cinta dalam jas putih

Sebuah Legalitas



Sebuah Legalitas

0"Janji, tidak bekerja terlalu keras dan jangan sampai kamu banyak pikiran! " yoga berucap sambil berjalan disamping nita pagi ini menuju ke rumah sakit tempat mereka bekerja.     

"Walaupun berat badan bayi sudah mencapai dua ribu lima ratus, kamu tetap tidak boleh merubah jadwal makan siangmu! " yoga kembali menyambungkan ucapannya yang berisi perintah-perintah yang harus nita ikuti.     

Nita menoleh ke arah yoga dan memperlihatkan senyuman lebarnya, "masih ada lagi pak dokter? "     

"Aku sedang mencatatnya supaya tidak lupa " dia kembali berkata, membuat yoga tertunduk menyembunyikan senyumannya untuk beberapa detik dan kembali memandangi nita. Satu tangannya merapikan anak rambut nita yang keluar dari ikatan rambutnya karena angin.     

"Yang terakhir cukup mengirimku pesan padaku bahwa kamu baik-baik saja " dia lalu berkata sambil terus merapikan rambut nita.     

"Baiklah akan aku laksanakan " ucap nita dengan wajahnya yang berubah seperti tomat matang, semua orang yang lalu lalang dihadapan mereka terlihat memperhatikan sikap yoga pada nita.     

"Aku rapikan sendiri saja,,, " nita sedikit menjauhi yoga dan merapikan rambutnya dengan kedua tangannya, dia bukan tidak ingin mendapat perhatian berlebihan seperti itu. Tetapi dia sangat menjaga nama baik yoga di depan semua orang, jangan sampai mereka menyebutnya laki-laki yang terlalu digelapkan oleh cinta hingga melakukan hal manis dimanapun.     

Orang-orang mengetahuinya sebagai sosok yang tegas dan dingin, cukup seperti itu saja di tempatnya bekerja. Karena dia tahu, dia akan sangat berubah ketika sedang berdua saja.     

"Kalau aku tidak mengangkat telponku kamu hubungi saja dion " ucap yoga ketika mereka berada di koridor yang akan memisahkan jalan mereka ke tempat bekerja masing-masing.     

"Siap, pak dokter " nita berucap seraya menahan nafasnya, dalam pikirannya pun terlintas untuk apa dia menghubungi dion.     

"Hati-hati " ucapan terakhir yoga dengan senyuman lebarnya.     

"Iya " nita membalas senyuman yoga dan bersiap melangkahkan kakinya menuju ke ruang bersalin tetapi yoga kembali memanggilnya dan membuat langkahnya terhenti dan berbalik.     

"Usahakan tidak bicara dengan khalif walau kalian berpapasan secara tidak sengaja " ucapnya, "karena aku pasti tahu walau tidak melihatnya "     

Nita tertegun, yoga mengucapkan kata yang pertama kali di dengarnya. Dia melarang nita bicara dengan laki-laki di masa lalunya.     

"Atau nanti aku benar-benar akan membuat semua kepala ruangan itu adalah perempuan! " dia mengucapkan ancaman, tapi di akhir ucapannya dia tertawa kecil.     

Nita mengerutkan dahinya, tawanya muncul bersamaan dengan wajahnya yang memperlihatkan ketidakpercayaannya.     

"Sekarang cepat masuk ke ruanganmu! " satu tangan yoga mengibas memerintahkan nita untuk melanjutkan langkahnya.     

"Aku akan memastikan kamu masuk ke ruanganmu dari sini! "     

Nita segera berbalik, dia menggelengkan kepalanya seraya melangkah mendengar kegilaan yang yoga sebutkan tadi. Dia memang mempunyai kedudukan yang bisa merubah apapun di tempat kerjanya, tapi jika dia melakukannya karena hal pribadi itu sangat lucu dan membuat nita lagi-lagi harus menertawakan sifat yoga yang semakin lama terbongkar dengan sendirinya ke hadapannya.     

"Rasti " nita memanggil salah satu rekannya ketika berada di ruangannya.     

"Ke kantorku sebentar "      

Rasti yang telah beranjak dari duduknya memganggukkan kepalanya. Dia berjalan menuju kantor nita yang terletak tidak jauh dari tempat awalnya terduduk.     

Dia melihat nita yang duduk di kursinya dengan tumpukan map yang secara satu persatu dia sedang baca.     

"Ada apa bu? " tanya rasti dengan sedikit canggung, "bagaimana keadaan ibu hari ini? "     

"Ibu terlihat semakin cantik setelah mengambil cuti "     

Nita tersenyum malu mendapat pujian dari rasti di pagi hari, ini pertama kalinya dia mendengar pujian dari rekan kerja di tempat barunya.     

"Terima kasih pujiannya " ucap nita, "wanita hamil itu memang sedikit lebih glowing dari yang lain karena bawaan kehamilan! "     

Rasti tertawa tetapi wajahnya masih terlihat tegang, dia belum terbiasa mengobrol dengan nita.     

"Tapi memang ibu cantik kalaupun tidak sedang hamil " lagi-lagi pujian rasti terlontar dari mulutnya untuk nita.     

"Aku tidak seperti itu,,, " nita merasa kupingnya akan semakin gatal jika terus mendengar pujian itu.     

"Duduklah, ada yang ingin aku tanyakan padamu " nita lupa sedari tadi mereka bicara dia membiarkan rasti terus berdiri.     

"Santai saja, aku hanya ingin memastikan sesuatu yang aneh " dia masih membaca lembar demi lembar kertas yang berada di hadapannya.     

Rasti duduk dengan senyuman, dia mulai menyingkirkan kecanggungannya. Beberapa detik dia merasakan kekaguman pada wanita di hadapannya itu, dia lembut tapi memiliki kharismatik yang berbeda. Ketegasannya terlihat tidak mengintimidasi seseorang, jika kesalahan terjadi maka dia memperbaikinya kesalahan tersebut.     

Kemudian terlintas dalam pikirannya, pantaslah seorang dokter yoga memutuskan untuk menikahinya. Kecantikannya muncul karena kepintaran dan sikapnya yang ramah.     

Nita mengerutkan dahinya bersamaan dengan senyumannya ketika memergoki rasti yang tengah memperhatikannya.     

"Saya rasa ada yang kurang dari file ini " ucap nita, "saya tidak menemukan surat ijin praktek beberapa bidan dari dinas kesehatan, apa memang belum dikumpulkan atau memang tidak ada "     

"Yang memilikinya cuma kamu dan dinar saja " nita lalu kembali memastikan bahwa yang dia lihat itu benar, dan kembali membaca satu persatu.     

"Kamu tahu kan itu sangat penting untuk legalitas " sambung nita, "dan juga itu adalah bukti bahwa kalian layak praktek, seperti sebuah pengakuan kerja yang tertulis "     

"Iya, bu. Tapi,,,, " rasti tidak melanjutkan perkataannya, "saya hanya mendengarnya saja tapi tidak tahu itu benar atau tidak, jadi saya takut membicarakannya dengan ibu "     

"Bicara saja, saya tidak apa-apa " nita meyakinkan, "supaya saya bisa memutuskan rencana untuk kinerja kita supaya menjadi lebih baik "     

Rasti menganggukkan kepalanya, "yang saya dengar banyak dari rekan saya yang masuk kerja ketempat ini tidak melalui seleksi apapun, mereka mempunyai orang dalam yang bisa dengan mudah memasukkan mereka bekerja "     

Nita mengambil kesimpulan 'orang dalam' yang rasti sebutkan tadi pastilah orang yang sangat memiliki pengaruh besar.     

"Benarkah,,, " nita terlihat sedih, tempatnya bekerja yang pada awalnya sangat dia kagumi karena kedisiplinan dan mengutamakan legalitas pekerja harus berubah menjadi seperti ini.     

"Dan kalau sudah seperti ini kita tidak merubah apapun " dia menarik nafasnya dalam-dalam, "sepertinya jalan satu-satunya cuma mengirimkan secara bergantian rekan kita yang belum memiliki sertifikat pelatihan apapun supaya surat ijin mereka bisa turun "     

"Ibu mau membantu mereka? " rasti terkejut.     

Nita tersenyum tipis, "mau bagaimana lagi, mengeluarkan mereka tidak akan bisa jadi jalan satu-satunya cuma memberi kesempatan pada mereka untuk belajar memperbarui ilmu mereka "     

"Jadi, saya akan minta maaf lebih dulu padamu " sambung nita, "kamu harus bekerja lebih ekstra karena kamu harus mengajari mereka juga "     

"Tapi mereka,,, "     

"Tidak boleh ada yang menolaknya! " nita menyela ucapan rasti yang pasti akan mengatakan bahwa mereka tidak mempedulikan perintah nita.     

"Kamu buat jadwalnya supaya tidak mengganggu jadwal dinas masing-masing tim " nita menyambungkan perintahnya, "saya mau minggu ini selesai "     

"Apa kamu bisa? "     

"Saya akan usahakan, bu " rasti menoleh ke arah nita, dia mengerutkan dahinya terheran.     

Bukankah tadi pimpinannya itu mengatakan hal bernada perintah padanya, tetapi ketika melihat wajahnya dia sama sekali tidak terlihat marah.     

Tapi sepertinya ini akan menjadi masalah untuknya, karena walaupun dia senior di ruangan ini dia tidak dapat melakukan apapun. Dia yang bukan anak siapa-siapa selalu terkalahkan oleh para juniornya yang sebagian besar memiliki latar belakang keluarga yang berpengaruh di tempatnya bekerja.     

"Kenapa bidan sani tidak pernah memikirkan hal yang sama denganmu dulu,,, " yoga yang telah selesai mendengarkan cerita permasalahan baru di tempat nita bekerja menghampiri nita yang telah terbaring di tempat tidur.     

Malam ini istrinya itu bercerita banyak tentang pekerjaannya, ini sudah menjadi kebiasaan mereka bercerita sebelum mereka tertidur. Tetapi yoga tidak pernah mendengar keluhannya, dia sangat jarang mendengarnya.     

"Sekarang kamu tahu, kenapa pelayanan kita semakin buruk " ucap yoga, "jika rasa tanggung jawab pemberi pelayanan tidak ada, pada peraturan saja mereka tidak takut apalagi dengan pimpinan mereka yang sama-sama wanita muda "     

Nita mengerutkan dahinya, "muda? "     

"Iya, kamu itu golongan wanita muda " jawab yoga dengan tawanya, "dan nanti juga setelah melahirkan masuk ke kelompok ibu muda! "     

Nita tertawa kecil, yoga mulai mengacaukan pembicaraan mereka. Jika dia sudah bercanda seperti itu nita tahu pasti dia akan kesulitan mendapatkan solusi.      

"Aku peluk saja suamiku! " cetus nita melingkarkan tangannya di pinggang yoga yang terbaring di sampingnya.     

"Sepertinya sudah mulai kacau " sambung nita.     

Yoga tertawa kecil mendengar nita menyebutnya kacau, padahal dia sengaja mengalihkan pembicaraan tadi agar istrinya itu tidak terlalu banyak pikiran. Permasalahan yang nita temukan tadi pagi tentu saja dia yang akan membantunya tanpa nita ketahui.     

"Istriku wangi sekali malam ini! " yoga menciumi rambut nita, "kamu pintar sekali memilih wangi parfum "     

"Hahhh, mulai... " ucap nita pelan, senyumannya muncul ketika bibir yoga yang pada awalnya menciumi kepalanya berpindah ke telinganya.     

"Nah, mulai nakal! " cetus nita menarik satu telinga yoga dengan tangan kanannya ketika ciuman yoga semakin turun ke lehernya, membuatnya merasa geli.     

Yoga mengusap telinganya untuk beberapa detik, "sama orang lebih tua melakukan hal seperti itu adalah dosa! "     

Nita memperlihatkan wajah terkejutnya ketika melihat telinga yoga memerah, sepertinya tadi dia terlalu bertenaga menarik telinga yoga.     

"Maaf,,,, " nita memasang wajah menyesal, dia mengusap telinga yoga supaya membaik sambil menahan tawanya. Tindakannya kali ini benar-benar keterlaluan.     

"Hilang sakitnya dengan cepat! " nita lalu meniup telinga yoga, seperti yang sering neneknya lakukan dulu sewaktu kecil ketika terjatuh nenek selalu meniup lukanya agar cepat sembuh.     

Yoga bereaksi lain ketika nita meniup telinganya, dia merasa bulu kuduknya berdiri. Dia merinding karena kegelian, sampai wajahnya terlihat sama memerah.     

"Sayang, kalau seperti itu setelah telinganya sembuh ada tempat lain yang sakit! " ucap yoga, dia meraih pipi nita agar berhenti melakukan sesuatu yang ekstrim padanya.     

"Yang mana? " nita bertanya polos, "apa mau aku tiupkan juga? " lalu kedua sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman.     

Yoga tertunduk beberapa detik untuk menyembunyikan tawanya, dia sudah berusaha menahan godaan yang selalu muncul setiap kali nita dekat seperti sekarang ini.      

"Aku mandi lagi saja! " dia lalu memutuskan untuk mandi air dingin menghilangkan ketegangannya.     

Nita meraih satu tangan yoga menahannya untuk beranjak dari tempat tidur, dengan senyumannya yang masih terlihat.     

"Apa oppa dokter kehilangan keinginan berhubungan dengan wanita yang perutnya membesar seperti ini! " satu tangan nita yang lain menunjuk ke arah perutnya yang membesar.     

Tadi itu nita hanya berpura-pura tidak mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh yoga.     

Kedua alis yoga terangkat, nita menyebutnya kehilangan gairah ketika melihat perut istrinya yang membesar. Padahal sekarang ini dia sedang melawan hawa nafsunya sendiri, karena nita baru saja melewati masa cutinya.     

"Bukan begitu tapi apa kamu tidak takut? " yoga kembali duduk disamping nita.     

"Sedikit " nita bicara malu-malu, "makanya aku berani menawarkannya,,, "     

Wajah yoga terlihat sumringah, "kita coba hati-hati saja, asalkan kamu tidak terlalu banyak bergerak! "     

Wajah nita seketika memerah, dia malu ketika yoga berkata seperti itu.     

"Jangan bicarakan itu! " nita memukul kecil tangan yoga, "aku jadi malu! "     

Yoga tertawa gemas melihat reaksi nita yang malu karena ucapannya, dia selalu membuat malam-malam yang yoga lalui penuh dengan tawa.      

Satu tangannya tersimpan di pipi nita dan lalu diciumnya kening nita dengan penuh perasaan cintanya yang semakin lama justru semakin bertambah...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.