cinta dalam jas putih

Palpitasi



Palpitasi

Yoga masih berdiri dari kejauhan memperhatikan nita yang tengah berbicara dengan laki-laki yang sangat dikenalnya.      

Laki-laki yang sangat yoga waspadai dan dengan segala cara dia lakukan agar tidak bertemu kembali dengan nita akhirnya dapat menemukan istrinya kali ini. Dia sadar sekuat apapun usahanya agar nita tidak dapat bertemu dengan mantan tunangannya yang telah meninggalkannya dulu adalah hal yang tidak mungkin karena laki-laki bernama khalif itu telah lama dipindah tugaskan kerumah sakit dan menjadi kepala ruangan haemodialisa.     

"Sekarang aku harus merasakan palpitasi karena sesuatu hal! " cetus yoga pada dirinya sendiri, "sepertinya karena sedikit kesal! "     

Karena dia tahu jika menghampirinya akan berada di tingkat emosi yang tidak dapat dikendalikan yang akan membuat nita kecewa, akhirnya yoga memutuskan untuk berbalik dan menunggu nita seperti yang sudah dia katakan di telpon tadi. Dia mempercepat langkahnya menjauh sebelum nita dapat melihatnya.     

"Aku melihatmu tadi di ruang rapat " laki-laki bernama khalif itu bicara pada nita.     

Nita tersenyum tipis, "aku justru tidak melihatmu sama sekali "      

"Kamu tidak keberatan jika kita bicara sambil berjalan ke depan gerbang? " tanyanya.     

Nita berpikir sejenak, karena aneh jika dia menolaknya hanya karena dulu telah tersakiti oleh khalif. Mungkin jika hanya berjalan bersama menuju gerbang dia yakin tidak akan ada yang menatap curiga.     

"Baiklah " nita lalu melangkahkan kakinya bersamaan dengan khalif, laki-laki yang pernah menjadi masa lalunya yang menyakitkan tetapi justru membuatnya harus berterima kasih. Karena perlakuannya yang tidak mencerminkan seorang laki-laki sejati meninggalkannya dengan wanita lain itu membuatnya mendapatkan jodoh terbaik dari tuhan yang menjadi suaminya saat ini, yoga.     

"Aku sudah hampir enam bulan disini tapi ternyata baru bisa menemukanmu hari ini " ucapnya.     

Nita tersenyum tipis menanggapi khalif yang mencarinya.     

"Enam bulan,,, " ucap nita pelan, dia lalu ingin sekali menyangkut pautkan pemindahan tugasnya di rumah sakit dengan keputusan yoga yang ingin memisahkan pelatihan kepala ruangan sesuai gender. Dia memang tidak boleh besar kepala dengan tindakan yoga jika apa yang dipikirkannya itu benar. Mungkin itu hanya suatu kebetulan yang menyenangkan saja.     

"Dia terlalu mengkhawatirkanku dengan ungkapan cinta lama bersemi kembali ketika dipertemukan lagi! " ucapan nita dalam hatinya itu membuat senyumnya tidak dapat tertahan.     

"Apa dia tidak lihat perutku yang membesar seperti ini! mana ada yang suka ibu hamil,, "     

"Ternyata kamu kepala ruangan yang banyak di bicarakan orang-orang itu " ucapan khalif kali ini menyadarkan nita tengah berbicara dengan seseorang.     

Kedua alis nita terangkat, lagi-lagi dia hanya bisa menanggapinya dengan senyuman saja.     

"Apa yang mereka bicarakan? " tanya nita dengan nada datar, tetapi dalam hatinya begitu penuh rasa ingin tahu.     

"Kepala ruangan dadakan? atau wanita yang berambisi besar menikah dengan laki-laki yang memiliki jabatan tinggi? "     

Mendengar nita bicara seperti itu tawanya muncul, "kamu memang tidak berubah "     

"Tidak pernah mengambil hati orang-orang yang membicarakanmu " dia menyambungkan perkataannya.     

"Biarkan saja " nita tidak menghiraukannya, "karena yang mereka bicarakan itu semua benar! "     

"Kamu sepertinya sudah sangat berbahagia dengan kehamilanmu sekarang " ucapnya kembali.     

"Tentu saja, wanita itu akan selalu bahagia ketika mengandung " nita tersenyum kecil, dia merasa pertanyaannya kali ini sangat tidak disukainya. Karena sebenarnya dia berharap tidak perlu bertemu kembali dengan seseorang di masa lalunya, tapi karena hari ini kebetulan sekali dia dipertemukan nita tidak akan menghindarinya.     

"Istriku juga bekerja disini " dia memberitahukan pada nita, "dia kepala ruangan perawatan anak "     

Nita hanya menganggukkan kepalanya dengan senyumannya yang begitu dipaksakan.     

"Kami sudah memiliki tiga anak " lagi-lagi dia memberitahukannya pada nita, "oh, iya adik iparku juga bekerja di ruang bersalin "     

Nita mengernyit, "adik ipar? "     

"Iya, bidan dinar itu adik iparku " jawabnya, "dan kamu tahu bidan filla? dia itu sepupu dari istriku! "     

Nita semakin terkejut mendengarnya, dua orang yang disebutkannya itu ternyata adalah keluarganya. Dan mereka berdua sama-sama sudah membuat nita merasa kesal dengan tindakan mereka yang semaunya.     

"Istriku juga sangat mengenalmu " ucapnya, "dia yang selalu membicarakan tentangmu ketika kamu mendapat penghargaan dan pernikahanmu dengan dokter yoga "     

Nita tersenyum dan menghentikan langkahnya ketika sampai di sebuah jalan menuju poliklinik.     

"Maaf saya harus pergi ke poliklinik kebidanan, jadi kita berpisah disini saja " nita mengucapkan perpisahan, harapannya adalah agar tidak bertemu kembali walaupun semua itu tidak mungkin karena mereka satu tempat pekerjaan.     

Dia segera melangkahkan kakinya menuju ke poliklinik kebidanan, dan melihat sosok yoga yang berdiri tepat di depan pintu ruangan poliklinik yang telah sepi.     

"Kenapa menunggu diluar? " tanya nita ketika sampai dihadapan yoga.     

Yoga hanya memberikan senyuman yang terlihat jelas begitu dipaksakannya.     

"Kita pulang sekarang " dia meraih tangan nita untuk berjalan bersamanya menuju ke gerbang rumah sakit.     

Kedua alis nita terangkat memperhatikan sikap yoga yang tidak seperti biasanya, bahkan beberapa jam yang lalu dia masih berkata manis ketika menelponnya.     

"Apa semua baik-baik saja? " nita memberanikan diri bertanya pada yoga ketika suasana perjalanan pulangnya begitu sunyi tanpa suara yoga yang biasanya selalu mengganggunya.     

Yoga menoleh ke arah nita sekilas untuk memberikan senyuman kecilnya.     

"Tentu saja baik " ucap yoga, "aku hanya sedikit lelah karena pasien hari ini lebih banyak dan menguras tenagaku "     

Nita terheran dengan suaminya itu, tidak seperti biasanya dia mengeluh seperti itu. Dia selalu semangat menghadapi apapun, tapi hari ini sepertinya ada yang hal membuatnya seperti tidak bersemangat.     

Dia memutuskan untuk tidak mengganggu yoga yang sedang mengemudi dan tidak mengeluarkan pertanyaan lagi.     

"Tunggu dulu,,, " setelah beberapa menit berlalu dia baru mengingat sesuatu yang ingin dia tanyakan tadi.     

"Apa jangan-jangan dia merasa kesal karena melihatku bicara dengan khalif tadi? sampai dia berbalik arah? " nita bertanya-tanya dalam hatinya, dia lalu menoleh ke arah yoga yang bersikap dingin.     

"Apa aku boleh bertanya? " tanya nita.     

"Tentu saja "     

Nita menatapi wajah yoga yang masih fokus dengan arah jalan dihadapannya.     

"Aku seperti melihatmu berjalan ke arah ruang bersalin ketika jam pulang, apa aku benar atau salah melihat? "     

Yoga tersenyum tipis, "aku tidak pergi kesana, mungkin kamu salah lihat "     

"Atau kamu terlalu memikirkanku sampai semua yang kamu lihat adalah aku! "     

Nita mengernyit, dia menahan dirinya untuk tidak mengeluarkan tawanya karena kebohongan suaminya itu. Dengan jelas nita melihatnya tadi ketika dia tengah bicara dengan khalif, tadi pun dia pikir yoga akan menghampirinya dan menghentikan pembicaraannya dengan khalif tapi justru sebaliknya dia berbalik dan menjauh membiarkan nita berbicara dengan laki-laki yang pernah ada di masa lalunya.     

"Jadi kalau dia marah seperti ini! " cetus nita dalam hatinya, dia harus mengatur nafasnya karena menahan tawanya. Dia bukan menjadi sedih karena sikap dingin yoga padanya, tetapi rasa gemas memperhatikan kecemburuan yoga yang aneh.     

"Aku mandi dulu " ucap yoga ketika mereka sampai dirumah, dia tampak tidak bersemangat sekali.     

"Iya "      

Nita harus memberikannya waktu untuk meredakan kekesalannya, dan nanti setelah waktunya tepat dia akan menanyakan pada yoga.     

"Dia lucu juga kalau sedang marah seperti itu! " ucap memandangi pintu kamar mandi yang telah tertutup setelah yoga masuk kedalamnya.     

Beberapa detik setelah yoga masuk kedalam kamar mandi, tetiba nita kembali merasakan perutnya menegang. Dia kembali merasakan kontraksi palsu yang akhir-akhir ini sering dirasakannya, dengan cepat dia terduduk di atas tempat tidurnya dan mengatur nafasnya dengan baik dan menenangkan pikirannya. Setelah tiga puluh detik berlalu, kontraksinya perlahan mulai mereda dan berkurang.     

"Kamu bertahan sebentar lagi sayang " nita mengusap perutnya, "tunggu sampai berat badanmu cukup, dan jangan membuat ayahmu khawatir karena sekarang ini dia sedang kesal! "     

Sambil berkata nita sesekali menoleh ke arah pintu kamar mandi, karena dia tidak ingin yoga melihatnya menahan rasa sakit kontraksinya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.