengan cepat mempersiapkan partus set dan obat-obatan injeksi yang dibutuhkan nita, setelah sebelumnya dia menghubungi perawat bagian perinatologi untuk datang ke ruang ponek memberitahukan nita yang akan melahirkan disana.     

"Kalau belum ada his jangan dulu mengedan! " karin mengambil alat perlindungan diri, dan di pakainya untuk melindunginya dari cairan darah.     

"Iya tahu! " jawab nita ketus, karena kali kontraksinya mulai berangsur menghilang dia bisa beristirahat dan mengambil nafas dengan baik.     

Tetapi sepertinya kontraksi itu sengaja mempermainkan mereka, jika tadi membuat mereka harus bergegas bersiap setelah persiapan selesai harus menunggu kontraksi tersebut muncul kembali.     

"Kenapa sekarang malah menghilang his nya! " karin mulai melakukan rangsangan dengan mengusap lembut perut nita.     

Ketika dia sedang menunggu his menjadi adekuat yoga akhirnya muncul dengan wajahnya yang terkejut melihat karin sudah berpakaian alat pelindung diri ditambah partus set dan obat-obatan di atas troli emergensi.     

"Dokter ini sudah pembukaan lengkap dan kepalanya sudah di station plus dua! " karin memberitahukan pada yoga.     

"Apa tidak terjadi perdarahan di portionya? " tanya yoga dengan wajah khawatir, setelah karin kembali melakukan pemeriksaan dia meyakinkan yoga tidak terjadi perdarahan.     

"Partus disini saja! " kali ini nita yang bicara, "aku sudah tidak bisa menahannya "     

"Iya, baiklah. Terserah kamu saja " yoga berdiri di samping nita dan memegangi satu tangan nita sambil sesekali mengusap rambutnya.     

"Jadi yang menolong partusnya siapa? " karin bertanya dengan tatapannya pada kedua orang di hadapannya, yang satu adalah sahabatnya dan satu adalah pimpinannya.     

"Kamu! " jawaban nita dan yoga yang bersamaan itu membuat karin tersentak, dia tidak dapat berkata hanya memandangi nita dan yoga secara bergantian.     

"Oh, baiklah " ucap karin pelan.     

"Sepertinya sekarang sudah mulai kontraksi lagi " nita kembali dapat berdiam diri, dia semakin tidak bisa menahan keinginannya untuk mengedan. Ternyata proses persalinan yang dia alami sendiri tidak semudah ketika dia yang menjadi bidan.     

"Episiotomi saja " yoga memberikan instruksi pada karin.     

"Jahat sekali! " nita masih sempat mencubit tangan yoga ketika memberikan advis yang mengerikan tepat di hadapannya.     

"Memberi advisnya kan bisa secara bisik-bisik! " nita memarahinya, "kamu tahu itu membuat aku ketakutan! "     

"Iya " yoga memperlihatkan wajah penuh penyesalannya, "aku minta maaf "     

"Ehheumm! " deheman karin terdengar begitu keras, dia mau memberitahukan secara tidak langsung pada mereka bahwa dia bukan obat nyamuk yang hanya pajangan saja. Dia hidup dan mendengarkan pembicaraan mereka yang walaupun cuma pembicaraan biasa tetapi membuat jiwa wanitanya mencuat. Kehaluannya muncul melihat keromantisan seperti itu, walaupun sebenarnya tidak ada hal yang menunjukkan keromantisan mereka.     

"Mau melahirkan atau menebarkan iri? " tanya karin pada nita, dia seketika lupa pada keberadaan yoga yang adalah pimpinan sekaligus suami dari sahabatnya itu.     

"Kepalanya sudah di station plus tiga! " karin mengambil konsentrasi nita yang masih berfokus pada kontraksi dan ketakutannya pada tindakan episiotomi.     

Nita meringis sesaat setelah karin mengomel padanya, lalu senyum tapi menyimpan kesakitannya muncul.     

"Kamu pintar sekali mengalihkan pikiran orang! " ucap nita memuji tindakan karin yang telah melakukan episiotomi perineum padanya tanpa membuatnya ketakutan walaupun dia sedikit merasakan sakit karena lidocain yang disuntikkan sepertinya belum bereaksi sepenuhnya.     

"Sekali lagi mengedan yang panjang dan kuat! " ucap karin, "kalau aku dulu waktu mengedan sambil membayangkan suamiku yang selalu menyebalkan! "     

"Dengan kekesalan aku mengedan, cepat tidak memakan waktu lama! " celoteh karin memberikan nita pelajaran cara mengedan yang baik di kehidupan nyata dan berubaj posisi menjadi seorang pasien.     

"Kamu ini mengajarkan orang seperti yang kamu lakukan! " cetus yoga datar, dia tidak marah karena karin stafnya yang paling dia kenal sifat dan pekerjaannya.     

Karin tertawa kecil, "memang seperti itu dokter, kami kan sama-sama perempuan jadi bisa merasakan "     

"Dokter mana tahu rasanya " sambungnya.     

Nita dibuat semua orang pusing di hari paling spesial untuknya ketika melahirkan putrinya, jika tadi sebelum pergi ke rumah sakit dia harus mendengar omelan ibu mertuanya. Kali ini dia harus mendengar celotehan sahabat dan suaminya yang beradu argumen tidak penting, karena sampai melupakan perjuangan yang sedang nita buat.     

"Aku pusing! " ucap nita sambil mengedan dengan sekuat tenaga yang masih dia miliki.     

"Kamu pusing? " yoga bicara di dekat nita, dia semakin dibuat nita menjadi laki-laki yang tidak bisa berbuat apapun di hadapan istrinya karena khawatir yang berlebihan.     

"Pusing mendengar kalian yang sedari tadi beradu argumen! " cetus nita sambil kembali mengedan untuk kesekian kalinya.     

Di sisa-sisa tenaga yang dia miliki teriakannya muncul, dia semakin putus asa. Tapi semuanya seolah-olah hilang ketika dia mendengar suara tangisan keras seorang bayi.     

"Kamu hebat! " yoga mencium kening nita, ujung matanya terlihat berkaca melihat karin yang menjepit tali pusat bayi di sisi maternal dan bayi lalu mengguntingnya.     

"Selamat! " teriaknya, dia memperlihatkan bayi mungil yang masih diselimuti verniks kaseosa dalam balutan kain berwarna merah muda pada nita.     

"Bayinya perempuan! " sambung karin.     

Nita tersenyum bahagia ke arah yoga yang menggendong bayinya.     

"Sepertinya aku harus membawanya ke ruang perinatologi " ucap yoga.     

Nita hanya menjawab dengan anggukan kepalanya, dia memperlihatkan senyuman diantara kelemahannya.     

"Dan kamu! " yoga bicara pada karin, "bekerja dengan baik, kalau ada sedikit saja yang membuat pasienmu hari ini kesakitan aku pastikan kamu pindah dari ruangan ini! "     

"Siap pak dokter! " karin membelalakkan kedua matanya sambil terus fokus pada pekerjaan yang sedang melakukan hecting perineum.     

"Aku kasihan denganmu " ucap karin ketika beberapa waktu yang lalu suasana hening, nita memang wanita yang penyabar dia sama sekali tidak meneriakinya seperti sahabatnya yang lain ketika kesakitan oleh hecting di perineum.     

"Kenapa? " nita sepertinya kehabisan suara kali ini.     

"Kamu yang hyperemesis, kamu yang pusing dan muntah-muntah " ucap karin lagi, "kamu yang berat bawa bayinya sembilan bulan, kamu yang kesakitan saat melahirkan dan berjuang dengan tenagamu sendiri,,, "     

"Tapi aku lihat tadi bayimu tidak sedikitpun mirip denganmu! " sambung karin, "semuanya seperti sebuah foto copy dokter yoga! "     

Nita masih begitu tidak berdaya dan kesakitan, bisa-bisanya karin membuat sebuah banyolan yang membuatnya harus tertawa karena tidak bisa menahannya.     

"Mungkin dia ketakutan tidak diakui oleh ayahnya! " celetuk nita.     

"Haiss! " karin membulatkan kedua matanya ke arah nita, "kalau ibu mertuamu dengar nanti bisa jadi masalah! "     

Nita tertawa kecil, dia tidak mempermasalahkan kemiripan bayi kecilnya itu. Bayi itu telah lahir dengan sempurna dan sehat saja akan sangat dia syukuri, karena kecantikan itu bukan hanya dari wajah atau kadar make up semata. Dia hanya ingin putrinya itu memiliki kebaikan dalam hidupnya.     

"Ini benar-benar keajaiban " yoga masih belum percaya bayi cantik yang digendongnya itu begitu sehat dan cantik.     

"Kamu mau makan apa? " tanya ibu ketika nita sudah dipindahkan ke ruang perawatan yang juga terdapat rawat gabung bersama dengan bayi cantiknya.     

"Nanti saja bu " nita sepertinya kelelahan, saat ini dia hanya ingin beristirahat sejenak.     

"Bubu " axel duduk disamping nita, dia mencium pipi nita dan tersenyum ke arahnya.     

"Apa aku boleh memberinya nama? " axel meminta ijinnya.     

Nita menjawab dengan senyuman dan anggukkan kepalanya.      

Axel lalu melihat ke arah yoga yang juga memberikannya ijin untuk memberikan nama pada adik pertamanya itu.     

"Yunna rielsa pratama " ucap axel.     

"Karena yunna itu pemberani " sambung axel, "dia memiliki nama ibu dan ayah juga, seperti aku "     

"Cantik sekali namanya " nita memuji nama yang axel berikan untuk adiknya itu.     

"Kamu pintar memilih nama " yoga pun ikut memuji nama yang axel berikan dan dia akan menyetujuinya, agar axel merasa diapun punya andil dan tidak akan merasa tersisihkan karena kehadiran sang adik...     

Note :      

-verniks kaseosa : adalah sejenis substansi lemak yang menyerupai keju. Zat ini berasal dari kelenjar minyak bayi dan terdiri dari sel minyak serta sel kulit yang telah mengelupas. Zat ini menutupi janin selama tiga bulan terakhir.     

-Partus set : alat untuk persalinan     

-station : penurunan kepala     

-hecting : menjahit     

-perineum : vagina      

-portio : mulut rahim     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.