cinta dalam jas putih

Braxton hicks



Braxton hicks

0Yoga berjalan menuju ke arah kamar tidur yang pintunya masih terbuka, dan mendapati dua orang yang paling berharga dalam hidupnya itu tertidur karena menunggunya.     

Dia ingin sekali memeluk mereka, tetapi sepertinya tubuhnya tidak nyaman karena keringatnya yang telah mengering setelah seharian bekerja. Dia memutuskan untuk membersihkan dirinya terlebih dulu.     

"Axel! " yoga terkejut ketika tiba-tiba melihat sosok putranya itu sudah berdiri di depan pintu kamar mandi dengan rambutnya yang teracak-acak seperti seekor singa yang telah kehilangan sisir.     

Jantungnya seperti akan meloncat dari tempatnya ketika beberapa detik lalu mendapati sosok axel. Dia mencoba untuk mengatur nafas agar kerja jantungnya kembali berdetak normal dan tentu saja merubah wajah penuh ketakutannya dihadapan axel.     

"Sepertinya rambutmu sudah harus dicukur! " yoga mencoba menyembunyikan ketakutan yang dibuat oleh axel tadi, dia lalu mengusap rambut axel seraya merapikannya dan membawa axel kembali ke tempat tidur.     

"Ini sudah malam, tidurlah " ucap yoga.     

"Iya ini kan malam sekali " ucap axel menggosok matanya, "kenapa ayah baru pulang malam sekali? "     

"Kasihan bubu yang menunggu ayah! " sambungnya, "kalau ayah pulang larut seperti ini nanti ketika ibu tiba-tiba kesakitan siapa yang akan membawanya kerumah sakit? "     

Mulut yoga menganga mendengar ungakapan kemarahan putranya itu untuk beberapa detik, dia mengusap rambut axel.     

"Tadi tiba-tiba harus ada pekerjaan yang mendadak dan tidak bisa ditinggalkan " dia memberikan sebuah alasan, "ibumu pasti sudah tahu kenapa ayah pulang terlambat "     

"Dan kamu tenang saja, masih dua bulan lagi adikmu akan lahir " sambung yoga.     

Axel menggaruk kepalanya, "kenapa lama sekali adikku lahir? apa ayah bisa memberikan janji bahwa kali ini adikku akan lahir bukan menghilang? "     

Kali ini kedua matanya membulat, "itu,,, "     

Yoga memang seorang dokter dan dia akan berusaha melakukan apapun untuk melindungi kehamilan nita saat ini, tapi walaupun dia dokter yang hebat tetaplah seorang manusia yang tidak dapat mengubah garis takdir yang telah tuhan buat.     

"Kemarilah " dia membawa axel ke tempat tidur dan berada di tengah-tengah mereka.      

"Bagaimana kalau kita berbagi tugas? "      

Axel terheran, "tugas apa? "     

"Ketika di tempat kerja ayah yang akan menjaga ibumu dan ketika dirumah apalagi ayah tidak ada kamulah yang bertanggung jawab melindunginya "     

"Aku sudah melakukannya hari ini " axel menjadi orang pertama yang menepati janji dan tugasnya sebagai seorang laki-laki.     

"Sebenarnya aku penasaran sekali ingin melihat bubu marah-marah pada ayah yang pulang terlambat! " axel berkata memandangi wajah yoga, "tapi sepertinya dia lelah sampai tertidur pulas "     

"Kamu senang sekali ayah dimarahi oleh ibumu! " yoga harus mengusap dadanya, "ayah juga kan lelah seharian bekerja di rumah sakit "     

"Untung saja ibumu itu tidak bisa marah-marah pada siapapun " sambung yoga, "kalau dia menjadi pendiam itu tandanya dia marah "     

Axel terlihat menguap, "iya ayah beruntung, tapi besok pagi ayah pasti tidak akan lolos dari nenek yang akan memarahi ayah karena belum membelikan peralatan bayi untuk adikku! padahal bubu akan melahirkan sebentar lagi "     

Tawanya muncul bersamaan kerja jantungnya yang bekerja dua kali lebih cepat, karena axel mengingatkannya pada sosok ibunya. Dia tersadar karena terlalu sibuk mengurusi pekerjaannya dan dia merasa hanya memiliki axel sebagai putranya membuatnya lupa untuk membeli persiapan yang axel sebutkan tadi.     

"Nenek bilang apa ketika marah? " tanya yoga.     

"Dia akan menjewer kuping ayah, dan memukul ayah! " jawabnya, beberapa saat setelah dia menjawab pertanyaannya tawanya muncul. Dia begitu senang mempermainkan ayahnya itu.     

"Memangnya ayah anak kecil! " ucap yoga pelan, dia lalu membaringkan tubuhnya di samping axel.     

"Ayah memang anak kecil " ucap axel, "kalau ayah dengan bubu pasti usil! bukankah itu namanya anak kecil "     

"Tapi kalau sedang pasien pasti ayah berubah jadi orang dewasa lagi " axel menyambung ucapannya.     

Yoga dibuat axel tidak berkutik, dia merasa axel telah sengaja mempermalukannya karena sesuatu. Dia merasa putranya itu sedang membalasnya karena tidak memperhatikan nita.     

Dia menoleh ke arah disamping axel, sosok nita yang terbaring. Terlihat kedua matanya yang sudah membuka dan terlihat sangat menahan tawanya.     

"Kamu terbangun " ucap yoga dengan suara pelan, dia masih memeluk axel yang sudah tertidur setelah beberapa menit yang lalu menghakiminya.     

"Maafkan jika mengganggu tidurmu " lagi-lagi yoga berucap, dia ingin memeluk nita tetapi apa daya axel berada di tengah-tengah mereka.     

"Tidak apa-apa " nita tersenyum, satu tangannya mengusap tangan yoga yang masih memeluk axel.     

"Apa pekerjaannya hari ini lancar? " tanya nita.     

"Lancar " jawab yoga dengan senyum lebarnya, "audit, operasi, orang-orang pembuat onar semuanya beres! "     

Dahi nita berkerut, "orang-orang pembuat onar? siapa? "     

"Oh,, itu,, " yoga berhenti sejenak, bola matanya terlihat bergerak ke arah kiri dan kanannya.     

"Biasa " sambungnya, "orang-orang yang tidak pernah bisa diatur oleh peraturan yang sudah berlaku "     

"Siapa? " nita sepertinya masih merasa penasaran.     

"Dion " celetuknya, dengan tawanya yang begitu dipaksakan.     

"Jadi dion pembuat onar juga,,, " nita merasa tidak percaya, "aku pikir dia tangan kanan dokter yoga yang harus selalu bekerja sesuai dengan peraturan "     

"Tapi masalah dion itu hanya untuk rencana pelatihan saja " yoga meluruskan perkataannya, "bukan tentang pekerjaan, aku sudah memutuskan untuk pemisahan gender ketika pelatihan "     

"Kalau pak ketua sudah membuat keputusan siapa juga yang bisa menolaknya! " nita berucap dengan tawa kecilnya, sebenarnya dia ingin sekali bertanya lebih detail tentang alasan pemisahan itu hanya saja sudah terlalu larut malam dia harus memberikan kesempatan pada yoga untuk beristirahat.     

"Tidurlah " ucap nita pada yoga, "hari ini pasti lelah, jadi harus banyak istirahat "     

"Iya " yoga tersenyum, dengan kedua matanya yang terasa berat dan sulit untuk membuka.     

Nita tersenyum memandangi wajah yoga dan berganti ke arah axel yang berada di pelukan ayahnya itu.     

"Kenapa aku tiba-tiba berpikir kalau dia berbohong? " ucap nita dalam hatinya, matanya masih pada sosok yoga yang telah terlelap.     

"Apa benar orang yang dia sebutkan itu dion? " lagi-lagi pertanyaan terlintas dalam pikirannya, "bukan dinar dan tim rasti yang aku panggil tadi? "     

Senyuman lalu kembali terlihat di wajah nita, jika apa yang ada dalam pikirannya itu benar itu yoga memang selalu membantunya secara diam-diam membantunya. Jika dulu dia membantunya membuat aline menjadi orang yang begitu dekat dengannya dan filla yang juga tidak kembali mengulangi kesalahannya, mungkin terjadi juga pada dinar dan rekan-rekannya yang lain.     

Tapi lagi-lagi nita tersenyum dalam gelengan kepalanya, dia tahu yoga bukan orang yang bisa diajak berkompromi pada orang yang telah melakukan kesalahan. Dia sangat tahu seperti apa yoga membuat orang-orang tersebut akan ketakutan dengan perkataannya yang seperti sebuah ancaman. Karena sebelum menjadi istrinya, dulu dia yang sangat sering mendapatkan kemarahan-kemarahannya.     

"Ini apa? " nita lalu lalu mematung untuk beberapa saat, matanya menyipit dan tangannya berpindah ke perut besarnya.     

Dia mengusapnya, dan merasakan perutnya yang mengeras seperti sebuah papan. Nita memiringkan badannya ke sebelah kirinya dan mencoba mengatur nafasnya.     

"Ini his,,, " nita mencoba tenang dengan mengatur nafasnya dengan baik.     

"Sayang, kamu masih terlalu muda jika harus keluar sekarang " ucap nita seraya mengusap lembut perutnya, dia sedang mencoba mengajak bayi dalam perutnya untuk bekerja sama dengannya menunggu sampai waktunya nanti.     

"Tenang, mungkin ini kontraksi braxton hicks saja " menenangkan dirinya dan mencoba mengistirahatkan tubuhnya.     

Setelah tiga puluh detik, ketegangan di perutnya perlahan-lahan berkurang membuatnya dapat bernafas dengan baik dan merasa tenang. Mencoba menghapus semua ketakuta-ketakutan yang berada dalam pikirannya, karena dia sangat berharap dengan kehamilannya kali ini berakhir dengan suara tangisan bayi yang di dengarnya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.