cinta dalam jas putih

Orang Baru



Orang Baru

0"kapan kalian akan pergi kerumah sakit menjenguk radit? " tanya yoga.     

"Ada peraturan waktu jenguk di rumah sakit itu antara pukul satu siang dan lima sore, jangan bilang lupa atau pura-pura tidak tahu tentang waktu jenguk rumah sakit "     

Yoga tertawa kecil mendengar ejekan nita padanya, dia pastilah tahu kapan waktu jenguk di rumah sakit tempatnya bekerja.  Hanya sedang berpura-pura lupa saja di hadapan nita.     

"Memangnya kamu tahu di rumah sakit mana radit di rawat? " yoga mencubit kecil pipi nita.     

Wanita itu mengusap pipinya yang kesakitan seraya memajukan bibirnya, "aku tinggal telpon saja ibu wali kelas axel, itukan gunanya memiliki ponsel. Bukan untuk chating dengan wanita-wanita cantik dan muda! "     

Yoga mengernyit, "siapa yang suka chatting dengan wanita muda yang canntik? "     

"Orang lainlah, tidak mungkin suamiku! " nita mengalihkan jawaban yang sebenarnya, dia terlihat menahan tawanya setelah memberikan sindiran pada laki-laki yang kepopulerannya melebihi artis lokal.     

"Tapi ekspresi aneh seperti itu " ucap yoga, dia pun sedikit terkena oleh sindiran dari istrinya itu.     

Dengan cepat dia meraih tangan nita dan dipeluknya dari arah belakang, wangi lembut vanilla yang muncul dari tubuh nita membuatnya bertahan begitu lama untuk menyandarkan dagunya di bahu nita. Wanita itu memiliki wewangian yang lembut sesuai dengan kepribadiannya yang tidak pernah memasangkan sesuatu yang berlebihan pada tubuhnya.     

"Mau aku temani? " ucap yoga.     

"Kemana? "     

Yoga tertawa kecil, "tadi kamu bilang mau menjenguk radit dengan axel nanti siang "     

"Bukankah jadwal operasi hari ini padat? " nita memastikan kembali, "lagipula dokter andien itu sepertinya masih butuh bimbingan kakak seniornya, sudah itu dia harus melakukan terapi konseling dengan dokter pribadi sekaligus atasannya untuk bisa hamil "     

Lagi-lagi yoga tertawa, "kamu itu tidak cemburu, tapi yang disebut-sebut itu lagi dan dia lagi. Katanya sudah tidak marah tapi menyindir terus, jadi bingung ini marah atau bukan... "     

"Pilih aku cerewet bicarakan yang itu-itu saja atau pilih aku diam tidak membicarakan apapun? "     

Apa yang membuat laki-laki itu tidak berdaya ketika dihadapkan dua pilihan oleh istrinya sendiri, yoga tertawa malu sudah cukup dia merasakan diamnya nita dan itu sangat menyiksanya. Mungkin lebih baik jika wanita itu terus saja mengomel padanya, toh yang dia bicarakan semua adalah bukan hal yang mengada-ada tapi memang sesuai dengan fakta.     

"Radit itu putra ketiga dari kepala keperawatan pak seno dan istrinya kepala ruangan hemodialisa ibu gisa, jadi pasti kamu tidak akan canggung jika bertemu mereka " ucap yoga, "sepertinya radit mendengar pembicaraan ibu gisa sampai dia bicara seperti itu pada axel, karena jika pak seno itu sepertinya tidak mungkin. Laki-laki itu jarang bergosip "     

"Iya tidak apa-apa " nita menanggapi penjelasan yoga, "inikan permintaan maaf karena axel sudah melakukan kesalahan pada radit, ini kasus pada anak-anak kita jadi biarkan mereka menyelesaikannya dengan baik dan kita hanya mendampingi saja. Bukan untuk pasang badan menunjukan bahwa kita orang tua jika ada hal yang bersangkut paut dengan mereka harus kita  sebagai orang tua ikut bermusuhan juga? "     

Nita tersenyum, "kalau begitu kita sama saja, bukannya mengingatkan anak-anak kita malah musuhnya tambah panjang karena orang tuanya ikut membela "     

Yoga tersenyum dalam anggukan kepalanya dia mengacak rambut nita karena gemas, "kenapa kamu selalu membuat aku sangat mengagumimu! "     

Nita tertawa malu, "aku kan istri dan ibu dari suami dan seorang putra yang sangat pandai, jadi aku juga harus lebih pandai "     

"Sebaiknya kita sarapan sekarang " ajak nita.     

Dia meraih tangan yoga untuk ikut bersama dengannya ke ruang makan dimana axel sudah menunggu mereka. Tapi yoga justru menahannya, dia bertahan pada posisinya tidak ingin beranjak sedikitpun dari ruang tidurnya. Dia ingin berlama-lama berdua saja dengan istrinya yang menggemaskan itu.     

"Aku sarapan disini saja! " cetus yoga.     

"Kenapa sarapan di ruang tidur? " nita teraneh ketika yoga memilih untuk berdiam diri di ruang tidur, "memangnya orang sakit "     

Yoga tertawa dengan sikap polos nita, "aku sarapan kamu saja! "     

Dia lalu membuka kancing yang berada di bagian kedua lengannya, dan menyambungnya dengan membuka kancing bagian di depan bajunya. Membuat dahi nita berkerut dan membulatkan matanya karena keterkejutannya.     

"Jangan aneh-aneh ya! " cetus nita memberi peringatan pada yoga dengan menunjuknya, "aku sudah mandi jadi jangan macam-macam! "     

Yoga tidak mendengarkan peringatan yang nita luncurkan padanya, dia dengan tenang membuka kemeja yang dipakainya dan berdiri di hadapan nita dengan bertelanjang dada.     

Wajah nita mulai terlihat memerah, "harusnya tadi itu aku tidak perlu kesini untuk mengajak sarapan! "     

"Aku kabur saja! " dia lalu berbalik dan berniat untuk melarikan diri dari yoga yang sepertinya sengaja ingin membuatnya malu dan menambah aktivitasnya pagi ini.     

Yoga tertawa dan dia dengan cepat menahan langkah nita dengan berdiri di depan pintu dan menguncinya.     

"Jadwal poliklinik masih ada dua jam lagi, dan kebetulan tidak ada operasi pagi ini. Jadi kita lanjutkan saja misi kita semalam yang harus gagal karena operasi cito, waktunya mengambil jatah yang tertunda "     

"Tapi aku sudah mandi! " nita membelalakan matanya, dia tengah mencari jalan keluar lain di sekelilingnya.     

"Dan axel juga sudah menunggu kita untuk sarapan " sambungnya.     

"Dia bisa menunggu sebentar, dan kita bisa mandi setelah melakukannya " yoga tidak bergeming, dia membawa nita kedalam pelukannya, dan menciuminya. Pada awalnya wanita itu berusaha menolak hingga pada akhirnya luluh di beberapa detik yoga memberikannya sebuah serangan yang membuatnya tidak dapat lagi menolaknya.     

Axel memandanginya bubunya itu dengan aneh, dia telah berganti pakaian ketika kembali menghampirinya bersama ayahnya. Wajahnya sedikit berubah dia tahu bubunya itu sedang merasa kesal, dia tahu apa yang membuatnya kesal tapi sangat tahu dengan pasti bahwa ayahnya lah yang telah membuat bubunya itu terkesal.     

"Bubu kenapa yah? " axel berbisik ke arah yoga yang duduk disampingnya, sesekali memasukan potongan roti ke dalam mulutnya.     

Yoga melirik ke arah nita yang tengah membuatkannya teh dan tersenyum, "tidak apa-apa, mungkin dia kesal karena tadi pakaiannya kotor jadi harus mandi "     

"Pakaian yang kotor kenapa bubu harus mandi lagi? " tanya axel lagi.     

Membuat yoga kesulitan untuk menelan roti yang tengah berada di dalam rongga mulutnya, dia kebingungan kali ini. Mulai memutar otaknya untuk memberikan jawaban yang lebih rasional pada putranya itu.     

"Ah, iya aku lupa. Tadi itu bubu membantu mba mumu masak jadi dia harus mandi karena berkeringat yah! " axel menepuk pelan dahinya karena baru mengingatnya.     

"Iya, itu.. " yoga seperti di beri jalan lebar oleh axel, sedikit lega karena tidak harus menjawab pertanyaan yang penuh jebakan dari putranya itu.      

Dia tampak menarik nafasnya, putranya itu telah berubah menjadi cenderung memiliki sifat seperti nita. Jika dulu dia lebih banyak diam dan jarang melakukan komunikasi dengannya, kali ini dia lebih aktif dan selalu mengawali pembicaraan dengannya. Sepertinya saat ini perannya sebagai seorang ayah telah diaktifkan kembali oleh wanita yang terduduk dihadapannya dengan wajahnya yang terllihat kesal namun terlihat sangat cantik dimatanya.     

"Maafkan putra saya, bu " nita bicara dengan ibu gisa yang adalah ibu dari radit, dia sengaja membiarkan axel dan radit didalam ruangan untuk bicara.     

"Mereka itu hanya anak-anak " jawabnya tidak mempermasalahkan perbuatan axel pada radit, "nanti juga hubungan mereka kembali baik "     

Nita tersenyum seraya menganggukkan kepalanya, "axel sudah mengatakan pada saya beberapa kali bahwa dia sangat menyesal sudah melakukan tindakan yang tidak baik pada radit "     

"Saya jadi malu sendiri " ucapnya, "kita satu tempa kerja tapi tidak mengenal satu sama lain, saya juga tidak pernah bisa mengontrol diri ketika membicarakan seseorang bersama teman-teman yang lain, sampai tidak tahu radit mendengarnya "     

"Axel tentu saja marah, jika radit bicara seperti itu " sambungnya, "jadi saya juga minta maaf, saya tidak tahu apa yang membuatnya tiba-tiba bicara seperti itu "     

Nita tersenyum tipis, sebenarnya dia tidak ingin membahas tentang hal ini. Karena pada kenyataannya dia sangat tersakiti, dia hanya berpura-pura baik-baik saja agar tidak membuat cemas orang-orang terdekatnya. Wanita manapun dia yakin tidak akan pernah nyaman jika diberi kesan mengambil hak milik orang lain, bukankah yoga telah bercerai ketika menikahinya dulu semua orang pun pasti mengetahuinya. Tapi menurut nita, semua orang memiliki pemikiran yang berbeda, dan dia tidak perlu berkecil hati dan selalu berusaha menunjukan kebenarannya pada semua orang karena orang yang tidak menyukainya sama sekali tidak membutuhkan itu.      

"Ada bidan kanita " tiba-tiba suara seorang laki-laki muncul dari arah sampingnya.     

Pembicaraan mereka terhenti oleh kehadiran dari sosok yang menjadi kepala bidang keperawatan tempat nita bekerja, yang tidak lain adalah ayah radit. Ini pertama kalinya nita berhadapan langsung dengan kepala keperawatan yang baru di lantik, dulu saat diadakan acara pelantikan nita tengah cuti dan dipertemukan hari ini.     

Nita tersenyum ke arah laki-laki bernama seno itu, dia mengulurkan tangannya ke arah nita dan menjabat tangannya.     

"Saya hanya mendengar nama dan cerita saja tentang bu bidan " ucapnya.     

Nita hanya menanggapi dengan senyuman yang penuh keterpaksaan saja, karena dia mulai sulit melepaskan tangannya yang di jabat oleh laki-laki itu. Dia melepaskan tangan nita ketika istrinya itu berbalik ke arah nita.     

"Kita bisa bicara nanti jika ada program baru untuk bidan " ucap laki-laki itu pada nita dengan matanya yang menangkap sosok nita begitu lekat.     

Nita terdiam menyembunyikan rasa takutnya, laki-laki aneh itu sama sekali tidak berpikir ketika bersikap seperti itu tengah berada di dekat istrinya. Dan juga seharusnya dia bersikap lebih sopan jika menyadari status masing-masing yang telah berkeluarga.      

Nita terlihat mengusap dadanya ketika laki-laki itu masuk ke dalam ruang rawat putranya, dalam pikiran nita terlintas begitu beratnya menghadapi semua orang luar yang harus dia temui setiap hari. Ada banyak hal yang mengecewakannya kali ini.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.