cinta dalam jas putih

Cinta pertama dan terakhir



Cinta pertama dan terakhir

0"Sayang, cepat berpakaian dan beritahu axel kita akan pergi sekarang! " yoga bicara dengan begitu cepat ketika nita keluar dari kamar mandi.     

"Kita mau kemana? " tanya nita aneh.     

"Arga baru saja menghubungiku, memberitahukan bahwa elsa masuk ruang ICU " jawab yoga, "kamu bersiap-siap dengan axel, aku akan mandi sebentar "     

"Iya, baiklah " nita segera memilih pakaian dan setelah merapikan semua, dia lantas bergegas ke kamar axel. Dia sedang mencoba untuk bersikap tenang dan tidak panik di hadapan axel.     

"Axel, ganti pakaianmu " ucap nita dengan kedua tangannya yang mulai memilihkan pakaian untuk axel.     

"Ayah bilang kamu harus bertemu dengan ibu sekarang " nita menyambung ucapannya seraya menyodorkan pakaian untuk axel yang telah dia pilihkan.     

"Kenapa mendadak sekali? " tanya axel dengan wajah polosnya, dia masih kebingungan karena nita tiba-tiba mengajaknya pergi menemui ibu kandungnya.     

"Nanti kita bicarakan di mobil " ucap nita, "bubu tunggu di depan, sambil menunggu kamu ganti pakaian bubu akan bicara dulu pada nenek "     

"Baiklah " axel segera mengikuti semua apa yang sudah di sebutkan oleh nita, setelah beberapa menit dia keluar dari kamarnya dan menghampiri nita yang sudah berdiri menunggunya di depan mobil dimana yoga sudah bersiap di dalamnya.     

"Maaf istirahatmu jadi terganggu " ucap yoga ketika nita masuk kedalam mobil diikuti oleh axel.     

Yoga merasa bersalah setelah tadi dia meminta nita melayaninya sepulang bekerja tadi, dan kali ini wanita itupun harus menemaninya menemui elsa di rumah sakit.     

"Tidak apa, aku bisa istirahat di mobil " nita terduduk bersama axel di kursi belakang, sedang yoga yang berada di kursi disamping supir terus saja menyempatkan diri menoleh ke arah nita yang tengah bicara dengan axel.     

"Jadi ibu sakit lagi? " tanya axel dengan tatapan matanya yang begitu sedih dia perlihatkan pada nita.     

Nita mengusap lembut rambut axel, "kita berdoa semoga ibu bisa sehat seperti kemarin berkumpul dengan axel "     

"Lalu bubu bagaimana? " pertanyaan axel tiba-tiba memunculkan kebingungan, "bukankah di rumah itu hanya ada satu ibu? "     

"Apa bubu mau mengijinkan ibu tinggal dirumah kita kalau tuhan memberikannya kesembuhan? "     

Nita menganga, dibuatkan satu kebingungan oleh pertanyaan axel yang tidak bisa dianggapnya remeh. Putranya itu semakin besar dan setiap pertanyaannya harus nita jawab dengan baik agar axel dapat menerimanya.     

"Kita doakan saja ibu terlebih dahulu, nanti kita pikirkan seperti apa kedepannya " dan jawaban ambigu seperti inilah yang dapat nita ucapkan, diapun tidak pernah berpikir bahwa pada kenyataannya seorang anak tidak akan pernah bisa melupakan sosok seorang ibu yang telah melahirkannya. Walaupun nita begitu berusaha untuk selalu memberikan yang terbaik dan mengutamakannya. Pada akhirnya nita harus menelan pil pahit menerima kenyataan bahwa dia hanyalah seorang ibu sambung.     

Mereka telah sampai di depan pintu ruangan ICU dimana telah terlihat sosok dokter arga yang sampai saat ini begitu setia menemani elsa.     

"Saya akan mengambil resep obat " ucap dokter arga pada yoga, "masuk saja, dia sudah menunggu kalian "     

Seperginya dokter arga, yoga menoleh ke arah nita dan axel.     

"Lebih baik kamu dan axel yang masuk " nita berucap, "ruang ICU kan sangat membatasi pengunjung, dokter elsa pasti sudah ingin bertemu dengan axel "     

"Baiklah " yoga sebenarnya merasa tidak enak hati membiarkan nita sendirian diluar, tapi apa yang di katakan nita tentang ruang ICU adalah memang peraturan.     

Dia lalu membawa axel masuk bersamanya untuk segera menemui ibu kandungnya itu, dan meninggalkan nita sendirian.     

Nita terduduk di sebuah kursi yang berada di depan ruangan ICU, dia kembali teringat ucapan axel yang ingin tinggal bersama dengan ibu kandungnya itu. Rasa ketakutannya semakin membesar karena dia tidak ingin melepaskan axel yang sangat dia sayangi, walaupun pada kenyataannya itu adalah permintaan axel sendiri.     

"Aku merasa sudah menjadi satu-satunya ibu axel " ucap nita dalam hatinya, di situasi seperti ini rasa egonya muncul begitu saja.     

Setelah beberapa menit axel muncul dan menghampiri nita.     

"Bubu mau masuk dan melihat ibu? " tanya axel.     

"Kenapa kamu sudah keluar? " nita balik bertanya pada axel, dia kebingungan ketika putranya itu dengan cepat keluar dari ruangan dimana ibunya tengah menjalani perawatan setelah beberapa waktu yang lalu dia mengatakan ingin tinggal bersama dengan ibu kandungnya.     

"Ibu belum memanggilku " jawab axel, "dia terus memanggil ayah, sesekali matanya terbuka ketika ayah sudah berada disampingnya "     

"Nanti ketika ibu memanggilku, aku akan masuk " sambung axel, "aku yakin ibu akan sembuh seperti kemarin "     

"Ketika ibu sembuh, apa aku boleh tinggal dengan ibu? aku ingin menjaga ibu "     

Nita tersenyum kecil, walaupun di hatinya ada sedikit kekecewaan tetapi dia tidak berhak melarang seorang anak yang ingin tinggal bersama ibu kandungnya.     

"Kamu sudah besar, semua yang kamu katakan itu sangat baik " ucap nita, "jadi bubu hanya bisa memberikan sebuah dukungan saja setiap keputusanmu "     

Axel menganggukan kepalanya, "bubu masuklah "     

"Baiklah " nita lalu beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu ruangan ICU.     

Satu tangannya telah berhasil membuka pintu tersebut, bahkan satu langkah kakinya pun telah menginjak lantai ruangan tersebut akan tetapi terhenti ketika dia mendengar suara elsa.     

"Aku minta maaf padamu " suara elsa terdengar begitu lemah.     

"Aku sudah tidak bisa menahan lagi rasa sakit ini! " sambung elsa.     

"Kamu tidak boleh bicara seperti itu " yoga memberikannya semangat, "kamu itu wanita kuat, pasti bisa melaluinya "     

"Dimana kanita? " lalu elsa kembali membuat pertanyaan pada yoga.     

"Dia berada di luar menunggu, karena di ruangan ini hanya dua pengunjung saja yang diperbolehkan masuk "     

"Aku akan bicara padamu " ucap elsa, "mungkin jika ini hari terakhirku akan meninggalkan dunia ini dengan sangat tenang. Aku selalu menyembunyikannya selama ini "     

"Jangan berkata yang aneh-aneh " yoga bicara dengan nada yang sedikit marah tetapi dengan wajah penuh kesabaran yang dia perlihatkan pada elsa.     

"Aku hanya ingin menikah satu kali seumur hidupku " lalu elsa kembali berucap.     

Ucapannya itu membuat yoga seketika terdiam mematung.     

"Walaupun aku sangat tidak tahu diri karena telah membohongimu dengan orang lain, tapi aku hanya akan mengakui satu saja laki-laki yang menjadi cinta pertama dan terakhir untukku... " perkataan elsa terhenti sesaat karena dia harus kembali menghirup aliran oksigen dari nassal canule yang terpasang di hidungnya yang membantunya dapat bernapas.     

"Dia laki-laki yang pernah menjadi suamiku " sambungnya, "walaupun arga begitu baik sekarang ini, tapi aku tahu dia melihatku karena rasa iba "     

"Aku ingin kamu memaafkan semua kesalahanku " elsa masih saja terus bicara.     

"Kamu harus banyak beristirahat " yoga menanggapi pernyataan elsa, "aku sudah memaafkan semua masa lalu, dan kali ini aku yang harus meminta maaf padamu "     

"Meninggalkanmu sendirian ketika kamu sakit " ucap yoga, "dan juga kenyataan bahwa sekarang ini aku sudah menikah dengan nita, tetapi kamu adalah wanita yang pernah membuat kehidupanku bahagia karena memberikanku kesempatan menjadi seorang suami dan ayah dari anak kita... "     

Nita yang masih berdiri di depan pintu mendengarkan pembicaraan antara yoga dan elsa membuatnya semakin mematung, sedikit demi sedikit matanya mulai berkaca. Satu tangannya yang memegang pintu tampak bergetar, dia merasakan sesuatu yang membuatnya begitu merasakan kesedihan yang mendalam.     

Kaca-kaca di matanya semakin menebal, dan dia tidak dapat lagi menahannya. Sebuah bendungan air mata yang tidak dapat ditahan lagi oleh nita muncul satu tetesan, dan dengan cepat dia menghapusnya.     

Semakin nita berusaha menghapus jejak air matanya, sepertinya membuat kerja kelenjar air matanya menjadi dua kali lebih cepat dari biasanya.     

Axel sedari tadi memperhatikan nita yang berdiri di balik pintu, dan dia hanya terlihat berdiri saja di tempat awalnya. Dia tidak tahu apa yang tengah dilihat oleh bubunya itu sampai harus berdiri cukup lama dan kemudian kembali ke tempat awalnya dimana axel masih terduduk memperhatikannya.     

"Kenapa bubu tidak masuk? " tanya axel.     

Nita yang telah lebih dulu menghapus jejak air matanya memperlihatkan senyumannya.     

"Bubu lupa ada yang tertinggal di mobil " dia harus mengucapkan sebuah kebohongan hanya supaya situasi malam ini terlihat baik-baik saja oleh axel.     

"Kamu masuklah " lalu dia kembali bicara pada axel, "temani ibu bersama ayah, bubu akan mengambil barang yang tertinggal "     

"Baik, bu " axel mengikuti semua yang dikatakan nita, dia beranjak dari duduknya dan memasuki ruangan dimana ibunya tengah mendapatkan perawatan.     

Dia terdiam sama seperti nita, ketika dia berada di ujung pintu dan menyaksikan ibunya yang memegangi tangan ayahnya.     

"Bubu... " ucapnya pelan, dia lalu berganti menoleh ke arah nita yang masih berdiri di luar memandanginya dan tersenyum ke arahnya. Dia memang masih terlalu kecil untuk dapat memahami apa yang dirasakan oleh ibu sambungnya itu, tapi dia tahu kebaikan nita kali ini yang memberikan kesempatan pada ibunya.     

Kedua tangan nita memberikan isyarat pada axel untuk masuk, dia masih memberikan senyuman ketika axel masuk ke dalam ruangan.     

"Maafkan aku bubu,,, " ucap axel pelan, dia merasa ingin memeluk keduanya secara bersamaan saat ini.     

Wanita manapun akan merasa sedih melihat hal seperti itu, tapi nita berusaha menutupinya dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkumpul.     

Suasana tengah malam membuat koridor yang nita lewati terlihat sangat sepi, dia sengaja mencari tempat jauh agar dia dapat memberikan waktu lebih lama pada yoga dan axel untuk memberikan kekuatan pada elsa agar kembali sembuh.     

Dia terduduk di sebuah kursi taman di lingkungan rumah sakit dimana elsa dirawat, sesekali dia tertunduk ketika mengingat kembali apa yang sudah diucapkan elsa tadi.     

Sesaat dia merasa menjadi seseorang yang telah menjauhkan yoga dari elsa, yang seharusnya di kondisinya yang seperti ini menemani disamping elsa.     

"Ada apa denganku? " tanya nita pada dirinya sendiri, satu tangannya telah berada di dadanya untuk mencoba meraba apa yang sedang dirasakannya saat ini. Kesakitan yang sedang dia coba sembunyikan.     

Kedua matanya kembali berkaca, dengan nafasnya yang sedikit sesak sebelum akhirnya kedua tangannya menutupi wajah menyembunyikan tangisannya yang tidak dapat dibendungnya lagi.     

Di tengah tangisannya, ponselnya berdering dari dalam tas nya. Dengan isak tangis dia menghapus air matanya yang tidak surut, ketika dia melihat pada layar ponselnya sebuah nomor tanpa nama dia hanya membiarkannya terus berdering sampai akhirnya berhenti.     

Sebuah notifikasi pesan pun muncul ketika nita tidak mengangkat telponnya.     

'Bicaralah denganku, ini aku dokter edwin ' sebuah pesan dengan nomor tanpa nama itu muncul dan nita baca ketika dia masih tidak dapat menahan tangisannya.     

Lalu sebuah dering panggilan masuk pun kembali berbunyi di ponsel nita, karena dia sudah diberitahu siapa pemilik nomor ponsel tersebut nita menerima panggilan tersebut tanpa suara dan mencoba untuk menghentikan tangisannya.     

"Menangis saja tidak apa-apa " suara dokter edwin terdengar oleh nita.     

Nita teraneh ketika mendengar ucapan dokter edwin, dan dia belum mengeluarkan kata-kata apapun.     

"Aku berdiri di belakangmu! " lalu dia memberitahukan posisinya pada nita.     

Dengan cepat nita berbalik, dan dia dapat menangkap sosok dokter edwin yang memakai sebuah baju jaga berwarna hijau  lengkap dengan jas putihnya. Berdiri cukup jauh dari nita dan berbicara dengannya melalui ponsel. Satu tangannya melambai ke arah nita.     

"Dokter bekerja disini? " lalu pertanyaan pun muncul dari bibir nita.     

"Ya " jawabnya, "akhirnya aku ketahuan juga dari persembunyian! "     

"Kamu baik-baik saja? " lalu dokter edwin kembali bertanya pada nita.     

"Kamu tahu, ada kalanya menangis itu akan membuat beban kita menjadi ringan. Apapun yang terjadi padamu hari ini adalah hal yang harus kamu hadapi.. "     

Nita menganggukan kepalanya dalam sisa-sisa tangisannya, "terima kasih dokter "     

"Wanita kuat sepertimu tidak akan terlihat lemah hanya karena menangis satu atau dua kali " ada pujian di ucapan dokter edwin kali ini.     

"Berbaik sangkalah,,, " dia melanjutkan ucapannya.     

"Iya " nita menganggukan kepalanya seraya tertunduk, setelah beberapa detik dia lalu menarik nafasnya dan mengangkat wajahnya. satu tangannya lalu menghapus air matanya yang walaupun ketika dia menghapusnya kembali bermunculan.     

Ucapan dokter edwin nita rasa benar, dia harus mencoba berbaik sangka karena semua ini sudah menjadi konsekuensinya ketika harus menikah dengan laki-laki yang pernah mengalami kegagalan dan memiliki seorang putra yang saat ini tinggal bersamanya. Dia tidak bisa memaksakan kehendaknya pada axel untuk harus tinggal bersamanya hanya karena rasa sayangnya, kenyataan bahwa axel masih memiliki seorang ibu kandung itu tidak dapat dihilangkan begitu saja.     

"Bagaimana perasaanmu sekarang? " lalu pertanyaan pun muncul setelah dokter edwin memberikan kesempatan pada nita untuk menenangkan dirinya beberapa saat.     

"Kamu harus ingat ibu hamil yang menangis akan mempengaruhi bayi yang dikandungnya karena berpikir terlalu keras " ucap dokter edwin, "aku tidak mau nanti calon istriku ada apa-apa! "     

Mendengar perkataan dokter edwin tentang calon bayinya itu tawa nita muncul di tengah tangisannya.     

"Dokter jangan membuat ucapan lucu! " cetus nita, "aku tidak mau disebut orang gila oleh semua pengunjung rumah sakit! menangis tapi tertawa "     

Tawa dokter edwin terdengar oleh nita, "oke,, "     

"Jadi hapus air matamu dan bicara denganku! "     

"Baiklah " nita menghapus air matanya yang entah mengapa tiba-tiba dapat terhenti ketika dia bicara dengan dokter edwin dan perasaan sedihnya perlahan menghilang.     

Walaupun terlihat dari jarak yang sedikit jauh, kedua mata dokter edwin dapat dengan jelas menggambarkan wajah nita saat ini. Dia terlihat mengusap air matanya dan menarik nafasnya dalam-dalam. Di wajahnya yang walaupun terlihat belum baik-baik saja tetapi dokter edwin percaya dia bisa melalui kesedihan yang dialaminya saat ini.     

Dia tidak akan pernah bertanya apa yang telah membuat nita bersedih, karena dia tidak ingin menjadi laki-laki yang mengambil sebuah kesempatan untuk bisa mengambil hati wanita yang dicintainya walaupun sebenarnya itulah keinginannya. Tapi dia bukan seorang pengecut seperti itu, kali ini hanya memastikan nita baik-baik saja itu akan membuat perasaannya senang dibandingkan dari kebahagiaan apapun yang dia dapat...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.