cinta dalam jas putih

Kata Maaf



Kata Maaf

"Kita makan dimana ya,,, " ucap yoga sambil terus fokus pada kemudinya, dia juga melihat ke sekitarnya untuk mencari makanan yang cocok untuk nita.     

Setelah dia menunjukan restoran yang menyajikan hidangan laut dan nita dengan cepat menolaknya, dia harus kembali mencari tempat yang akan disukai oleh nita.     

"Sayang kita makan disini? " yoga berhenti tepat di sebuah restoran yang menyediakan berbagai makanan korea.     

Yoga tahu pasti tidak akan menolaknya karena makanan korea menjadi makanan favoritnya.     

Dia menunggu begitu lama jawaban dari nita yang masih terus memandangi tempat yang berada di hadapannya. Ini sudah kelima restoran yang dia tunjukkan pada nita, tapi dia tidak menyukainya dan akhirnya mereka harus mencari tempat lain.     

"Tapi aku belum lapar " ucap nita tidak bersemangat.     

"Belum lapar,,, " ucap yoga pelan dengan wajahnya yang kebingungan, beberapa waktu yang lalu setelah keluar dari bandara nita memintanya untuk membeli makanan. Tapi setelah dia susah payah mencarikan tempat yang spesial untuknya dia hanya menjawab belum lapar.     

"Kenapa? " nita mempertanyakan wajah yoga yang terlihat aneh itu.     

"Oppa dokter kesal ya? " tanya nita kembali.     

Yoga lalu merubah wajahnya yang aneh menjadi sumringah, walaupun sedikit dipaksakan.     

"Siapa yang kesal " bantah yoga, dia lalu memperlihatkan senyumannya yang penuh dengan kesabaran menghadapi kerumitan yang diinginkan ibu hamil.     

"Sekarang kamu mau kemana? " tanya yoga, "aku antar kemanapun "     

Nita tersenyum lebar, "aku mau pergi ke mall, supaya aku bisa membeli sesuatu barang! "     

Yoga dengan cepat berpikir lokasi mall yang dekat dengan restoran yang yoga pilihkan untuk nita.     

"Tapi aku mau mall yang dekat dengan rumah sakit! " nita menambahkan lagi permintaannya.     

Dahi yoga berkerut, "sayang, bukannya itu berarti perjalanan kita jadi dua kali lipat lebih jauh? "     

"Kalau tidak salah di dekat sini juga ada mall " dia lalu memberikan alternatif lain pada nita.     

"Ya, sudah pulang saja! " nita bicara ketus.     

Seketika tidak ada lagi senyuman di wajah nita, dia membatu dan terdiam seraya menyilangkan kedua tangannya.     

Yoga menarik nafasnya dalam-dalam, tetapi di dalam hatinya tidak sedikitpun muncul kekesalan. Dia justru ingin sekali tertawa, karena ini pertama kalinya nita membuat permintaan yang sedikit mengerjainya.      

"Iya, kita kesana " yoga lalu mengibarkan bendera putih, dia mengalah tanpa syarat. Semua yang nita inginkan akan dia penuhi, dan juga dia tidak akan lagi berbuat hal yang aneh-aneh kembali agar istrinya itu tidak menghukumnya lagi seperti ini.     

Mereka harus menempuh perjalan yang lumayan jauh untuk bisa ke tempat yang nita inginkan, tapi semuanya harus yoga ikuti. Sesekali dia menoleh ke arah nita yang terlihat senang karena dia mau mengikuti semua keinginannya.     

"Kamu mau membeli apa? " tanya yoga sesampainya di tempat tujuan, dia memegangi satu tangan nita.     

"Peralatan bayi " jawab nita dengan senyumannya yang merekah.     

"Oke " yoga senang melihat nita tersenyum seperti itu, walaupun dia tahu senang yang dirasakan oleh istrinya itu karena dia dapat berbelanja dan membeli yang dia inginkan. Bukan kesenangan karena pengorbanannya yang rela mengalah dan mengantarnya untuk berbelanja.     

Nita terus memperhatikan wajah yoga yang masih baik-baik saja sambil berjalan menuju ke tempat tujuan mereka untuk membeli peralatan bayi.     

"Kamu beli saja yang kamu sukai " ucap yoga pada nita ketika mereka sudah berada di dalam toko.     

Nita terlihat memutarkan pandangannya ke seluruh penjuru tempat, semuanya sangat menarik di matanya. Seketika dia berpikir jika tiba-tiba menjadi anak sultan dia akan membeli semuanya untuk disimpan di istananya, lalu tawa tanpa suaranya muncul menertawakan pikiran diluar batasnya.     

"Kenapa malah tertawa " yoga terheran, "kamu pilih saja, yang sesuai untuk putri cantik kita "     

Nita terdiam sejenak, "kenapa aku bisa lupa ya! "     

"Lupa apa? " tanya yoga.     

"Aku lupa sudah membeli semua peralatan bayi minggu kemarin dengan ibu! " ucap nita dengan wajah tanpa merasa berdosa yang di tutupi dengan senyuman.     

"Kita ketempat lain saja " dia lalu melangkahkan kedua kakinya keluar dari toko yang menyediakan perlengkapan bayi.     

Sesampainya di luar dia kembali melayangkan pandangannya ke seluruh toko-toko yang ada di hadapannya.     

"Kalau kamu masih mau membeli peralatan bayi beli saja " ucap yoga yang mengikuti langkahnya dari belakang.     

"Tidak apa kalaupun sudah membelinya " sambung yoga memastikan pada nita untuk tidak perlu memikirkan tentang uang yang akan dikeluarkan untuk membeli semua yang dia inginkan.     

Nita menggelengkan kepalanya, "tapi aku berubah pikiran "     

Dia lalu tersenyum ke arah yoga, "aku boleh membeli tas? " dengan kedua matanya yang berbinar-binar.     

"Boleh kan? " lalu memasang wajah yang memelas seperti meminta belas kasihan dari yoga.     

Melihat dan mendengar nita yang menghiba seperti itu yoga tidak dapat berkutik.     

"Boleh " lagi-lagi dia mengikuti kemauan nita dengan sikap sabarnya.     

"Disana! " nita lalu menunjuk ke arah toko yang berada di depannya.     

Dia tidak dapat berjalan lebih dulu karena sedari mereka sampai, yoga tidak pernah melepaskan genggamannya. Dia memperlakukan nita seperti anak kecil yang tidak boleh lepas dari pengawasan orang tua ketika berada di sebuah keramaian.     

"Kamu suka yang mana? " tanya yoga.     

Dia memutuskan untuk bertanya karena sedari tadi nita hanya berkeliling melihat semua tas yang terpajang di toko yang mereka kunjungi.     

"Yang mana ya,,, " nita masih memikirkan tas mana yang dia ingin beli. Melihat semua harga tas yang membuat matanya melotot itu semakin menciutkan keinginannya membeli satu dari tas itu. Harganya tidak sebanding dengan gaji yang dia dapat, lagi-lagi tawa tanpa suaranya muncul.     

"Kenapa tertawa? " yoga semakin heran dengan sikap nita, "kamu pilih saja yang kamu suka "     

"Aku tidak menyuruhmu membayarnya dengan uang gajimu kan! " ucap yoga meyakinkan nita bahwa semua yang dia inginkan tidak akan mengambil sedikitpun uangnya, karena yoga yang akan membayarnya.     

Nita tersenyum kecil, "ternyata harga mahal itu tidak menjamin menarik hati pembeli! " karena tujuannya memang tidak ingin membelinya, dia hanya sedang ingin memberitahukan pada yoga bahwa dia sedang tidak baik-baik saja. Ada hal yang membuatnya kecewa dan marah sekarang ini.     

Dia lalu bergelayut di tangan yoga, "aku beli sepatu saja ya,,, "     

"Sekarang pindah ke sepatu? " yoga mengerutkan dahinya, sudah dua toko yang mereka kunjungi dan berputar-putar melihat barang yang pada awalnya diinginkan nita dengan hasil akhir yang sama, dia tidak jadi membeli satupun barang yang dilihatnya.     

"Iya sepatu! " ucap nita, dia membawa yoga keluar dari toko tas untuk mencari toko sepatu yang diinginkannya.     

"Baiklah, aku mengakui kesalahanku " dia menahan langkah nita, mereka berhenti tepat di depan sebuah toko sepatu.     

Yoga membawa nita untuk duduk di sebuah kursi yang sengaja disediakan untuk pengunjung. Karena nita sudah berputar-putar melihat barang-barang tadi, dia takut kakinya akan kesakitan karena terlalu lama berdiri.     

"Aku minta maaf " ucap yoga memandangi mata nita, dia mengakui kesalahannya karena tidak membicarakan lebih dulu dengan nita akan mengantar dokter edwin di bandara dan juga dia sengaja meninggalkannya untuk bisa bicara dengan dokter edwin.     

"Seharusnya aku minta pendapatmu dulu sebelum memutuskannya " yoga menyambungkan ucapannya.     

"Kenapa harus memakan waktu lama baru menyadari kesalahan " nita bicara tanpa memperlihatkan kemarahannya.     

"Bayaran untuk menebus kesalahan itu kan gratis " sambung nita, "cuma bilang maaf dan tidak mengulanginya lagi, kenapa sepertinya berat sekali! "     

"Berapa kalori yang dihabiskan ketika bilang maaf? " lalu dia melontarkan pertanyaannya pada yoga.     

"Atau jadi menurunkan kadar gengsi? " nita mendominasi pembicaraan kali ini.     

Yoga tertawa malu, "iya aku mengaku salah, dan aku minta maaf dari lubuk hati yang paling dalam,,, "     

Dia lalu melirik ke arah nita yang menahan diri untuk tidak tertawa meihat yoga yang mengakui kesalahannya.     

"Kamu masih marah? " tanya yoga.     

Nita menjawabnya dengan gelengan kepala dan wajahnya yang memerah karena menahan tawa.     

"Jadi,,, " yoga berhenti sejenak, "sekarang istriku yang tercinta ini ingin membeli apa? "     

Nita kembali berpikir, karena pertanyaan yoga itu sudah pasti jawabannya adalah tidak ada. Yang pertama karena dia tidak terlalu mengutamakan kebutuhan sekunder, yang kedua adalah dia sedang memberi hukuman pada yoga. Jadi yang sebenarnya dia inginkan adalah sesuatu yang bisa membuat bunyi di perutnya itu berhenti.     

"Aku lapar! " nita memperlihatkan wajah lucunya dengan memajukan bibirnya, "setelah keliling dua toko, melihat harga tas yang tidak berahlak membuat semua energiku habis dengan cepat "     

Yoga tersenyum seraya menundukkan kepalanya, dengan hanya mendengarkan ucapan nita yang tidak banyak bisa membuatnya merasa senang seperti ini.     

"Jadi, karena sekarang kamu tidak marah lagi,, " yoga memegangi tangan nita dan memandanginya, "kamu mau makan dimana? "     

"Terserah "      

Yoga tersenyum lebar, "terserahnya itu mau makan nasi, pizza, japanese food, western food atau korean food? "     

"Mengerti sekali! " nita nyengir, "aku boleh makan steak? "     

"Boleh kalau dimasak sampai matang " yoga memikirkan tempat yang menyajikan makanan yang diinginkan oleh nita.     

"Di lantai dua! " nita sedikit menaikkan volume suaranya, "jangan yang jauh-jauh! "     

Tawa yoga lalu muncul ketika nita sengaja meminta makanan itu karena restoran yang dia lihat di area mall yang mereka kunjungi.     

Dan yoga lagi-lagi mengikuti semua permintaan nita, karena sepertinya kali ini dia tidak sedang marah padanya.     

"Apa yang membuatmu kesal? " tanya yoga ketika mereka menunggu pesanan makanan.     

"Padahal itu adalah terakhir kalinya dokter edwin bicara denganmu "      

"Karena dia mengambil pensilku! " cetus nita seperti anak kecil, "dia bilang itu sebagai kenang-kenangan "     

"Jadi gara-gara pensil yang kamu beli dari anak yang kamu temui di rumah sakit tadi? " tawa yoga muncul setelah mendengar alasan kekesalan nita.     

"Karena anak itu bilang dia akan mengambil kembali pensilnya, itu adalah pensil pemberian teman masa kecilnya " nita memasang wajah cemberut, "dan itu satu-satunya kenangan yang dia punya, aku sudah janji akan mengembalikannya "     

Dan yoga terdiam, dan dia merasa nita adalah wanita yang selain dapat dia percaya diapun seseorang yang begitu memegang janji yang sudah dia ucapkan walaupun itu pada seorang anak yang mungkin akan melupakannya dengan mudah.     

Yoga tersenyum mengusap tangan nita, "aku pikir kamu kesal karena dokter edwin pergi "     

"Tidak perlu mengejar yang ingin pergi " ucap nita, "aku sudah punya yang terbaik di sampingku! "     

Nita tersenyum ke arah yoga, karena walaupun cinta dokter edwin datang di waktu yang tidak tepat dia tidak akan pernah membenarkannya. Dia tetap akan berlari dari dokter edwin walaupun dia menyukainya, jika baginya yang terbaik adalah yoga.     

Yoga mengusap dadanya karena harus berbangga diri nita memujinya yang terbaik, dia tidak bermaksud memaksakan nita untuk mengakui perasaannya pada dokter edwin yang dia pikirkan adalah membuat rekan kerjanya itu mendapat kebahagiaan sama seperti dirinya dengan tempat yang berbeda.      

Jika dia bisa memiliki nita seutuhnya setidaknya sahabatnya itu mendapatkan ucapan yang diinginkannya dari wanita yang di cintai di kesempatan terakhirnya.     

"Kamu tunggu sebentar saja disini " ucap yoga seraya beranjak dari duduknya, "aku akan mencari sesuatu, sambil menunggu makanannya datang "     

"Tidak akan lama! " yoga lalu berjanji pada nita sebelum akhirny dia pergi meninggalkan nita untuk membeli sesuatu.     

Setelah beberapa waktu, makanan yang mereka pesan telah berada di atas meja. Nita harus menahan air liurnya melihat makanan dihadapannya yang seperti melambaikan tangan menggodanya, tapi dia harus menunggu yoga terlebih dulu dan harus beberapa kali menelan ludahnya bulat-bulat.     

"Apa pensil ini ada yang sama dengan pensil anak tadi? " tiba-tiba yoga muncul dengan satu kantong plastik yang berisi berbagai jenis pensil berwarna merah muda.     

Nita membulatkan kedua matanya, "oppa dokter beli semua pensil ini? "     

"Aku tidak mau membuat kamu seperti tidak bisa memegang janji walaupun dengan anak smu " jawab yoga, "karena semua aku yang rencanakan jadi aku yang bertanggung jawab "     

Nita tersenyum dan merasa kagum dengan tindakan yoga itu, "tapi ini banyak sekali,,, "     

"Aku menghormatimu " ucap yoga, "jadi aku tidak boleh membuat orang memandangmu lain, aku akan membuat mereka menghormatimu sama sepertiku! "     

"Kita coba mengganti pensil anak itu dengan semua pensil itu! " sambung yoga.     

Nita terharu mendengar kata-kata seperti itu, "terima kasih, sayang,,, "     

"Tapi sekarang ini aku lapar " sambung nita, "aku boleh makan sekarang kan? "     

Dia lalu mengambil daging tenderloin yang dipesannya lengkap dengan kentang dan sayuran.     

Yoga dengan cepat mengambil piring milik nita yang sengaja dia dekatkan ke arahnya agar bisa dengan cepat dilahapnya.     

"Kamu tidak boleh memegang pisau! " ucap yoga, dia mengiris steak milik nita menjadi beberapa bagian kecil agar dia dapat dengan mudah memakannya tanpa harus memotongnya sendiri.     

0

"Ini, makanlah! " yoga mengembalikannya setelah selesai mengiriskan dagingnya untuk nita.     

"Terima kasih " nita tersenyum lebar lalu memakan makanan yang dia pesan.     

"Ada apa? " yoga memperhatikan nita yang melihat ke samping kiri dan kanannya, dia terlihat tidak nyaman.     

"Mereka semua memperhatikan kita? " suara nita pelan.     

Yoga tertawa kecil sambil melihat ke arah sampingnya, beberapa wanita muda dan cantik memang benar tengah memperhatikannya. Dia hanya menundukkan pandangannya dan kembali fokus pada makanannya.     

Nita tersenyum memperhatikan yoga, laki-laki yang bisa mengakui kesalahannya yang selalu menghormatinya sebagai istrinya dan juga memberikannya perhatian yang begitu besar. Laki-laki yang walaupun menjadi perhatian semua wanita, tetap memandangnya sebagai satu-satunya wanita yang mempesonanya.     

Dia tidak akan meminta apapun lagi sekarang, karena kebahagiaannya yang diciptakan oleh yoga selalu dia dapatkan...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.