cinta dalam jas putih

Tatapan Tajam



Tatapan Tajam

0Yoga mendapati nita yang selalu bangun lebih dulu darinya setiap pagi, dia baru saja keluar dari kamar mandi dan mengeringkan rambutnya dengan handuk.     

Kedua matanya kompak menutup ketika nita menoleh ke arahnya, yoga berpura-pura masih tertidur.     

"Bagaimana aku mengambilnya! " nita berucap pelan ketika handuk kecil yang menutupi rambutnya yang basah terjatuh.     

Dia berniat membungkukkan badannya tetapi sepertinya perutnya yang membesar menghalanginya, hanya satu tangannya yang berusaha meraih handuk itu.     

"Kenapa dia memaksakan diri! " yoga bergegas bangun dan beranjak dari tempat tidurnya, langkah cepatnya membantu nita untuk berdiri tegak.     

"Tidak perlu diambil! " yoga sedikit bernada tinggi, "biarkan saja! "     

Dia membantu nita untuk duduk di kursi meja rias, dan kembali ke tempat awal nita untuk memungut handuk milik nita.     

"Kamu kan bisa memanggilku " ucap yoga, "atau biarkan saja nanti aku yang mengambilnya! "     

Dia terus menerus mengulangi ucapannya pada nita. Mengomel kesana kemari pada nita hanya karena handuk yang terjatuh.     

"Oppa dokter " panggil nita, "ini masih pagi,,, "     

"Masa cuma gara-gara handuk bicaranya seperti mengajak ribut! "     

Yoga seketika terdiam, dia terlihat menyadari memang kata-katanya yang terdengar seperti orang marah.     

"Apa kamu baik-baik saja? "     

Pertanyaan yoga itu membuat kerutan di dahi nita terlihat jelas, heran karena tiba-tiba yoga menanyakan keadaannya. Setakut itukah yoga hanya karena nita tidak meminta pertolongan padanya.     

"Kenapa? " nita balik bertanya.     

"Aku tadi bicara dengan nada tinggi,,, " yoga mengusap kedua pundak nita, dia lalu memeluknya dari arah belakang.     

"Aku minta maaf " ucapnya lagi, "tadi itu tiba-tiba saja nada bicaraku tinggi "     

Nita terkejut dengan permintaan maaf yoga, dia lalu tersenyum lebar mengusap pipi yoga.     

"Tidak apa-apa " ucapnya, "sekali-sekali kita ribut karena hal kecil kan wajar, perkataan yang tadi tidak aku masukan ke dalam hati jadi tenang saja "     

"Tidak perlu minta maaf juga " sambung nita, "oppa dokterku itu tidak pernah salah dimataku "     

Yoga begitu malu mendapat pujian seperti itu oleh nita, dia menempelkan pipinya di pipi nita. Memandangi wajah istrinya itu yang pagi ini terlihat berbeda di depan cermin .     

"Sayang, sepertinya hari ini aku terus memandangi wajahmu " ucap yoga.     

"Bercahaya,,, " sambung yoga sambil terus menerus menciumi pipi nita.     

"Hmm,,, " nita menjauhkan wajah yoga dengan satu tangannya, "oppa dokter belum mandi! "     

"Mandi sana,,, " dia sedikit berteriak.     

Yoga tertawa kecil dan semakin sengaja menciumi pipi nita walaupun menolaknya.     

"Sekarang kamu pura-pura menolak " ucap yoga, "padahal semalam kamu yang merayuku! "     

Wajah nita seketika memerah, "cepat mandi, nanti terlambat berangkat kerja! "     

Yoga melirik ke arah jarum jam di dinding kamarnya, sebenarnya dia masih ingin menggoda istrinya itu. Tapi kewajibannya di tempat kerja memaksanya untuk berhenti dan bersiap diri.     

Senyuman nita perlahan memudar ketika yoga masuk kedalam kamar mandi, dia memandangi dirinya di depan cermin. Dia selalu mengatakan pada setiap pasiennya wajah wanita yang akan mendekati masa persalinan lebih mudah dilihat, mereka seolah mengeluarkan aura dari dalam dan lebih bercahaya.     

"Usia kehamilannya memang sudah tiga puluh enam minggu,, " ucap nita pada dirinya sendiri, tapi dia merasa apa yang diperkirakannya akan sangat tepat. Dia merasa akan melahirkan calon bayinya tiga sampai empat minggu kedepan.     

Dia dengan cepat membuyarkan lamunannya, dan cepat-cepat bersiap untuk pergi ke tempatnya bekerja.     

"Aku akan hati-hati dan tidak akan merubah jam makan siangku! " nita mendahului yoga bicara sesampainya di rumah sakit, "dan aku pasti akan mengirimkan pesan kalau aku baik-baik saja! "     

Yoga termangu untuk beberapa detik mendengar nita yang begitu hafal dengan apa yang sudah dia perintahkan pada nita kemarin. Lalu tawanya muncul, satu tangannya membelai lembut rambut nita.     

"Istri yang baik,,, " pujinya.     

"Aku masuk dulu " nita berpamitan pada yoga, setelah dia mencium tangan yoga langkahnya mulai menjauhi sosok yoga memasuki ruang bersalin.     

Nita memasuki ruangannya, memandangi keanehan di sekitar ruangannya yang sepi tanpa satupun orang.     

Setelah dia menyimpan tasnya dia berjalan menuju ruang tindakan, dan melihat rekan-rekannya berkumpul.      

Dia melihat tim yang berjaga malam masih berada disana berkumpul di satu titik, terlihat rasti yang seperti tengah memasangkan oksigen pada pasien.     

"Ada apa? " tanya nita, memasuki kerumunan dan memandangi pasien yang terlihat lemah.     

"Kami sedang hand over tiba-tiba pasien mengeluh sesak " jawab rasti.     

Nita merogoh saku seragamnya dan mengeluarkan oxymeter dan menjepitkannya di jari telunjuk pasien.     

"Sebaiknya pakai NRM " nita menyarankan seperti itu ketika melihat saturasi pasien yang delapan puluh empat.     

"Baik, bu " rasti mengikuti instruksi nita.     

"Observasi keadaan umumnya " lalu nita berbalik ketika angka sembilan empat yang ditunjukan oleh oxymeter. Dia merasa mungkin pasien tersebut kelelahan setelah melahirkan.     

"Ibu " panggil rasti.     

"Kenapa pasiennya apneu? " dia lalu melakukan pemeriksaan nadi.     

Nita dengan cepat kembali ke posisi semula, berdiri di samping pasien. Melakukan pemeriksaan nadi karotis, setelah dia tidak dapat menilainya dia menepuk kedua pundak pasien dengan telapak tangannya.     

"Ibu! " dia menepuk untuk kedua kalinya.     

Nita menoleh ke arah stafnya yang hanya memperhatikannya.     

"Cepat cari bantuan " nita meminta esha untuk menghubungi seseorang.     

Dengan cepat dia mengeluarkan ponsel miliknya dan menghubungi dion.     

"Saya harus bilang seperti apa bu? " esha tergagap.     

"Bilang saja code blue di ruang bersalin! " dis situasi seperti ini nita masih harus mengajari mereka yang seharusnya telah tahu apa yang harus mereka lakukan.     

"Saya ambil emergency kit! " hanya rasti yang dengan cepat memiliki inisiatif.     

Nita menganggukkan kepalanya seraya kembali melakukan pemeriksaan nadi di bagian leher pasien, dan kali ini dia tidak dapat menilainya.     

Dia melihat ke arah dinar, "coba lakukan bantuan hidup dasar "     

Dinar membulatkan kedua matanya, mulutnya menganga dan dia terlihat ketakutan seraya menggelengkan kepalanya menolak perintah nita.     

"Siapa dari kalian yang bisa? " nita bertanya seraya bersiap di samping pasien, rencananya adalah dia akan membimbing dan salah satu dari stafnya yang melakukan tindakan tersebut mengingat kondisinya tidak memungkinkan dia yang melakukan tindakan itu.     

Tidak ada satupun yang berani melakukannya, membuat nita kehilangan akal sehatnya. Dia naik ke atas tempat tidur pasien dan meletakkan kedua tangannya saling bertumpu di dada pasien.     

Lengannya tegak lurus diatas dada pasien, dia mulai melakukan kompresi dada dengan menekannya di kedalaman lima centi dia terlihat menghitungnya dan melakukan kompresi tersebut dengan sekuat tenaga yang dimilikinya.     

"Ibu! " rasti yang kembali ke ruang tindakan bersama dengan dion terkejut dengan apa yang sedang dilakukan nita.     

"Saya ambil alih " dion dengan cepat menggantikan nita melakukan kompresi dada, "ibu melakukannya berapa siklus? "     

"Itu baru siklus pertama " jawab nita dengan nafasnya yang terengah-engah.     

Dion menganggukkan kepalanya sambil memandangi dengan penuh amarah ke seluruh orang-orang yang tidak bermanfaat dan terlalu ego membiarkan wanita melakukan tindakan seperti itu.     

"Kenapa ibu melakukan tindakan yang beresiko pada kehamilan ibu! " rasti begitu khawatir melihat nita yang berdiri disampingnya.     

"Tidak apa-apa " jawab nita singkat, dia lalu menoleh ke arah dinar.     

"Kamu informnt consent pada suami pasien tentang kondisi pasien! "     

Sekarang nita tahu, bahwa semua rekan-rekannya disini membutuhkan pendidikan dasar yang harus mereka punya. Karena hal seperti ini pasti akan terjadi di waktu yang tidak terduga.     

Dia memang bukan tuhan yang bisa menyelamatkan pasien dari kematian, tapi dia hanya ingin menerapkan pada semua stafnya untuk berhenti pada keputusan tuhan setelah semua usaha yang terbaik telah dilakukan pada pasien. Semua nyawa sangat berharga, dan semua pasiennya adalah orang-orang yang sangat berharga baginya.     

"Dokter anestesi sudah menyetujui alih rawat ICU " dion memberitahukan nita setelah dia memasang intubasi pada pasien.     

"Beruntung pasien dengan cepat mendapatkan tindakan " dia kembali berkata, "selamat, bu. Usaha yang membahayakan diri ibu sendiri akhirnya berhasil "     

Nita tersenyum kecil, "saya tidak akan berhasil tanpa bantuanmu "     

"Terima kasih "     

Dion menganggukkan kepalanya dan melihat ke arah rasti, "sebaiknya antar ibu ke ruangannya untuk beristirahat "     

"Baik " rasti lalu memaksa nita untuk mau ke ruang kerjanya agar beristirahat setelah dia melakukan tindakan kompresi dada satu siklus.     

Dion memandangi dinar dengan matanya yang terlihat penuh kemarahan.     

"Apa saja yang kamu bisa ketika sedang bekerja? " pertanyaannya ketus, "melakukan hal dasar saja kalian tidak bisa! "     

"Apa kamu memang benar-benar lulus dari kuliahmu atau lulus dengan uang yang kamu punya? "     

Dinar merasakan penghinaan yang dion lontarkan padanya kali sudah benar-benar menyakiti hatinya.     

"Jika kerjamu seperti ini, aku bisa dengan langsung memberikan nilai padamu " dia berucap kembali dengan sorotan matanya yang tajam ke arah dinar.     

"Nol besar! " dia dan satu rekan ahli anestesi mendorong tempat tidur yang mana pasien yang telah nita selamatkan terbaring untuk dia bawa ke ruang ICU.     

Nita menarik nafasnya dalam-dalam memperhatikan semua staf yang sengaja dia kumpulkan hari ini secara langsung setelah kejadian menegangkan tadi.     

"Saya kecewa dengan kinerja kalian " ucap nita memecah keheningan.     

"Baiklah sepertinya saya harus membuat keputusan sekarang " sambungnya, "tapi saya mau melihat siapa saja yang belum melakukan pelatihan PPGDON dan asuhan persalinan normal? "     

Setelah dia mengajukan pertanyaan, kepusingannya semakin bertambah ketika hampir seluruh stafnya belum pernah melakukan pelatihan tersebut. Lagi-lagi dia harus menarik nafasnya dalam-dalam.     

"Apa yang harus aku lakukan pada anak-anak pejabat ini! " cetus nita dalam hatinya seraya memandangi satu persatu satfnya kali ini.     

"Lakukan pelatihan secara terjadwal atau kalian mengajukan mutasi untuk pindah keruangan lain! " akhirnya nita membuat keputusan yang dia tahu akan sangat mengancam posisinya sebagai kepala ruangan.     

Nita melihat wajah kekecewaan dari mereka, bahkan dia merasa ada banyak stafnya yang kemudian jadi membencinya. Tapi sekarang ini dia tidak akan mempedulikannya, semua yang dia putuskan untuk kebaikan semua orang.     

"Saya tidak suka ada penolakan di belakang saya " nita menambahkan, "jika kalian menolak lebih baik langsung katakan pada saya dan dengan senang hati saya akan mengajukan surat mutasi untuk mereka yang menolak "     

"Karena saya tidak mau kejadian seperti ini terulang lagi! "     

Semua stafnya yang hadir terdiam, mereka tahu pimpinannya kali ini tidak hanya mengucapkan ancaman pada mereka tapi terlihat bahwa nita sedang meyakinkan mereka ancamannya bukan hanya sebuah ucapan saja tapi dia akan merealisasikannya. Jika kebaikannya tidak pernah mereka terima, nita merasa hari ini dia harus memberikan mereka sedikit pelajaran berharga dalam hidup.     

"Kenapa aku merasa aneh " ucap nita dalam hatinya, ketika yoga tidak berkata apapun di dalam mobil selama perjalanan pulang mereka.     

Dia hanya terdiam fokus pada kemudi dan jalan-jalan di hadapannya.     

"Apa dion mengatakan semua yang aku lakukan tadi? " tebaknya.     

Dia kembali menoleh ke arah yoga yang masih terdiam, dia ingin sekali perjalanan kali ini lebih cepat sampai. Dia merasa tidak nyaman pada perutnya sekarang ini.     

Yoga tahu nita sedang memperhatikannya, dia menoleh sekilas dengan tatapan tajamnya. Membuat nita tertunduk, dia tahu sekarang ini dia sedang marah besar padanya walaupun tidak berkata dengan keras padanya. Tapi kedua tatapan tajam itu sudah memperjelas kemarahannya..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.