cinta dalam jas putih

Tangisan



Tangisan

0Arga yang awalnya memegang pipi elsa yang terasa dingin, dan lalu berpindah ke pergelangan tangan untuk melakukan pemeriksaan denyut radial. Setelah beberapa waktu tangannya berpindah ke leher elsa untuk melakukan pemeriksaan denyut karotis.     

Dia tampak menekan bel emergency, dan lalu  dengan kedua tangannya membenarkan posisi tidur elsa. Dia tampak melepaskan bantal yang dipakai oleh elsa, membuat posisinya ekstensi. Dan mundur ketika tim dokter dan perawat datang dengan membawa alat resusitasi.     

"Axel ikut paman keluar " arga mengajaknya keluar dari ruangan, dia tidak ingin axel melihat semua tindakan yang sedang dilakukan pada ibunya. Axel terlalu kecil untuk melihat secara langsung tindakan basic life support yang akan dilakukan pada ibunya.     

Axel mengikutinya, "paman apa ibu akan membuka matanya? "     

Arga terdiam, dia pun belum bisa memastikan kondisi elsa. Namun menurut pengalamannya sebagai dokter, dia telah menyimpan kesimpulan akhir tentang elsa tapi dia begitu berat mengatakannya pada axel.     

"Axel berdoa saja " akhirnya hanya kata seperti inilah yang dia ucapkan padanya, karena arga pun mengharapkan sebuah keajaiban pada elsa kali ini.     

"Paman akan telpon ayahmu sekarang " ucapnya, "kamu tunggulah disini sebentar "     

"Baiklah " axel menurut, sesuai dengan apa yang diucapkan arga dia duduk di kursi depan ruang parawatan ketika arga menghubungi yoga.     

"Ibu bilang dia akan pulang dan tidak akan merasakan kesakitan kembali " ucap axel dalam hatinya, "apa yang ibu maksudkan itu pulang ke tempat tuhan? dimana semua orang baik berada di sampingnya dan bahagia "     

Dia kembali termenung, dia menahan rasa sedih juga air matanya. Walaupun dia layak disebut anak kecil, tetapi karena telah berjanji pada ibunya untuk tidak menangis. Sebelum ibunya tertidur ada kata terakhir yang dia ingat bahwa ibunya akan berbahagia karena telah lepas dari semua penderitaan yang ditimbulkan  oleh penyakit yang di deritanya.     

"Ayahmu akan segera datang " setelah beberapa waktu arga muncul dan kembali duduk disamping axel.     

"Iya "     

Axel kembali terdiam, kedua matanya seperti menunggu kemunculan dokter dan petugas lainnya di dalam ruangan tersebut dan menyampaikan kabar gembira.     

Arga memegang satu tangan axel yang begitu dingin, "ibumu selalu menceritakan tentangmu ketika dalam perawatan, dia bilang sekarang kamu sudah sangat besar. Selain tampan dia juga mengatakan kamu sangat baik dan membanggakannya dengan prestasimu di sekolah,,, "     

"Dia punya satu keinginan, ibumu berharap kamu bisa menjadi seperti ayahmu. Menjadi seorang dokter yang benar-benar memberikan kebaikan kepada semua orang "     

"Aku tidak mau menjadi dokter paman " ucap axel, "aku juga tidak mau menjadi seperti ayah! "     

"Kenapa? "     

"Mereka tidak mempunyai jam kerja yang baik seperti orang lain " jawabnya, "terkadang ketika hari libur dan semua orang beristirahat ayah bekerja, dan itu selalu seperti itu setiap hari "     

"Ayah selalu bekerja ketika tanggal merah, dia selalu meninggalkan aku dan bubu dirumah "     

Arga tersenyum tipis mendengar ucapan axel, dia tidak tahu mengapa semua petugas kesehatan bekerja seperti tidak tahu waktu seperti itu. Karena ketika mereka mengucapkan sumpah profesi yang mereka geluti, naluri untuk tidak mementingkan kepentingan pribadi menjadi muncul secara alamiah. Tapi semua tidak begitu saja mereka lakukan, karena sedari awal pendidikan pun mereka berbeda dengan jurusan-jurusan lain. Semua harus rela kehilangan masa muda yang indah, tidak dapat sering berkumpul hanya untuk sekedar mengobrol dengan kawan lain karena tugas mereka sudah sangat berat.     

"Lakukan saja yang menurut axel mampu, dan yang pasti harus dilakukan dengan serius. Apapun cita-citamu, orang tuamu akan sangat berbangga " ucap arga seraya mengusap pundak axel dengan lembut.     

"Kenapa mereka lama sekali paman? " axel sepertinya mulai gelisah.     

"Kita percayakan semuanya pada mereka " arga mencoba menenangkan axel, "kamu harus ingat walaupun mereka telah berusaha dengan baik untuk ibumu, semua keputusan ada pada tuhan "     

"Semua yang terjadi pada ibumu kamu harus ingat bahwa tuhan lebih menyayanginya "     

Axel terdiam memandangi arga, "ibu juga mengatakan hal seperti itu sebelum tidur "     

"Apa mungkin tadi itu ibu mengucapkan perpisahan? dan berkata seperti itu supaya kita semua tidak panik? "     

"Kita berdoa saja yang terbaik untuk ibumu "     

Beberapa menit kemudian seorang perawat muncul dari balik pintu, dan arga dengan cepat menghampirinya. Axel melihat mereka berbicara dengan begitu serius sambil sesekali dia menoleh ke arah axel. Raut wajah arga terlihat berubah oleh axel, laki-laki itu memang tidak memperlihatkan tangisannya tapi kesedihan sangat terlihat jelas oleh axel.     

Dengan cepat axel beranjak dari duduknya dan berdiri disamping arga.     

"Paman ibuku bagaimana? " axel begitu memiliki rasa penasaran yang besar, ingin mengetahui apa yang mereka bicarakan dengan begitu serius.     

"Aku minta maaf axel " ucapnya lalu meraih tubuh kecil axel dan memeluknya, tubuhnya terasa bergetar ketika masih dalam pelukannya.     

"Ibumu,,, " ucapnya terputus-putus.     

Axel masih terus terdiam mendengarkan apa yang akan diucapkan arga padanya kali ini.     

"Dia,,, sudah pergi untuk selamanya "     

Perkataan terakhir arga itu seperti sebuah sambaran petir yang membuat axel seketika mematung, dia tidak berkata apapun. Hanya lelehan air matanya yang mulai muncul membasahi pipinya, dia masih belum percaya bahwa ibunya telah pergi meninggalkannya untuk selamanya.     

"Paman, katakan pada ibu jangan pergi! " axel berkata dalam tangisannya, "aku menyesal dan aku merasa bersalah pada ibu "     

Isak tangisnya semakin menguat, "aku menyesal karena baru kali ini mau menemani ibu,,, "     

Arga semakin mempererat pelukannya dengan usapan lembut di punggung axel.     

"Tidak seperti itu " dia mencoba menenangkan axel, "ibumu tidak berpikir kamu seperti itu "     

"Dia hanya terlalu baik sehingga dia tidak ingin menyusahkan siapapun walaupun ketika dalam keadaan sakit "     

"Aku merasa sangat menyesal ibu " axel sedikit meninggikan suaranya, "ibu maafkan aku,,, "     

"Sudah, kamu tidak boleh seperti itu " ucap arga, "kamu tahu betapa kehadiran seseorang itu sangat berarti bagimu ketika dia sudah meninggalkan kita "     

"Bagaimana kalau penyesalan dan kata maafmu kamu ganti dengan mewujudkan apa yang sudah dia sebutkan padamu sebelum dia pergi " sambung arga.     

Axel masih terisak sambil terus menggosok matanya dengan satu tangannya.     

"Hati seorang ibu sangat luas, dia akan memaafkan semua kesalahan anak-anaknya dan yang harus kamu tahu satu hal adalah ibumu sangat senang ketika kamu menjadi anak yang baik walaupun tidak bersama dengannnya "     

Axel masih terus menangis ketika arga mengucapkan kata-kata untuk mengobati rasa penyesalannya.     

"Sekarang ini kita doakan ibumu, agar dia yang sudah tidak akan merasakan kesakitan mendapatkan tempat terbaik di sisi tuhan "     

Axel menganggukan kepalanya, dia mulai mencoba untuk menghentikan tangisannya. Dia sedang berusaha untuk merelakan kepergian ibunya agar pergi ke tempat disamping tuhan dengan tenang tanpa diperberat oleh setiap tetesan air matanya yang jatuh ke tanah.     

"Paman aku ingin berada disamping ibu sampai ayah datang " ucap axel.     

"Kamu yakin? "     

Axel menjawabnya dengan satu anggukan di kepalanya.     

"Baiklah "      

Lalu arga meraih satu tangan axel dan membawanya bersama-sama untuk masuk ke dalam ruangan dia jenasah elsa telah terbaring dengan seluruh tubuhnya telah ditutup oleh sehelai kain berwarna putih. Perawat telah melepaskan infus yang menempel di tangannya dan terlihat merapikan alat-alat ketika melakukan tindakan emergency tadi.     

Tampak wajah-wajah penuh penyesalan dan kesedihan pun terlihat pada mereka, sepertinya mereka yang telah berusaha keras untuk melakukan tindakan penyelamatan dan tidak berhasil begitu memberikan beban dan kekecewaan yang teramat besar.     

"Ibu maafkan aku,,, " ucap axel dalam hatinya, dia duduk di kursi tepat disamping tubuh sang ibu.     

"Aku berjanji akan mewujudkan semua cita-cita ibu " lagi-lagi dia berkata dalam hatinya, "dan menjadi yang terbaik untuk ibu "     

Kedua matanya terus memandangi tubuh yang telah tertutup kain putih itu, pandangan begitu dalam dan tidak pernah lepas dari sosok tersebut.     

"Tuhan memang menginginkan hal lain untukmu sekarang " ucap arga dalam hatinya, dia yang berdiri di belakang axel pun terus memandangi elsa.     

"Akhirnya keinginanmu untuk berada disamping putramu untuk terakhir kalinya terwujud, jadi berbahagialah disamping tuhan " dia mencoba untuk tegar dan tidak meneteskan air matanya karena telah mengatakan pada axel untuk tidak memberatkan kepergian ibunya dengan sebuah tangisan. Akan tetapi bendungan air mata terlihat di kedua matanya, dengan cepat satu tangannya menyapu sebelum air mata tersebut menetes.     

"Axel " suara yoga terdengar dari arah pintu ruangan setelah beberapa waktu axel terduduk disamping jenasah ibunya.     

Axel menoleh ke arah suara dan bergegas mengambil langkah menyusul yoga yang menghampirinya, dengan cepat axel memeluknya dan menangis.     

"Ayah,,, ibu sudah pergi " ucapnya.     

Yoga mengusap punggung axel dengan kedua matanya yang terfokus pada sosok tubuh yang terbujur kaku dan tertutup sebuah kain putih.     

"Tuhan lebih sayang padanya " yoga lalu mengusap air mata yang membasahi pipi axel, "dan dia pergi dengan tenang karena kamu sudah menemaninya di waktu terakhirnya "     

"Aku merasa bersalah ayah " axel kembali berucap, "kenapa aku tidak menemani ibu sejak lama! aku bukan anak yang baik "     

"Tidak seperti itu " yoga tidak membenarkan ucapan axel, "karena kamu anak yang sangat baik yang selalu mendoakan ibumu setiap hari dan ibumu tahu itu, dia tidak pernah berpikiran kamu seperti yang diucapkan tadi "     

"Sekarang ayah dan paman arga akan mengurus ibumu terlebih dulu " yoga menyambung ucapannya, "kamu bersiaplah dengan bubu untuk pergi ke pemakaman "     

"Bubu,,, " ucap axel pelan, dan waktu beberapa detik sosok nita muncul dihadapannya.      

Dengan langkah pelannya dia menghampiri nita yang masih berdiri di ujung pintu, seraya mengingat kembali ucapan ibunya sebelum pergi. Bahwa dalam hidupnya dia hanya akan mempunyai satu ibu dan dia adalah nita. Axel pun mengingat ucapan ibunya agar dia selalu mengikuti apa yang semua perkataan nita dan menjadi anak yang tidak mengecewakan ayah dan bubunya.     

"Bubu " ucap axel ketika berada berhadapan dengan nita, dan lalu memeluknya.     

"Aku sudah tidak memiliki ibu " sambungnnya, "apa aku bisa tetap menjadi anakmu dan bubu menjadi ibu satu-satunya di kehidupanku. Apapun yang bubu katakan aku akan mengikutinya, aku tidak akan pernah pergi dari samping bubu apapun alasannya "     

Nita dibuat terenyuh oleh setiap perkataan axel, dan mengusap kepala axel.     

"Kenapa kamu berkata seperti itu " ucap nita, "bukankah selama ini axel itu adalah putra terbaik bubu dan ayah. Kamu tidak akan pernah sendiri, kita akan tetap bersama "     

"Ibumu sudah mendapatkan tempat dimana tidak ada lagi rasa sakit dalam tubuhnya " sambung nita, "jadi kita yang sudah ditinggalkannya berkewajiban mendoakannya dan mengingat apa yang sudah dinasehatkannya padamu disaat terakhirnya "     

Axel menganggukkan kepalanya, dan dia berusaha untuk tidak menangis akan tetapi diwajahnya begitu terlihat jelas kesedihan yang mendalam.     

Dia memandangi wajah nita kali ini, sesosok wanita yang menjadi ibu sambungnya. seorang ibu yang memberikan kasih sayang padanya melebihi ibu kandungnya, dialah wanita yang dipilihkan oleh ibunya untuk menjadi seseorang yang melindungi dan selalu mengingatkannya ketika dia melakukan kesalahan.     

Axel telah berjanji dalam hatinya untuk selalu berada disamping nita dan akan selalu menjadi pelindung utamanya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.